April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Cenderung Dibarengi Sindrom Pediatric Multisystem, Anak yang Positif COVID-19 Lebih Menderita Dibanding Orang Dewasa

2 min read

HONG KONG – Saat menderita sakit, kemampuan anak-anak dalam menahan rasa sakit tentu dibawah kemampuan manusia dewasa. Namun pada kasus infeksi COVID-19 selama ini, ada perbedaan kondisi antara pasien berusia dewasa dengan berusia anak-anak.

Pada pasien usia anak-anak, penderitaan mereka terinfeksi COVID-19 masih harus ditambah dengan derita  tambahan lantaran hasil riset terbaru, anak-anak yang positif terinfeksi COVID-19 cenderung diikuti dengan sebuah sindrom.

Diberitakan Now This News, sindrom tersebut kali pertama ditemukan peneliti pada seorang pasien anak-anak berusia 12 tahun. Pasien yang disebutkan bernama Juliet Dally tersebut menceritakan apa yang dirasakannya saat itu tidak seperti flu biasa.

“Aku tidak bisa berbuat apa pun, karena aku merasa sangat kesakitan,” katanya.

Sementara itu, Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan, simptom yang menyerang anak-anak tersebut telah menjadi mimpi buruk setiap orang tua.

Kondisi yang diketahui sebagai  Pediatric Multisystem Inflammatory Syndrome (PMIS) adalah penyakit radang yang memengaruhi pembuluh darah dan organ utama tubuh lainnya. Simptom tersebut meliputi demam terus menerus, ruam, sakit perut, muntah, dan bengkak pada tangan dan kaki. Dokter mengatakan, hal itu kerap terjadi pada anak-anak yang mengidap COVID-19.

Orangtua Juliet mulai menyadari ada yang tidak beres pada putri mereka ketika melihat sekujur tubuhnya membiru.

“Bibirnya biru, dan badannya sangat dingin, ada sesuatu yang sangat aneh,” ujar Sean Dally, ayah Juliet.

Sean melanjutkan, ia segera membawa Juliet ke dokter lokal di Louisiana, yang menyatakan bahwa jantung Juliet  ternyata juga bermasalah.

Saat dirawat, dokter mengatakan ada kondisi yang misterius yang menyebabkan jantung Juliet sempat berhenti berdetak. Menurut Juliet, dia hampir tidak ingat kalau dirinya berada di rumah sakit, hingga akhirnya diperbolehkan pulang.

“Saya dibius selama empat hari, dan saya mengigau,” kata Juliet.

Setidaknya 17 negara bagian melaporkan hal yang sama dengan kasus Juliet. Dokter telah mempelajari sekitar 150 kasus, rata-rata pasien anak-anak itu berasal dari New York, yang merupakan episentrum COVID-19 di Amerika.

Pemerintah setempat telah melihat setidaknya tiga kematian akibat kondisi tersebut.

“Kita kehilangan tiga anak di New York, akibat sindrom ini. Mereka berumur lima, tujuh dan 18 tahun. Dan kasus ini tersebar di berbagai negara bagian,” ujar Gubernur Cuomo.

Dokter percaya, kondisi tersebut merupakan akibat lambatnya respons imun terhadap gejala COVID-19. Dr. Jeffrey Burns dari Boston Children Hospital, kepada CNN mengatakan, ”Kita dapat memperkirakan bahwa masing-masing episentrum akan melihat kelompok-kelompok ini muncul kira-kira empat hingga enam minggu kemudian.”

Seorang anak berumur sembilan tahun di New York juga berhasil sembuh setelah mengalami sindrom yang sama dengan Juliet. Ibunya mengingatkan agar orangtua mengenali tanda-tanda peringatan yang muncul di tubuh anak.

Pusat Pengendalian Penyakin (CDC) telah meminta kepada otoritas kesehatan agar mengeluarkan pedoman untuk memantau kondisi simptom, yang bisa dirilis untuk digunakan secara nasional. Para ahli mengatakan, kondisi ini sepertinya akan terus meningkat, selama penyebab pastinya belum ditemukan. []

Advertisement
Advertisement