Gunung Soputan Di Sulawesi Meletus, Aliran Lahar Mengancam Warga
Saat Sulawesi berkutat dalam penanganan dampak tsunami dan gempa di Palu dan Donggala, gunung Soputan di Sulawesi Utara meletus, namun keadaan diyakini cukup aman karena dalamradius 4km tidak ada pemukiman.
Letusan gunung yang terletak di di Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi Utara itu trjadi pada Rabu (03/10/2018) pukul 08.47 WITA, terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 39 mm dan durasi sekitar 6 menit.
Kolom abu dengan tekanan kuat teramati berwarna kelabu hingga coklat dengan intensitas tebal condong ke arah barat dan barat laut, seperti disebutkan Sutopo Purwo Nugroho, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Menurut Sutopo dalam jumpa pers di kantor BNPB, tak ada korban meninggal dunia maupun luka, dan tak ada pengungsian.
“Karena warga sudah siaga,” katanya.
Disebutkan, pengamatan Gunung Soputan PVMBG melaporkan tinggi kolom abu vulkanik teramati sekitar 4.000 meter di atas puncak kawah atau 5.809 m di atas permukaan laut.
Hujan abu vulkanik diperkirakan jatuh di daerah di barat-barat laut Gunung Soputan, namun tidak mengganggu penerbangan. Sejauh ini Bandara Internasional Sam Ratulangi di Kota Manado yang berada di Tenggara Gunung Soputan, tetap beroperasi normal.
Menurut Sutopo, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulut, sudah membagikan masker, namun masyarakat belum perlu mengungsi karena masih aman. Dianjurkan warga tak melakukan aktivitas di radius 4km, dan kebetulan di radius itu tak ada pemukiman.
Betapa pun, masyarakat harus mewaspadai potensi ancaman aliran lahar yang dapat terjadi setelah terjadinya erupsi, ketika material letusan terbawa oleh air, terutama pada sungai-sungai yang berhulu di sekitar lereng Gunung Soputan, seperti Sungai Ranowangko, Sungai Lawian, Sungai Popang dan Londola Kelewahu. Sejauh ini, Gunung Soputan berada pada Status Level III (Siaga).
Gunung Soputan kali pertama meletus pada 1785. Tak ada info terkait mengenai kali pertama gunung itu meletus. Setelah itu, sudah beberapa kali gunung itu meletus. Gunung Soputan berbeda dengan gunung berapi di Minahasa lainnya. Gunung ini merupakan paling giat dan sering meletus baik eksplosif maupun efusif. Jangka waktu meletus berkisar satu sampai dua tahun. Ketika meletus pada 1907, gunung ini kembali meletus satu tahun kemudian pada 1908, 1909, 1910, 1911,1912 dan 1913. Jangka terpanjangnya adalah berkisar 45 tahun setelah letusan itu.
Pada 1966, letusan terjadi di Kawah Soputan. Ketika itu isi lava lereng barat menutup lubang kepundan Soputan. Harian Kompas pada 29 Mei 1966 mewartakan bahwa rumah penduduk yang berada di kaki Gunung Soputan mendapati aktivitas gunung dan menerima hujan abu setebal 10 sentimeter. Letusan diawali dengan dentuman dan gemuruh dibarengi oleh asap yang melambung tinggi. Pada waktu itu, penduduk kampung Tonsewer, Tewure, Kamonang, Tumaratas, Rangitis, Amperung terpaksa mengungsi.
Namun tercatat, letusan Gunung Soputan yang paling hebat terjadi 30 tahun silam terjadi pada 1982. Debu panas disertai api sampai ketinggian 4.000 meter yang menyebabkan hujan abu vulkanik, ketika itu ketebalan abu vulkanis sekitar 30 sentimeter dan menutupi rumah warga. Dalam tahun itu juga terjadi sekitar 6 letusan dan selain mengeluarkan asap tebal, juga bersamaan letusan itu dilontarkan material kerikil kecil dan pasir.
Muntahan larva mulai melanda desa yang berada di sekitar gunung dengan jarak 15 kilometer. Sekitar 500 rumah rusak dan mengancam sekitar 32.000 penduduk pada daerah itu. Peristiwa itu tercatat sebagai terparah pada era 1980-an. Khusus periode 1980-an, tercatat beberapa kali letusan beruntun. Setelah itu barulah letusan di Gunung Soputan naik turun, menunjukkan aktivitasnya walau kecil antara 1990-an sampai 2000-an.
Terakhir meletus pada Januari 2016. Ketika itu Gunung Soputan meluapkan hujan abu vulkanik sampai ke Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Tenggara. Abu tipis terus turun dan menghujani beberapa daerah dikedua wilayah tersebut. Hujan abu juga mulai turun di sebagian Kabupaten Minahasa dengan dampak yang paling terasa tepatnya di Kecamatan Langowan.[]