Eddy Tansil, Koruptor Indonesia yang Sukses Jebol Bank Of China
JAKARTA – Lama tak terdengar kabarnya, ternyata saat ini Eddy Tansil sedang bikin pusing otoritas Tiongkok. Dia berhasil mengulang tindakan culasnya di Indonesia dengan membobol bank di China.
Satu dekade setelah kabur dari penjara Cipinang, sebuah media lokal di Tiongkok mengulas kiprah Eddy Tansil yang mengelabui Bank of China Limited.
Melansir dari Tirto.id, Selasa (30/7/2019) skema penipuannya nyaris sama dengan apa yang dia lakukan di Indonesia. Menjual pengaruh koneksinya dengan pejabat tinggi China, Eddy Tansil meminjam uang dari bank pemerintah Tiongkok itu dengan total 389,92 juta renminbi pada 2002—setara Rp791 miliar dengan kurs saat ini.
Jaminannya, ia menggadaikan aset tanah dan dua pabrik miliknya di Putian, sebuah kota di sebelah timur Fujian tempat moyangnya berasal, yakni pabrik bir Golden Spoon Brewery (莆田金匙啤酒有限公司) dan pabrik kaca Golden Spoon Glass (莆田金匙玻璃制品有限公司).
Namun, Eddy membelot dari kewajiban bayar kredit. Karena itu, Bank of China menyeretnya ke jalur perdata. Pada 23 Juli 2003, pengadilan memenangkan gugatan bank, menyita aset Eddy, dan memutuskan agar segera melakukan proses lelang.
Meski begitu, pria kelahiran Makassar ini mengajukan banding, meminta waktu buat menyelesaikan persoalan utang piutang. Normalnya, jika ada iktikad baik pengusaha melunasi utang, kasus kredit macet bisa beres.
Alhasil, pihak pengadilan dan bank setuju atas skema tersebut. Persetujuannya, Eddy Tansil wajib menyetor 2-6 juta renminbi, plus penyerahan aset tanah 325 hektare yang jika diuangkan senilai 30 juta renminbi, selama 31 Oktober 2003 hingga 31 Desember 2004.
Bank memberikan keringanan: sejak 2005 Eddy dibebaskan dari bunga, hanya membayar pokok pinjaman. Tetapi, perjanjian itu tak lebih dari selembar kertas semata. Eddy kembali ingkar janji.
Setelah tiga tahun berlarut-larut, Bank of China angkat tangan. Mereka melimpahkan kasus ini kepada Great Wall Asset Management Co., Ltd., lembaga keuangan negara yang menangani aset-aset bermasalah dari kredit macet bank-bank komersial berpelat merah di China.
Kasusnya bahkan diulas dalam laporan utama Legal Daily, majalah Kementerian Hukum Pemerintah Tiongkok, pada edisi Juni 2006. Pengacara Great Wall Asset Management Zheng Decheng menyebut pengajuan penangguhan penyitaan aset oleh Eddy Tansil adalah “caranya untuk mengakali putusan pengadilan.”
Majalah Legal Daily menulis Eddy Tansil telah memakai semua jenis metode “cerdik” sehingga putusan pengadilan cuma macan kertas: melempem saat proses sita dan lelang aset. Sebaliknya, Great Wall menempuh pelbagai cara buat melawan trik Eddy Tansil.
Salah satunya pada 28 September 2005 meminta Pengadilan Tinggi Fujian menunjuk dua kurator untuk menaksir valuasi aset dua pabrik Eddy Tansil di Putian.
Namun, Eddy menolak hasil kurasi itu. Ia berdalih lembaga kurator yang ditunjuk pengadilan tidak memenuhi syarat. Ia menolak taksiran aset yang dinilianya terlalu rendah.
Alhasil, penyelesaian kasus kembali buntu.[]