January 15, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Fenomena Doom Spending, Perilaku Konsumtif di Masa Sulit

2 min read

JAKARTA –  Doom spending mengacu pada kebiasaan belanja berlebihan yang dilakukan seseorang ketika menghadapi situasi penuh tekanan, seperti krisis ekonomi, pandemi, atau kecemasan akan masa depan. Dalam kondisi ini, orang cenderung membeli barang atau menikmati layanan yang dirasa dapat memberikan rasa nyaman sementara. Meski terlihat menyenangkan, perilaku seperti ini sering berujung pada masalah keuangan di kemudian hari karena kurangnya perencanaan yang matang.

Jangan anggal remeh! Kalau anda suka gaya hidup impulsif, jalan-jalan tanpa persiapan, healing dan self-reward padahal uang pas-pasan. Hati-hati!!!…Mungkin anda terjebak “Doom Spending”

Apa saja ciri-ciri orang jika terkena Doom Spending :

 

  1. Pengeluaran Impulsif dengan nominal yang besar
  2. Membeli barang-barang mewah tapi sebenarnya tidak terlalu penting.
  3. Belanja jadi pearian saat stress dan mengalami emosi negatif lain.
  4. Kesulitan mengelola emosi, sehingga belanja impulsif sering membawa penyesalan.

 

Selama pandemi COVID-19, fenomena doom spending semakin nyata. Banyak orang menghabiskan uang untuk hal-hal yang kurang esensial, seperti pakaian atau perangkat elektronik. Belanja online yang mudah diakses membuat perilaku konsumtif ini sulit dihindari. Ketidakpastian ekonomi dan tekanan psikologis juga menjadi pemicu utama meningkatnya pengeluaran impulsif di tengah masyarakat.

Menurut Psychology Today, Doom Spending terjadi ketika seseorang berbelanja secara berlebihan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi selanjutnya. Perilaku tersebut menurut para ahli dipicu sebagai mekanisme kaum Gen Z hingga Milenial untuk menenangkan diri dari sikap pesimisme menghadapi kondisi ekonomi di masa depan yang dianggap terus menunjukkan tren memburuk. Selain menyebabkan kesenjangan ekonomi yang semakin besar, perilaku ini juga muncul ketika seseorang merasa stres yang dipicu oleh berbagai faktor.

Namun, perilaku ini sering menimbulkan dampak negatif. Ketika uang semakin berkurang, individu justru merasa lebih stres karena menghadapi masalah keuangan baru. Situasi ini sering menciptakan siklus berulang, di mana rasa cemas mendorong lebih banyak pengeluaran tanpa kendali. Akibatnya, mereka bisa terjebak dalam utang dan kesulitan untuk keluar dari kondisi tersebut.

Mengatasi doom spending memerlukan kesadaran terhadap pemicu emosional yang memengaruhi perilaku belanja. Penting untuk merencanakan anggaran secara cermat dan berkomitmen untuk mengikutinya. Mengalihkan fokus ke aktivitas positif seperti olahraga, meditasi, atau hobi juga dapat menjadi cara efektif untuk mengurangi dorongan belanja impulsif.

Untuk jangka panjang, memahami pentingnya manajemen keuangan adalah langkah kunci. Literasi keuangan membantu individu membuat keputusan yang lebih bijak dan mengelola uang dengan lebih baik. Dengan pendekatan ini, orang dapat menghadapi ketidakpastian hidup tanpa harus mengorbankan kestabilan finansial dan emosional mereka. []

Advertisement
Advertisement