Duit yang Dikirim PMI Tembus 200 Triliun Rupiah, Hong Kong Menduduki Urutan Kedua

JAKARTA – Ketika jalan-jalan di kota makin sempit untuk para pencari kerja, banyak warga Indonesia memilih membuka lembaran baru di negeri orang. Tak melulu karena mimpi besar, tapi karena dorongan hidup yang makin pelik di dalam negeri. jerih payah tersebut mulai terlihat.
Hasilnya terpantul dalam angka kiriman uang dari para pekerja migran (remitansi) kembali menorehkan rekor baru, US$ 15,7 miliar sepanjang 2024-atau sekitar Rp 255,9 triliun (US$1=Rp 16.300) naik dari US$ 14,22 miliar pada 2023. Bahkan pada kuartal I 2025, nilainya sudah menyentuh US$ 4,139 juta, menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah dalam tiga bulan pertama.
Angka tersebut terus membaik. Pada kuartal I-2025, remitansi yang masuk ke Indonesia mencapai US$ 4,139 miliar atau sekitar Rp67,47 triliun. Angka tersebut naik 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tak hanya nilai, jumlah tenaga kerja juga terus meningkat. Jumlah pekerja migran dari Indonesia yang merantau ke luar negeri mencapai 3,91 juta pada 2024. Angkanya melonjak dibandingkan 2023 (3,65 juta) ataupun 2022 (3,6 juta).
Trennya juga terus naik pada tahun ini. Pada kuartal I-2025, jumlah pekerja migran dari Indonesia mencapai 3,966 juta atau melonjak 7% lebih dibandingkan periode yang sama tahun lalu (3,7 juta).
Angka ini menyuarakan realitas sosial-tentang sulitnya mencari kerja di Tanah Air. Kala PHK senyap menghantui dan lowongan menyusut, ribuan orang memilih merantau, tak lagi sekadar ke Malaysia atau Arab Saudi, tapi mulai menyasar Timur Laut Asia, Taiwan, Hong Kong, Jepang. Mereka pergi bukan karena menyerah, tapi karena ingin bertahan.
Tak sedikit yang akhirnya memutuskan untuk “kabur baik-baik”, merantau jauh demi harapan hidup yang lebih layak. Negara tujuan pun mulai bergeser, menunjukkan pola migrasi baru yang menarik.
Hong Kong dan Taiwan jadi dua negara yang mencatatkan lonjakan remitansi terbesar di kuartal I-2025 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kiriman dari Hong Kong naik US$ 110 juta menjadi US$ 613 juta, sementara Taiwan naik US$ 105 juta menjadi US$ 683 juta.
Disusul Jepang dengan lonjakan US$ 43 juta. Malaysia dan Arab Saudi memang masih jadi penyumbang utama remitansi, tapi pertumbuhannya stagnan tanda bahwa pusat gravitasi migrasi tenaga kerja Indonesia mulai bergeser ke Asia Timur.
Fenomena ini juga memberi sinyal bahwa pekerja migran Indonesia semakin menyasar negara dengan sistem kerja lebih formal dan imbal hasil lebih tinggi. Pilihan negara penempatan bukan lagi sekadar berdasarkan kedekatan geografis, tapi juga kualitas hidup dan stabilitas ekonomi yang ditawarkan. Di sisi lain, meningkatnya remitansi juga memperlihatkan peran besar diaspora Indonesia dalam menopang ekonomi rumah tangga dan mengalirkan devisa ke Tanah Air. []