Dikeluhkan Mahal, Tarif Rp. 1,5 Jutaan di Tol Trans Jawa
Tarif Trans Jawa yang mahal dikeluhkan oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo). Hal tersebut membuat para pengendara truk enggan untuk melaju di jalan bebas hambatan itu. Mereka ingin tarif untuk kendaraan Golongan V itu diturunkan hingga sedikitnya 20 persen.
“Sampai saat ini kami belum menggunakan Tol Trans Jawa,” jelas Wakil Ketua Aptrindo, Kyatmaja Lookman, seperti dikutip Tempo.co, Jumat (08/02/2019).
Kyatmaja menilai, tarif tol yang totalnya mencapai Rp1,5 juta dari Jakarta ke Surabaya itu belum bersahabat untuk para pengemudi truk. Meski diakuinya, tol tersebut mampu memangkas waktu tempuh hingga separuh dibandingkan menggunakan jalan biasa.
Namun, disebutnya lagi, dalam bidang jasa antar barang, komposisi waktu yang digunakan lebih banyak habis untuk muat-bongkar barang, yakni hingga mencapai 60 persen. Sedangkan untuk perjalanan hanya sekitar 40 persen.
Berdasarkan perhitungan tersebut, menurutnya Tol Trans Jawa hanya berdampak hingga 20 persen saja. Tarif sebesar itu pun dianggapnya tak senilai.
Selain tarif tol yang mahal, pengemudi juga tidak mau jatah uang operasionalnya berkurang. Sebab, selama ini pemilik truk menerapkan sistem bagi hasil dengan sopir atas upah yang diterima dari pihak ketiga atau perusahaan pemesan jasa angkut.
Sebagai contoh, untuk melewati tol Trans Jawa dari Jakarta menuju Surabaya, sopir truk harus membayar ongkos mencapai Rp1,5 juta. Padahal pengusaha pemesan jasa angkut hanya membayar biaya pengiriman sekitar Rp6 juta.
“Kalau lewat tol ya ongkos (upah) enggak menutup sama uang jalan. Makanya, kita juga sering anjurkan ke sopir untuk tidak lewat tol, kecuali kalau benar-benar mendesak. Seperti mengirim garmen,” jelas Ketua Aptrindo Jawa Tengah, Candra Budiawan, seperti dikutip Okezone, Kamis (7/2).
PT Jasa Marga diminta menurunkan harga
Karena hal tersebut, beberapa pihak pun meminta PT Jasa Marga untuk menurunkan tarif tol Trans Jawa.
“Kan truk itu totalnya sampai Rp1,5 juta itu ke Surabaya, kalau ukuran truknya makin besar lagi bisa sampai Rp2 juta, mahal bener itu,” kata Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita seperti dikutip detikFinance, Senin (28/01/2019).
Zaldy juga mengaku pernah menyampaikan kepada pihak Jasamarga agar tarif truk sebagai kendaraan logistik tak lebih dari Rp800 ribu.
Wakil Ketua Umum Aptrindo, Nofrisel, mengusulkan agar tarif yang berlaku sekarang diturunkan sebesar 20 persen. Dalam Bisnis.com, ia menyatakan Aptrindo tengah menyiapkan kajian mengenai tarif tol tersebut dan akan segera menyampaikannya kepada Badan Pengelola Jalan Tol (BPTJ).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro juga mengusulkan hal yang sama. Dia menyarankan agar diberlakukannya tarif khusus untuk truk, supaya beban tarif yang ditanggung tak terlalu besar. Namun, menurutnya, hal itu masih perlu didiskusikan dengan instansi terkait.
“Jadi ya paling penting nanti tinggal hitung-hitungan lah antara operator tolnya dengan potensial user-nya,” ujar Menteri Bambang di Kantor Bappenas, seperti dikutip Merdeka.com, Jumat (08/02/2019).
Menanggapi hal ini, Corporate Finance Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Eka Setia Adrianto menjelaskan, ada kemungkinan untuk menurunkan tarif tol. Namun harus diimbangi dengan insentif dari pemerintah, agar perseroan tidak mengalami kerugian.
Apalagi, lanjutnya, perseroan juga sudah memiliki perhitungan sendiri dalam menentukan tarif, termasuk menghitung biaya investasi yang digelontorkan dengan masa konsesi yang diberikan. Eka menyampaikan, semakin panjang masa konsesi semakin murah pula tarif tol yang diberikan.
Selain penurunan tarif, Candra Budiawan dan Wakil Ketua Aptrindo Jateng, Bambang Widjanarko, juga sempat mengusulkan, jika pemerintah ingin meningkatkan minat sopir truk untuk menggunakan jalan tol, tidak hanya bisa dilakukan dengan menurunkan tarif. Peraturan tarif jasa angkut pun perlu ditetapkan.
Menurut Bambang, selain tarif, perlu diberikan jaminan keamanan bagi pengemudi truk yang melintas di tol. Selama ini ia banyak mendapat keluhan dari para sopir terkait maraknya aksi kejahatan di tol, seperi pembegalan yang kerap terjadi di area peristirahatan.
Karena itu pula, para pengemudi truk anggota Aptrindo hingga saat ini masih tetap menggunakan jalur Pantura, meski harus menempuh perjalan lebih lama. []