Bukan Hanya Berdampak Pada Kesehatan, Kurang Asupan Minuman Juga Bisa Memicu Stress

JAKARTA – Tetap terhidrasi sangat penting. Sebab, minum terlalu sedikit air dapat meningkatkan kerentanan terhadap masalah kesehatan terkait stres, menurut penelitian yang diterbitkan di Journal of Applied Physiology baru-baru ini.
Studi itu menemukan, orang yang minum kurang dari 1,5 liter cairan per hari—setara dengan sekitar tujuh cangkir teh—memiliki respons kortisol terhadap stres 50% lebih tinggi dibandingkan mereka yang memenuhi rekomendasi munum air harian.
“Kortisol adalah hormon utama yang memicu stres. Jika tubuh memproduksi kortisol berlebihan saat menghadapi stres, risiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan depresi akan meningkat,” ujar ahli fisiologi di Liverpool John Moores University sekaligus pemimpin penelitian, Neil Walsh, dikutip dari situs Liverpool John Moores University.
Untuk menemukan kesimpulan penelitiannya, Walsh dan timnya membagi orang dewasa muda yang sehat menjadi dua kelompok dengan jumlah yang sama. Satu kelompok mewakili 25% orang dengan asupan cairan harian paling rendah, yakni 1,5 liter cairan per hari; kelompok lainnya mewakili 25% dengan asupan cairan tertinggi, yakni 2 liter per hari untuk perempuan dan 2,5 liter per hari untuk laki-laki.
Dua kelompok ini dipilih dengan mempertimbangkan faktor-faktor penting yang bisa memengaruhi respons stres, seperti kondisi psikologis dan kualitas tidur.
Selama seminggu, para peserta diminta untuk tetap mempertahankan kebiasaan minum mereka. Tingkat hidrasi dipantau lewat sampel darah dan urine. Setelah itu, mereka menjalani tes stres sosial trier—tes yang biasa digunakan untuk meniru situasi stres di dunia nyata, seperti wawancara kerja dan tugas menghitung angka secara mental.
“Kedua kelompok sama-sama merasa cemas dan mengalami peningkatan detak jantung saat tes stres. Namun, hanya kelompok yang kurang minum yang menunjukkan peningkatan signifikan pada kadar kortisol dalam air liur,” ujar salah seorang tim peneliti, Daniel Kashi.
“Menariknya, kelompok yang kurang cairan tidak merasa lebih haus dibandingkan kelompok yang cukup minum. Namun, urine mereka lebih gelap dan lebih pekat, yang jelas menunjukkan tanda-tanda kurang hidrasi.”
Kurang minum bisa berbahaya karena hal itu terkait dengan cara tubuh mengatur keseimbangan cairan, yang sangat berhubungan dengan pusat respons stres di otak. Ketika tubuh mengalami dehidrasi, maka tubuh akan melepaskan hormon vasopresin. Hormon ini terutama bekerja pada ginjal untuk menghemat air dengan menyerap kembali cairan, sehinga volume darah dan keseimbangan elektrolit tetap terjaga.
Akan tetapi, jika vasopresin terus-menerus dilepaskan, maka bisa memberi beban tambahan pada gindal, yang harus bekerja lebih keras untuk mengatur konsentrasi urine dan keseimbangan elektrolit tubuh.
Selain itu, vasopresin juga memengaruhi hipotalamus—bagian otak yang mengatur respons stres. Efek ini dapat memicu peningkatan produksi kortisol—hormon utama yang dilepaskan tubuh saat stres. Dengan kata lain, saat tubuh kekurangan cairan, bukan hanya keseimbangan cairan yang terganggu, tetapi juga respons stres yang ikut meningkat.
“Memastikan tubuh tetap terhidrasi dapat membantu Anda menghadapi stres dengan lebih baik,” tutur Kashi.
“Jika Anda tahu akan menghadapi hari yang penuh tekanan, seperti tenggat waktu yang ketat atau harus memberikan pidato, biasakan membawa dan minum air secara teratur. Kebiasaan sederhana ini bisa memberikan manfaat besar untuk kesehatan Anda dalam jangka panjang.” []