Fakta Dibalik Insiden Penembakan Di Papua
Fakta-fakta di balik penembakan massal pekerja PT Istaka Karya di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, masih belum terungkap. Seluruh informasi yang beredar terkait penembakan masih simpang siur.
Sumber-sumber terkait penembakan sebagian besarnya datang dari kubu pemerintah. Sayangnya, pemerintah terlihat tidak kompak. Contohnya saat mengonfirmasi jumlah pekerja PT Istaka Karya yang menjadi korban penembakan.
Rabu (5/12/2018), Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebut korban tewas akibat penembakan mencapai 20 orang, dengan perincian 19 pekerja dan 1 anggota TNI.
Keterangan Tito berbeda dengan Kepolisian Daerah (Polda) Papua yang sebelumnya menyebut korban meninggal dunia mencapai 31 orang. Perinciannya, 24 pekerja dibunuh di lokasi, dan 8 orang lainnya berhasil bersembunyi ke kediaman seorang anggota DPRD.
Namun, sebut laporan Tempo.co, persembunyian itu terbongkar. Tujuh di antaranya ditemukan kelompok kriminal bersenjata (KKB), sementara satu lainnya melarikan diri dan belum ditemukan.
Pada hari yang sama, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko juga menyebut jumlah korban penembakan mencapai 31 orang, keseluruhannya adalah pekerja. Di satu sisi, PT Istaka Karya sebelumnya sudah mengonfirmasi jumlah pekerja mereka di lokasi kejadian–pembangunan dua jembatan–berjumlah 28 orang.
Terakhir, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto kembali memastikan jumlah korban tewas yang dibunuh KKB adalah 19 orang.
Nasib evakuasi korban pun menjadi tidak jelas. Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Martuani Sormin mengatakan, sampai Rabu (5/12/2018), jajarannya belum berhasil menjangkau tempat kejadian perkara (TKP).
Persoalannya ada pada kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Apalagi, perjalanan yang dilakukan aparat adalah dengan berjalan kaki.
Di sisi lain, Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel Infanteri Dax Sianturi melalui keterangan tertulisnya menyatakan satu dari dua anggota TNI yang menjadi korban penyerangan telah berhasil dievakuasi ke Bandara Kenyam, Timika, dengan menggunakan helikopter TNI AD pada Rabu, sekitar pukul 11.55 WIT.
Kontak senjata dengan militer
Di tengah beragam informasi yang beredar, Kolonel Infanteri Muhammad Aidi, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, merilis kronologi terjadinya penembakan.
Kejadian berawal pada Sabtu (1/12/2018). Seluruh pekerja Istaka Karya memutuskan untuk tidak bekerja karena hari itu ada upacara peringatan hari kemerdekaan salah satu KKB.
Sekitar pukul 15.00 WIT, KSB mendatangi kamp Istaka Karya dan memaksa 25 pekerja untuk keluar. Mereka kemudian digiring menuju Kali Karunggame dalam kondisi tangan terikat dan dikawal sekitar 50 KKB.
Minggu (2/12/2018), para pekerja dibawa menuju bukit Puncak Kabo dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan, mereka dipaksa berbaris dengan formasi lima saf sambil berjalan jongkok.
Para anggota KKB kemudian menari-nari sambil meneriakkan suara hutan khas pedalaman Papua. Mereka mulai menembaki pekerja. Sebagian tewas di tempat dan 11 lainnya berpura-pura tertembak.
KKB meninggalkan korban. Nahas, upaya 11 pekerja yang pura-pura tertembak untuk lari ketahuan. Lima di antaranya ditangkap dan dipenggal. Enam lainnya lari, empat ke arah pos Yonif 755/Yalet di Mbua, dan dua lainnya belum diketahui keberadaannya.
Senin (3/12/2018), Pos Yonif 755/Yalet diserang batu. Salah seorang anggota TNI, Serda Handoko, membuka jendela dan tertembak mati. Penembakan itu berbuntut kontak senjata dari pagi hingga malam hari.
Baru pada Selasa (4/12/2018), pos berhasil diamankan oleh satgas gabungan TNI-Polri.
Separatis “akui” penembakan
Berselang dari kronologi Pangdam, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengaku sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penembakan ini.
Mereka membenarkan adanya kontak senjata. “Panglima Daerah Militer Makodap III Ndugama bertanggung jawab terhadap penyerangan sipur pekerja jembatan Kali Aworak, Kali Yigi, dan Pos TNI Distrik Mbua,” kata juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, dalam rilis yang dilansir Republika.co.id.
Pengakuan itu turat menyertakan adanya perintah penembakan dari Panglima Daerah TPNPB Makodap III Ndugama Egianus Kogeya. Menurut Sebby, rencana penyerangan itu sudah disusun sejak proyek pembangunan dimulai.
Menurut Sebby, para pekerja itu bukan anggota sipil melainkan anggota militer yang menyamar.
Nama Egianus Kogoya belakangan muncul sebagai dalang penembakan. Selama ini, aparat keamanan memang menganggap kelompok Egianus Kogoya sering melakukan aksi penyerangan–termasuk salah satunya yang terjadi di lapangan terbang Kenyam, Kabupaten Nduga.
“Jadi, Egianus Kogoya ini dalam catatan kita adalah kelompok yang secara politik bertentangan dengan NKRI. Tak sedikit dari mereka memiliki catatan kriminal,” ucap Letkol Inf Dax Sianturi dalam KOMPAS.com.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pun yakin bahwa kelompok separatis adalah dalang pembunuhan. “Sudah lah, kalau begitu OPM. Masa orang biasa nembak-nembak,” tuturnya dalam CNN Indonesia.
Tudingan kepada kelompok separatis ini pun diragukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua. Dalam pengakuan Kepala Komnas HAM Papua, Frits B Ramandey, aksi ini bukan dilakukan kelompok separatis.
“Komnas HAM lakukan cek kepada beberapa pimpinan OPM, dan mereka sampaikan bahwa itu bukan aksi mereka karena mereka tidak pernah memberi perintah kepada anggotanya untuk melakukan pembunuhan sadis seperti itu,” tutur Frits, dikutip dari Tirto.id.
Pembangunan tetap jalan
Satu hal yang pasti, pemerintah kompak menyebut pembangunan infrastruktur di Papua akan tetap jalan meski tercemar oleh insiden ini.
Menyusul kondisi saat ini, pemerintah telah menurunkan 154 personel gabungan TNI-Polri untuk mengamankan di sekitar lokasi penembakan. Hal ini dilakukan agar masyarakat setempat merasa aman.
Terkait proyek, Moeldoko mengaku nantinya setiap pembangunan yang dilakukan di daerah rawan di Papua akan dikawal aparat keamanan.
“Perusahaan kontraktor atau BUMN perlu pengawalan TNI-Polri agar pembangunan tetap berjalan dengan baik,” sebut Moeldoko. [RN]