Betapa Utamanya Memuliakan Ibu
JAKARTA – Seorang wanita menjadi pelengkap dalam kehidupan rumah tangga. Sebagai istri bagi suaminya, sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya serta menjadi saudara dalam kehidupan bermasyarakat.
Peran ibu menjadi cerminan dalam keluarganya, karena baik tidaknya keluarga dapat dilihat dari seorang ibu. Jika seorang ibu yang baik dan sholehah, tentu akan mengajarkan dan mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak yang berakhlak mulia.
Lalu bagaimanakah keutamaan ibu dalam Islam?
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam memposisikan derajat seorang ibu melebihi ayah. Karena itu Rasulullah mengingatkan pentingnya kepatuhan anak terhadap orang tua perempuan. Ibu sejati hanya punya satu tujuan yang tidak pernah berhenti untuk diperjuangkan, yaitu mengantarkan anak meraih mimpi-mimpinya.
Ibu adalah karomah bagi anak-anaknya. Bukti karomah itu ialah bahwa ibu selalu bisa memberikan apa saja yang terbaik untuk anaknya. Ibu selalu ada untuk anaknya dan bisa menghadirkan keajaiban di saat anak-anaknya dalam bahaya.
Allah SWT berfirman:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14).
Melansir Muslimah.or.id, dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadis:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.
Mengutip Sindonews.com, banyak kisah-kisah ketulusan, kasih sayang dan sikap heroik ibu terhadap anaknya. Salah satunya, saat Nabi Ismail ‘Alaihisallam ditinggal bersama ibunya di padang tandus. Atas perintah Allah Ta’ala, Nabi Ibrahim ‘Alaihisallam harus meninggalkan Nabi Ismail yang masih bayi bersama ibunya, siti Hajar di Mekkah yang saat itu begitu tandus.
Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Apakah ini adalah perintah Allah?” Ketika Nabi Ibrahim mengiyakan, maka siti Hajar menerima perintah tersebut dengan pasrah. Dalam suasana haus dan terik, siti Hajar lalu berusaha mencari air dari Shafa ke Marwa, hingga 7 kali ulang-alik. Dan Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, akhirnya air Zamzam muncul di tanah dekat kaki Nabi Ismail.
Yang luar biasa adalah, peristiwa seorang ibu ini, yang berusaha untuk mencari air untuk putranya, diabadikan oleh Allah Ta’ala sebagai salah satu ritual dalam ibadah Haji yang disebut sa’i. Maka siapapun yang telah menunaikan ibadah umrah dan haji selayaknya selalu ingat kebesaran Allah dan kasih sayangnya pada Ibu dan anaknya, serta menghayati betapa besar perjuangan seorang ibu.
Peristiwa berikutnya adalah saat Ibu Nabi Musa ‘Alaihisallam mendapat Ilham dari Allah. Saat Fir’aun sedang mencanangkan untuk menghabisi seluruh anak laki-laki di negerinya, ibu Nabi Musa teramat sedih dan khawatir bahwa putranya akan turut dihabisi. Namun dengan kekuasaan Allah, Allah memberikan ilham kepada Ibu nabi Musa.
Akhirnya Nabi Musa dihanyutkan ke Sungai Nil, lalu ia ditemukan oleh istri Fira’un. Dan karena bayi tersebut tidak mau menyusui kepada siapapun, akhirnya Allah mengembalikan bayi tersebut ke pangkuan ibunya untuk disusui. Kita lihat betapa sentral peranan Ibu dari Nabi Musa A.S. dalam peristiwa di atas.
Kedudukan seorang ibu begitu mulia. Posisinya lebih berharga dari berlian. Dan dzalam tingginya derajatnya itu, cinta Ibu pada kita, sungguh tak bertepi. Dari kisah peristiwa ibunda para nabi di atas, sangat jelaslah betapa kedudukan Ibu sangatlah tinggi dan menghormatinya adalah bukti keimanan kita dan tanda akan kemuliaan seseorang. []