April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Bolehkah Minta Bantuan Aparat Negara untuk Menagih Hutang ?

3 min read

JAKARTA – Biasanya seseorang meminjam utang biasanya mengiba berpeluh air mata. Namun saat ditagih, kerap sebaliknya.

Biasanya si pengutang lebih galak dari yang punya piutang. Dalam kondisi itu, bolehkan meminta bantuan aparat negara untuk menagihnya?

Seperti melansir detikadvocate, advokat Achmad Zulfikar Fauzi SH menjelaskan bahwa sebelumnya dalam hal penagihan utang piutang dalam perspektif hukum perdata menurut pengalamannya, yaitu ada 3 jenis penagihan utang pertama melalui pengadilan, kedua penagihan utang melalui kepailitan, dan ketiga penagihan utang dengan cara lelang.

Pada perjanjian utang piutang pihak yang tidak dapat menunaikan kewajibannya berarti dapat dikatakan telah terjadi cedera janji/ingkar janji (wanprestasi). Sehingga pengutang (debitur) dapat dipanggil (somasi) oleh kreditur bahkan digugat ke pengadilan. Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita Pengadilan Negeri (Dalam hal pemegang Hak Tanggungan dan Fidusia yang meminta Fiat Eksekusi).

Apabila somasi itu tidak diindahkan oleh debitur, maka yang memiliki hak untuk menagih utang(kreditor) berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Baik melalui persidangan maupun dengan peringatan dari Ketua Pengadilan Negeri (aanmaning). Dan pengadilan lah yang akan memutuskan, apakah si pemegang utang(debitor) wanprestasi atau tidak.

Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya.

Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata. Hapusnya Perikatan Utang piutang merupakan bentuk hukum perikatan perdata. Dan kreditur pun tidak dapat menagih jika belum jatuh tempo atau belum saatnya. Sehingga menurut hukum perikatan kedua belah wajib mematuhi perjanjian perikatan yang telah disepakati bersama.

Adapun Analisa menurut Hukum adalah sebagai berikut :

Dalam Pasal 1243 KUHP dijelaskan mengenai wanprestasi dimana kerugian, penggantian biaya, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu ikatan mulai diwajibkan jika debitur meskipun sudah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi ikatan tersebut atau ketika sesuatu yang diberikannya hanya bisa diberikan dalam melebihi jangka waktu yang sudah ditentukan.

Dalam hal ini yang menjadi unsur wanprestasi adalah adanya perjanjian oleh kedua belah pihak, ada pihak yang melanggar perjanjian tersebut, dan sudah dinyatakan lalai namun tidak mau melaksanakan perjanjian.

Dalam hal aturan hukum penagihan utang sendiri akan mengikuti Pasal 1754 jo. 1338 jo. 1319 KUHP yang tunduk pada KUH Perdata. Sehingga proses penagihannya sesuai dengan hukum perdata.

Dalam hal barang yang dijadikan objek pelunasan terhadap Utang:

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang berbunyi:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Mengacu pada pasal tersebut harta benda milik debitur menjadi jaminan baik yang ada maupun yang akan ada.

Pasal 1132 KUHPerdata:

Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Tentu hal itu didasarkan perjanjian antara debitur dengan kreditur.sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 1338 KUHPerdata:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian utang piutang lebih baik dilakukan dengan perjanjian tertulis karena tercatat baik jumlah uangnya, tanggal, tempat dan waktu sehingga dapat memberikan bukti yang kuat.

Bahwa apabila si berutang wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.

Wanprestasi Hal ini diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata, debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Bentuk-bentuk wanprestasi :

  1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
  2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
  3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

 

Dan Dalam hukum perdata terdapat ketentuan mengenai hapusnya perikatan piutang diatur dalam, Pasal 1381 KUHPerdata, adalah sebagai berikut:

karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaruan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi;v karena percampuran utang; karena pembebasan utang; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; dan karena lewat waktu,

Lebih lanjut apabila saudara ingin mengajukan upaya penagihan utang piutang melalui Negara, silakan saudara menghubungi advokat dan/konsultan hukum untuk melakukan upaya hukum yang dianggap paling efektif untuk mengembalikan piutang saudara. []

Sumber Justice Law

Advertisement
Advertisement