Gunung Merapi Waspada Karangetan Tanggap Darurat, Sejak Pagi Lava Panas Berguguran
Dua gunung berapi aktif sedang menggeliat di Nusantara. Mereka adalah Gunung Merapi yang terletak di antara Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, serta Gunung Karangetang, yang berada di Pulau Siau, Sulawesi Utara.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegempaan Geologi (BPPTKG) baru saja mencatat adanya guguran lava lagi dari Gunung Merapi pada Jumat (08/02/2019).
Namun, hal ini tak menaikkan status Gunung Merapi. Sejak 21 Mei 2018 statusnya masih waspada. BPPTKG pun menegaskannya dengan tagar #statuswaspada pada setiap cuitan mengenai aktivitas Gunung Merapi.
Berdasarkan data seismik, sejak pukul 00.00-06.00 WIB, gunung yang terletak di antara perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta itu memuntahkan 13 kali guguran dengan durasi 16-77 detik. Dua guguran tampak meluncur dari Gunung Merapi ke arah Kali Gendol dengan jarak luncur 200-750 meter.
Lalu pada pukul 06.00-12.00 WIB jumlah guguran berkurang menjadi 8 kali dengan durasi 12-53 detik. Teramati pula 1 kali guguran meluncur ke arah Kali Gendol dengan jarak luncur 500 meter.
Menurut catatan terakhir BPPTKG, cuaca di sekitar gunung berketinggian 2.930 m dpl itu pada Jumat (08/02/2019) pagi mendung dengan suhu udara 21 derajat Celsius, kelembapan 73 persen RH, tekanan 946,1 Hpa, sementara angin terbilang tenang.
Sebelumnya, Gunung Merapi juga mengeluarkan lava pada Kamis (07/02/2019). Dalam 24 jam tercatat sebanyak 136 kali guguran awan panas meluncur dari sana.
Jarak luncurannya mencapai kurang lebih 2 kilometer, dengan Amplitudo 70, durasi 215 detik, dan mengarah ke Hulu Kali Gendol.
“Iya, benar teramati guguran awan panas pukul 18.28 WIB,” ujar Kepala Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, Sunarta saat dihubungi Kompas.com, Kamis (07/02/2019).
Luncuran lava pun masih berada dalam radius bahaya yang telah ditetapkan, yakni 3 kilometer dari puncak, sehingga situasi masih terbilang aman.
Masyarakat diminta tetap tenang. Namun, jalur pendakian untuk sementara tidak direkomendasikan, kecuali untuk kepentingan penelitian sebagai upaya mitigasi bencana.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan bahwa awan panas guguran tersebut masih tergolong kecil seperti awan panas guguran yang pernah keluar dari Gunung Merapi pada 29 Januari 2019.
Berdasarkan analisis morfologi kubah lava Gunung Merapi yang terakhir dirilis BPPTKG, volume kubah lava gunung itu telah mencapai 461.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan 1.300 meter kubik per hari atau lebih kecil dari pekan sebelumnya.
Kubah lava masih stabil dengan laju pertumbuhan yang masih rendah, rata-rata kurang dari 20.000 meter kubik per hari.
Tanggap darurat di Gunung Karangetang
Jika Gunung Merapi masih bertahan dalam status waspada, lain halnya dengan Gunung Karangetang.
Dalam waktu erupsi yang nyaris bersamaan dengan Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Biaoa (Sitaro), Sulawesi Utara telah menetapkan gunung berketinggian 1.827 m dpl itu berstatus tanggap darurat sejak Rabu (06/02/2019) malam.
Status ini akan berlaku hingga 12 Februari 2019. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi di lapangan, serta rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMGB) dan hasil rapat koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kantor Pengamatan Gunung Karangetang, dan BNPB.
“Namun bila dipandang perlu status ini dapat ditinjau kembali sesuai kebutuhan. Sementara ini jarak 500 meter dari aliran lava disterilkan atas arahan BPBD,” kata Kapusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, seperti dikutip detikcom, Jumat (08/02/2019).
Akibat erupsi ini, Pemkab Sitaro melakukan evakuasi terhadap 132 warga atau 77 kepala keluarga di Kampung Niambangen ke pos pengungsian di daerah Paseng yang berada tepat di kompleks perumahan bupati.
Pemerintah setempat juga telah melakukan koordinasi penanganan bencana bersama dengan sejumlah instansi terkait. Rapat yang dihadiri oleh Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, BPBD dan BNPB itu menginformasikan sejumlah hal mengenai penanganan bencana.
Misalnya soal pengiriman bantuan logistik ke Kampung Batubulan dan Kampung Beba yang terisolir disebabkan terputusnya jalan darat akibat aliran lava dan batu dari Gunung Karangetang. Sedangkan bantuan yang didistribusikan melalui laut terhambat angin laut dan ombak yang besar. [Tasya]