Benang Kusut Revisi UU Perlindungan PMI Mulai Terurai
2 min readJAKARTA – Benang kusut pembahasan revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri mulai terurai. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan revisi undang- undang tersebut.
Kelanjutan pembahasan itu disepakati setelah satu poin krusial yang selama delapan kali masa sidang mengganjal disepakati. Satu poin itu adalah terkait kelembagaan yang nantinya mengurusi perlindungan PMI. Kesepakatan dicapai dalam Rapat Kerja antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI, Rabu (12/7).
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, pemerintah dan DPR sepakat nantinya akan ada badan khusus yang bertugas dalam bidang perlindungan pekerja migran. Badan itu akan dibentuk presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Tapi dalam menyampaikan pertanggungjawabannya kepada presiden, badan itu harus berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Tenaga Kerja.
“Mengenai keanggotaan badan, nantinya akan terdiri dari wakil dari kementerian terkait,” katanya, seperti dirilis Kontan, Rabu (12/7).
Selain kesepakatan itu, rapat kerja juga menyepakati pembentukan atase ketenagakerjaan di negara penempatan pekerja migran. Atase tersebut kan selevel diplomat yang memahami isu ketenagakerjaan. Mereka bisa berasal dari Kementerian Luar Negeri yang diberikan pemahaman isu ketenagakerjaan atau orang Kementerian Tenaga Kerja yang diberi hak diplomatik. Atase tersebut nantinya diberikan tugas untuk pendataan, verifikasi dan berkoordinasi dengan negara penempatan.
“Mereka juga bertugas dalam bidang market intelijen,” katanya.
Kesepakatan lain antara pemerintah dan DPR terkait revisi UU perlindungan PMI adalah soal pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan masalah pekerja migran. Dalam pembagian tugas ini, pemerintah pusat nantinya akan mempunyai tugas memfasilitasi pendidikan ketrampilan bagi para pekerja migran dengan anggaran fungsi pendidikan. Sementara pemerintah daerah, mereka diberi tugas untuk menginformasikan permintaan kerja kepada pekerja migran sampai ke level desa.
Pemerintah dan DPR juga sepakat mengenai kejelasan pembagian tugas antara regulator yaitu Kementerian Ketenagakerjaan dan operator yaitu BNP2TKI dalam perlindungan PMI. Regulator nantinya memiliki beberapa tugas, antara lain mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan dan penempatan pekerja migran, melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak mereka, dan menghentikan atau melarang penempatan pekerja migran ke negara tertentu.
Sementara operator mereka diberi tugas mengeluarkan dan mencabut surat ijin pengerahan pekerja migran dan menyelenggarakan pelayanan penempatan calon pekerja migran. Kejelasan wewenang ini dianggap penting karena selama ini antara Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI saling berebut wewenang.
Soes Hindharno, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Kementerian Tenaga Kerja berharap dengan kemajuan pembahasan itu, revisi UU No.39 bisa kelar pada masa sidang ini.
“Karena kalau sampai tidak selesai, bisa gagal. Sebab ini masa terakhir,” harapnya. [Asa/Agus/Wahyu]