[Catatan Siti Hardijanti Rukmana] Pada Anak-Anaknya, Pak Harto Mengajarkan “Gusti Allah Kulo Nyuwon Ngapuro”
ApakabarOnline.com – Bapak memang seorang tentara yang senantiasa dididik keras dan laku disiplin. Namun dalam keseharian bersama putra putri dan keluarganya beliau sangat lemah lembut. Tak pernah marah, membentak atau pun main tangan.
Semua nasihat, Bapak sampaikan dengan sabar, penuh welas asih dan begitu membekas di kami putra-putrinya. Saya ingat betul, ketika masih duduk di sekolah dasar di Semarang. Seingat saya sekitar tahun 1957. Sepulang dari kantor, selesai menunaikan Salat Ashar, Bapak nimbali (memanggil) kami, untuk mendengarkan cerita-cerita/nasehat-nasehatnya di teras belakang.
Waktu bapak masih dinas di Semarang itu, saya sama adik saya Sigit sering mendengarkan cerita-cerita dari Bapak. Sedangkan Bambang masih kecil waktu itu
Sambil menikmati teh racikan Ibu, kami mendengarkan cerita-cerita/nasehat Bapak itu. Di kesempatan itulah, Bapak mengajari kami nilai nilai agama dan budaya luhur nenek moyang. Yang membuat nasihatnya begitu cepat merasuk dan membekas adalah terkadang Bapak memberikan nasihatnya dengan cara nembang. Kami pun betah dan tak bosan mendengar nasihat beliau. Kami baru akan berhenti mendengar tembang dan nasihat Bapak setelah disuruh mandi karena waktu sudah hampir Magrib.
Allah Allah
Kulo Nyuwun Ngapuro
Sekatahing doso kulo
Doso ingkang alit
Kalawan ingkang Ageng
Mboten Wonten
Ingkang saget ngapuro
Liyane kang Moho Agung
Iya Iku
Allah Asmane
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Allah Allah
Kami mohon ampunan
Atas semua dosa kami
Dosa yang kecil
Maupun yang besar
Tak ada yang
Memberikan ampunan
Kecuali yang Maha Agung
Iya itu
Allahu Akbar
Itulah salah satu tembang yang dinyanyikan Bapak dan diperdengarkan kepada kami. Judulnya, “Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)“. Lagu ini merupakan bentuk istighfarnya masyarakat Jawa. Sangat menyentuh ketika dinyanyikan dengan penuh perasaan.
Sewaktu Bapak sakit stroke, tiap hari ketika menunggui beliau saya nyanyikan lagu itu lirih sambil memutar tasbih. Alhamdulillah Bapak cepat merespons. Hingga akhirnya siang itu Minggu 27 Januari 2008 jam 13:30 WIB, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta.
Bapak memang tak akan nembang lagi untuk kami. Namun tembang tembang beliau senantiasa terngiang dan selalu saya nyanyikan. Tembang “Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)” salah satu kesukaan saya. Sebagai pengingat bahwa manusia adalah tempat salah dan dosa. Namun bukan berarti tak akan diampuni, karena Allah SWT adalah maha pengampun asal umatnya mau bertaubat, meminta ampun (nyuwun ngapuro) atau istighfar. []