BPS: Makin Tinggi Pendidikan, Makin Kecil Peluang Perempuan Jadi Tulang Punggung Keluarga

JAKARTA – Fenomena perempuan pencari nafkah utama dalam keluarga atau yang dikenal dengan istilah female breadwinner menjadi bahasan menarik di tengah masyarakat Indonesia yang masih kental dengan norma gender tradisional. Stereotip bahwa suami harus bekerja mencari nafkah sementara istri cukup di rumah saja mengurus anak dan beres-beres rumah, perlahan mulai bergeser meski belum sepenuhnya hilang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, sebanyak 14,37% pekerja perempuan di Indonesia merupakan female breadwinners. Artinya, sekitar 1 dari 10 pekerja perempuan menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, baik karena penghasilannya yang paling dominan, atau bahkan menjadi satu-satunya anggota keluarga yang bekerja.
Namun, yang menarik adalah hubungan antara tingkat pendidikan dengan peran ini. Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, justru semakin kecil kemungkinan perempuan menjadi breadwinner keluarga. BPS mencatat, mayoritas perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga hanya mengenyam pendidikan dasar, yakni sebesar 55,84%. Sementara itu, 27,97% lainnya menamatkan pendidikan menengah, dan hanya 16,19% berasal dari kelompok pendidikan tinggi.
Menurut laporan BPS, fenomena ini terjadi sebab akses terhadap pendidikan dan pelatihan kerja berperan besar dalam membentuk peluang ekonomi seseorang. Di satu sisi, perempuan dengan pendidikan lebih tinggi memang memiliki kesempatan kerja yang lebih baik. Namun di sisi lain, mereka cenderung memiliki pasangan dengan pendapatan yang juga tinggi.
Akibatnya, dorongan untuk bekerja demi kebutuhan ekonomi rumah tangga tidak sebesar perempuan dengan pendidikan rendah yang mungkin harus bekerja lebih keras karena kondisi finansial keluarga yang lebih menekan. Hal ini menunjukkan bahwa peran perempuan sebagai pencari nafkah utama seringkali bukanlah pilihan, melainkan hasil dari kondisi sosial dan ekonomi yang kompleks. []
Sumber Good Stats