December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Bertambah Banyak, Korban Banjir Gowa : 26 Meninggal Dunia Lebih 5.000 Mengungsi

3 min read

Korban bencana banjir dan longsor yang mendera 10 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan terus bertambah. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel, hingga Kamis (24/1/2019) sudah 26 warga meninggal dunia dan lebih dari 5.000 orang harus mengungsi.

Kepala BPBD Sulsel, Syamsibar, memaparkan kepada Antaranews.com, korban tewas terbanyak ada di Kabupaten Gowa (12 orang), kemudian Kabupaten Jeneponto (10 orang), dan Kabupaten Maros (4 orang). Selain itu 24 orang dinyatakan hilang.

Sementara itu, korban terdampak bencana mencapai 5.825 jiwa. Sebanyak 3.321 warga harus mengungsi dan 46 orang menderita sakit. Sebanyak 1.400 bangunan terendam air–25 di antaranya rusak parah–juga 10.021 hektare sawah.

Syamsibar menyatakan, pihaknya bekerja sama dengan TNI, Polri, Basarnas, dan Tagana, terus menyisir daerah bencana untuk melakukan pencarian dan evakuasi korban, terutama di Gowa yang terdampak paling parah.

Hal yang menerbitkan optimisme dalam proses mitigasi, menurut Syamsibar, adalah curah hujan yang menurun sehingga tingkat permukaan air di Bendungan Bili-Bili, Gowa, juga turun.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS-PJ), Teuku Iskandar, kepada SINDONews mengatakan, pihaknya mulai menutup dua pintu air secara bertahap sejak Kamis (24/1), pukul 4.30 WITA. Status Bili-Bili dinyatakan normal setelah tinggi mata air (TMA) mencapai 99,47 meter pada dini hari tadi.

Sejak saat itu BBWS-PJ langsung mengurangi tinggi bukaan pintu air secara bertahap, mulai dari 3,5 meter menjadi 2,50 meter pada pukul 4.50 WITA, lalu dikurangi lagi menjadi 1,5 meter pada pukul 09.15 WITA.

Kabupaten Gowa memang terdampak paling parah karena letak pemukiman yang dekat dengan bendungan seluas 40 ribu hektare itu dan Sungai Jeneberang. Tak hanya banjir, tanah longsor juga terjadi di beberapa titik. Sementara sejumlah jembatan hancur, memutus akses wilayah.

Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), dalam siaran persnya (24/1) melaporkan, titik longsor berada di Desa Lonjoboko di Kecamatan Parangloe, Desa Datara, Tompobulu, Bilanrengi, juga Desa Parigi. Kemudian ada Desa Bili-bili di Kecamatan Bontomarannu, dan yang paling parah menerjang Desa Pattallikang di Kecamatan Manuju.

Bahkan seluruh wilayah Dusun Pattiro di Desa Pattallikang terkubur, menyebabkan sejumlah warga hilang. Tim Emergency Response ACT Sulsel Nur Ali Akbar mengatakan, mereka akan menuju lokasi tanah longsor tersebut.

“Ini lokasinya di Sapaya, di pelosok, jarak tempuh kurang lebih 80 kilometer dari kota Gowa,” jelas Nur Ali. Ia menambahkan, ACT telah membangun empat posko di dua wilayah, yaitu Gowa dan Makassar.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, menyatakan tim BNPB telah tiba di Makassar pada Rabu (23/1) malam dan hari ini, Kamis (24/1), empat orang lagi, termasuk dirinya, akan menyusul.

“Dana untuk bantuan operasional pagi ini kita upayakan sudah tersalurkan dulu ke empat kabupaten, yaitu Maros, Makassar, Gowa, Jeneponto. Masing-masing besarnya Rp250 juta,” kata Doni kepada wartawan, termasuk Ronna Nirmala dari Beritagar.id, usai melaporkan situasi banjir Sulsel kepada Presiden Joko Widodo, di Istana Negara.

Bantuan operasional, menurutnya, akan diprioritaskan kepada kabupaten yang terdampak paling parah dan risikonya paling besar.

“Pengelolaan bantuan? Ya, nanti kita akan koordinasi dengan instansi terkait. Terutama yang kerusakannya berat, seperti jembatan dan jalan,” jelas Doni, menambahkan bahwa Presiden telah menyetuji rencana tersebut.

Ia menyatakan belum mengetahui apakah Presiden bakal berangkat ke Sulsel untuk mengunjungi daerah-daerah terdampak bencana.

 

Terparah dalam 10 tahun terakhir

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemprov Sulses, Devo Khaddafi, kepada BBC Indonesia (23/1) menyatakan, banjir dan longsor yang terjadi tahun ini adalah bencana terbesar yang dialami provinsi tersebut dalam satu dekade terakhir.

“Skala luas area yang terdampak pada bencananya yang paling luas, karena sekarang saja sudah 10 kabupaten yang terkena bencana. Kalau dulu kayaknya nggak sampai sebanyak ini,” tutur Devo.

Ia menyatakan banjir memang rutin terjadi akibat meluapnya Sungai Jeneberang dan Kelara, tetapi sebelumnya tidak pernah menyebabkan puluhan korban tewas dan ribuan orang mengungsi.

Hujan lebat yang terus mengguyur sebagian besar daerah Sulsel sejak Senin (21/1) menjadi salah satu penyebabnya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memang telah mengeluarkan peringatan tingginya intensitas hujan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan, hingga akhir Januari.

Sama seperti diutarakan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, perusakan lingkungan di kawasan hulu sungai, menyebabkan parahnya banjir dan longsor yang terjadi kali ini.

“Ada beberapa perusakan-perusakan yang berada di area hulu, sehingga ini juga akan menjadi perhatian pemerintah kabupaten dan provinsi untuk segera menangani kawasan-kawasan yang kritis ini, agar di tahun depan hal seperti ini bisa dicegah,” kata Devo.[]

Advertisement
Advertisement