Hampir Dua Ribu PMI Meninggal, Jokowi Berjanji Akan Tindak Tegas Perdagangan Orang

JAKARTA – Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo akan menindak keras sindikat perdagangan manusia, menyusul pernyataan para pejabat pada Selasa bahwa dua warga Indonesia meninggal hampir setiap hari dalam tiga tahun terakhir akibat pelecehan, kecelakaan dan sakit setelah dikirim ke luar negeri secara ilegal.
Sebanyak 1.935 pekerja migran Indonesia meninggal dan 3.600 lainnya mengalami depresi, kehilangan ingatan atau cacat fisik, kata Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), mengutip data sejak 2020.
“Artinya tiap hari dua peti jenazah masuk ke Tanah Air kita. Diyakini 90 persen dari angka itu diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani kepada jurnalis usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi.
“Presiden sudah memerintahkan perang melawan sindikat ini harus terus dilakukan, negara tidak boleh kalah, negara harus hadir, dan hukum harus bekerja. BP2MI telah mengambil langkah-langkah peperangan itu, sejak tiga tahun saya memimpin Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” kata Benny.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD mengatakan Presiden Jokowi meminta aparat menindak pelaku perdagangan orang.
“Presiden memerintahkan ada langkah-langkah cepat dalam sebulan ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa polisi, tentara, dan aparat pemerintah yang lain bertindak tepat,” kata Mahfud.
Benny mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir telah menangani sekitar 94.569 pekerja migran Indonesia yang dideportasi dari negara-negara Timur Tengah maupun Asia dan sekitar 90 persen berangkat secara tidak resmi.
World Bank pada 2017 merilis bahwa ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri padahal sistem komputerisasi BP2MI hanya mencatat sekitar 4,7 juta, kata Benny.
“Jadi asumsinya adalah ada 4,3 juta mereka orang Indonesia yang bekerja di luar negeri yang berangkat secara unprocedural dan diyakini oleh sindikat penempatan ilegal,” ujar Benny.
BenarNews mencoba mengonfirmasi kepada Humas BP2MI Muhammad Hapipi soal di negara mana saja para pekerja migran Tanah Air meninggal dunia, namun dia hanya menjawab wilayah Timur Tengah dan Asia tanpa menjelaskan secara detail.
Minggu lalu sebanyak 46 pekerja migran Indonesia tiba di Indonesia dari Myanmar dan Filipina, di mana mereka dipaksa bekerja di perusahaan penipuan daring. Mereka terdiri dari 26 korban di Myanmar, dan 20 korban di Filipina.
Mereka termasuk di antara ratusan orang Indonesia yang menjadi korban sindikat perdagangan manusia yang beroperasi di seluruh Asia Tenggara, mengeksploitasi perbatasan yang rapuh dan penegakan hukum yang lemah.
Pihak berwenang mengatakan 200 korban perdagangan orang berkewarganegaraan Indonesia masih berada di Filipina dan akan dipulangkan secara bertahap.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Laos juga telah menerima laporan bahwa 45 warga Indonesia telah keluar dari sindikat penipuan daring di Golden Triangle Special Economic Zone.
Masalah regional
Indonesia merupakan salah satu negara sumber pekerja migran terbesar di dunia, dengan perkiraan 9 juta warganya bekerja di luar negeri pada tahun 2017, menurut laporan Bank Dunia. Namun hanya sekitar 4,7 juta yang terdaftar resmi oleh lembaga perlindungan tenaga kerja, artinya sisanya dapat dimanfaatkan oleh sindikat penempatan ilegal.
Sebagian besar pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang bekerja di sektor berupah rendah seperti pekerjaan rumah tangga dan manufaktur, terutama di negara Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Hong Kong dan Taiwan.
Para pemimpin ASEAN pada pertemuan puncak di Labuan Bajo, NTT, awal bulan ini menyerukan pendekatan regional untuk memerangi perdagangan manusia dan menyepakati deklarasi pertama mereka tentang bahaya penipuan online.
Para pemimpin mencatat meningkatnya penyalahgunaan teknologi dalam memfasilitasi perdagangan manusia di Asia Tenggara dan secara global, yang didorong oleh penyalahgunaan media sosial dan platform online lainnya.
Menurut Mahfud, Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 memiliki peranan penting mengatasi perdagangan orang, khususnya di wilayah Asia Tenggara.
“Semua negara ASEAN meminta kepada kita, Indonesia, agar mengambil posisi kepemimpinan dalam tindak pidana perdagangan orang ini karena ini adalah kejahatan lintas negara dan sangat rapi kerjanya,” ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan upaya untuk memberantas perdagangan orang kerap terkendala masalah birokrasi dan oknum petugas yang terlibat terhadap tindak pidana ini.
“Presiden tadi memerintahkan kepada Kapolri tidak ada backing-backing-an karena semua tindakan yang tegas itu di-backing oleh negara. Tidak ada backing-backing-an bagi penjahat,” ujar Mahfud.
Terorganisir
Anggota DPR Netty Prasetiyani mengungkapkan perdagangan orang di Indonesia sangat terorganisir dan rapi.
“Adakalanya permainan mafia tindak pidana perdagangan orang ini melibatkan oknum petugas, sehingga dapat terus beroperasi meskipun sudah ada perangkat hukumnya. Pemerintah jangan kalah strategi,” kata dia dalam keterangannya kepada BenarNews.
Oleh sebab itu, Netty meminta pemerintah agar berani membongkar sampai ke akar-akarnya, termasuk membersihkan dan memproses hukum oknum yang diduga terlibat.
“Jika serius melindungi rakyatnya, pemerintah harus membersihkan mafia tindak pidana perdagangan orang, termasuk menyisir oknum-oknum petugas yang terlibat,” kata Netty.
Turun peringkat
Dalam laporan Departemen Luar Negeri AS yang terbaru terkait upaya negara-negara memerangi perdagangan manusia pada tahun 2022, peringkat Indonesia turun dari sebelumnya Tier (peringkat) 2 ke Tier 2 Watch List, karena investigasi atas kejahatan trafficking terus menurun selama lima tahun dan vonis juga berkurang dalam empat tahun berturut-turut.
Pada tahun 2021, Indonesia mendapat pujian karena menginvestigasi, menuntut, dan menghukum agen perekrutan terkait kerja paksa pekerja Indonesia di atas kapal penangkap ikan Tiongkok. Namun setahun kemudian, pemerintah belum berhasil menangani keterlibatan pejabat dalam kejahatan perdagangan manusia, kata Departemen Luar Negeri AS.
“Kurangnya prosedur identifikasi korban yang kuat dan sistematis terus menghambat identifikasi proaktif korban secara keseluruhan, terutama korban laki-laki, sementara layanan perlindungan pemerintah tetap tidak memadai karena tidak secara khusus menangani kebutuhan korban perdagangan orang,” kata laporan tersebut. []