Didera Hawa Panas yang Ekstrim, Ratusan Pekerja Migran Sampai Meninggal Dunia
JAKARTA – Ratusan pekerja migran yang bekerja Qatar, dengan suhu siang hari mencapai 50°C, diduga meninggal mendadak akibat serangan panas ekstrem.
Bukan tanpa sebab angkanya terus bertambah, karena usaha untuk mengungkap fenomena ini ke publik selalu berakhir dengan ancaman yang harus ditanggung oleh pekerja migran.
Perusahaan yang menaungi tidak banyak berkomentar, begitu juga pemerintah yang seolah menutup mata atas berbagai kejadian mematikan ini.
Mengutip BBC News, setidaknya sudah ada 200an orang pekerja migran yang menjadi korban meninggal dunia akibat serangan panas ekstrim tersebut.
Mohammed Al-Oblaidly dari Kementrian Ketenagakerjaan Qatar mengatakan, bekerja di musim panas sepenuhnya dilarang.
“Saya tegaskan, bekerja di musim panas sepenuhnya dilarang. Apabila ada pekerja yang meninggal itu akan menjadi masalah besar bagi kami. ” jelas Al-Oblaidly pada Kamis (16/06/2022) kemarin.
Berkaitan dengan kematian ratusan pekerja migran akibat serangan panas, Oblaidly mengatakan, apabila terbukti saat ada serangan panas seorang pekerja migran tetap diharuskan bekerja dibawah terik matahari perusahaan akan mendapat sangsi dan keluarga korban akan mendapat kompensasi.
Laporan BBC mengungkapkan, untuk mengangkat isu ini ke permukaan telah terlebih dahulu memakan resiko berbahaya terhadap diri pekerja migran di Qatar.
Bidali, salah seorang pekerja migran di Qatar kepada BBC News mengungkapkan, saat serangan panas terjadi, siapapun bisa bisa berkeringat hingga basah kuyup mulai ujung kelapa sampai ujung kaki dalam waktu sekejap.
“Saya menyaksikan dan menjadi bagian dari orang-orang yang berusaha keras bertahan dibawah terik. Demikian kenyataan yang kami hadapi sehari-hari.” jelas Bidali.
Beberapa tahun silam, Bidali pernah mengungkapkan apa yang dia alami dan pekerja migran alami ke sosial media dan dikutip oleh beberapa media menjadi berita dan shortcut investigasi “pembiaran” kondisi pekerja migran di Qatar.
Namun Bidali justru ditangkap dengan tuduhan membuat berita bohong dan menjelekan nama Qatar. Bidali mengaku disekap dengan mata tertutup di tempat yang tidak dia ketahui dan tidak bisa ditemui oleh siapapun.
Bidali akhirnya didenda sebesar UD 6.800 dan setelah denda dibayar, Bidali dideportasi ke negara asalnya.
Menurut Bidali, dan berdasarkan hasil investigasi BBC, sejatinya bukan hanya Bidali dan ratusan pekerja migran yang megerang nyawa saja, namun masih ada ribuan pekerja migran yang senasib dengan Bidali dan berhadapan dengan situasi yang mengancam keselamatan jiwa di Qatar.[]
Sumber BBC