July 8, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Di Era Presiden Soeharto, Ditjen Bea Cukai Pernah Dibekukan Karena Banyaknya Pungli

2 min read

JAKARTA – Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen) menjadi perhatian publik karena penerapan aturan baru mengenai pembatasan jumlah barang bawaan bagi penumpang dari luar negeri, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Dampak dari peraturan impor ini adalah warga yang baru kembali dari luar negeri harus membayar pajak yang besar, bahkan melebihi harga barang tersebut jika dibawa baru dari luar negeri. Kebijakan ini dianggap merugikan masyarakat.

Peningkatan kasus pajak barang bawaan yang tinggi dan kebijakan impor yang baru telah membuat beberapa petinggi Bea Cukai, seperti Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto dan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, menjadi sorotan publik karena gaya hidup mewah mereka serta barang-barang yang dimiliki.

Sebagai tambahan, lembaga Bea Cukai pernah dibekukan oleh Presiden Soeharto di masa lalu akibat kasus penyelewengan, penyelundupan, dan korupsi yang meluas.

 

Awal Mula Pembekuan Ditjen Bea Cukai

Pada awal pembekuan Bea Cukai, Menteri Keuangan Ali Wardhana pada tahun 1971 menerima laporan tentang penyelundupan ratusan ribu baterai merek terkenal. Kejadian ini menunjukkan bahwa beberapa kasus penyelundupan dan penyelewengan di Bea Cukai sering terjadi akibat adanya kesepakatan antara mereka dan Importir Penyelundup.

Ali Wardhana kemudian melakukan mutasi terhadap pejabat tingkat II dan I setelah kabar penyelewengan dan penyelundupan ini tersebar luas. Namun, tindakan tersebut ternyata tidak berhasil memutuskan praktik yang merugikan di dalam Bea Cukai.

 

Usaha untuk Mengurangi Penyelewengan yang Terjadi di Bea Cukai

Pada tahun 1983, Ali Wardhana dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan, menggantikan posisi Menteri Keuangan yang dipegang oleh Radius Prawiro.

Kemudian, pada 29 Agustus 1983, Radius Prawiro melantik Bambang Soejarto sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai yang baru. Dalam pidato-pidatonya, Radius Prawiro selalu menekankan pentingnya memerangi penyelundupan dan penyelewengan di Bea Cukai hingga ke akar-akarnya. Namun, kenyataannya, kasus penyelundupan dan penyelewengan masih terus terjadi di Bea Cukai.

 

Pembekuan Ditjen Bea Cukai Oleh Presiden Soeharto

Setelah berkonsultasi dengan para menteri dan menerima evaluasi dari BPKP, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 untuk memperlancar arus barang guna mendukung perekonomian.

Instruksi ini mengalihkan sebagian wewenang Bea Cukai ke PT Surveyor Indonesia yang bekerja sama dengan Societe Generale de Surveillance (SGS). Wewenang ini dikembalikan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 pada 1 April 1997, yang kemudian direvisi oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Bea Cukai sesuai dengan tugas dan fungsi mereka. []

Sumber ApakabarOnline dari Liputan6

 

Advertisement
Advertisement