April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Hebat, Dua Anak PMI Bikin Bangga Negeri Ini

2 min read

MALANG – Keduanya saling tersenyum, di sebuah gazebo Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, selasa (5/3) lalu.

”Ibu saya TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Taiwan, sejak 2015 tapi April atau Mei ini insyaAllah pulang,” kata Dewi Ermawati dikutip dari Tugu Malang.

”Kalau ibu saya, TKW di Malaysia,” kata Ismail Eddy Kurniawan menyahuti. Sedangkan, ayah kedua mahasiswa dari Fakultas Teknologi Pangan (FTP) ini sudah meninggal dunia. Keduanya, berasal dari keluarga pas-pasan.

Tapi, keduanya tak patah arang. Bahkan, 21-23 Februari lalu, keduanya membuat bangga kedua orang tua mereka, atau mungkin, semua orang yang membaca cerita from zero to hero kedua mahasiswa ini. Ya, ketika itu, keduanya meraih Medali Perunggu dalam ajang Asian Youth Inovation Award di Malaysia.

Even ini terbilang prestisius karena memperlombahkan inovasi mahasiswa tingkat Asean. Selain dari Indonesia, ada perwakilan dari Malaysia, Filipina, Singapura, dan lain-lain. Total ada sekitar 30 kelompok, yang memamerkan produk inovasi mereka.

”Sebelumnya produk karya kami ini juara tiga di Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) tahun lalu di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta),” kata Dewi.

Selain keduanya, sebenarnya ada satu mahasiswa FTP UB lagi yang tergabung, yakni Yukari Latifatul Auliya, tapi ketika diwawancara Yukari absen. Mereka dibimbing oleh dosem pembimbing bernama Dewi Maharini S.TP. M.SC.

Alat yang mereka buat adalah alat senetasi dan preservasi untuk buah dan sayuran. Intinya, alat ini ingin menjawab ke khawatiran mereka sendiri yakni, bahwa sayuran dan buah-buahan tidak sepenuhnya aman untuk langsung di konsumsi.

”Karena bisa jadi sayuran dan buah-buahan yang dibuat itu, mengandung pestisida,” kata Ismail yang merupakan mahasiswa asal Tulungagung.

Cara kerjanya adalah, setidaknya ada dua proses kerja alatnya. Yakni, buah atau sayuran, di masukan kedalam alat yang mereka ciptakan. Proses yang pertama ini, untuk menghilangkan miroba pembusuk dan pestisida.

”Sedangkan proses kedua, agar buah-buahan dan sayur-sayuran bisa lebih awet di simpan,” imbuh pria 22 tahun ini.

Dengan alat itu, buah dan sayuran, bisa lebih awet di simpan. Dia mencontohkan buah Apel, tanpa alat itu, bisa tahan sekitar dua minggu.”Tapi dengan alat ini bisa tahan 25 hari,” imbuhnya.

Karena inovasi ini, mereka meraih juara tiga di Malaysia. Ini tentu membanggakan. Apalagi, bagi Ismail, yang ibunya yakni Nur Rukiah, bekerja sebagai TKW di Malaysia.

”Setelah perlombaan, ibu saya senang sekali, kita semua diajak jalan-jalan ke Mall, dan dibeliin oleh-oleh,” imbuhnya.

Kendati keduanya sudah membuat bangga orang tua mereka sebagai TKW, tapi mereka terus ingin mengembangkan alat ini.

”Terdekat kita ingin jadikan alat ini sebagai skripsi kami, supaya semakin berkembang,” kata Dewi.

Setelah lulus kelak, keduanya ingin mendapatkan pekerjaan yang bisa mensejahterakan orang tua mereka.

”Saya ingin jadi analis,” kata Dewi.

”Saya ingin jadi dosen,” sahut Ismail.

Selama ini, keduanya memang hidup sederhana di Malang. Karena, keduanya adalah mahasiswa Bidik Misi yang mendapatkan jatah uang saku oleh pemerintah Rp 650 ribu dalam sebulan.

”Tidak cukup, makanya kami ikut lomba-lomba kayak gini, kalau menang lumayan dapat dari Fakultas dan Universitas,” kata Ismail.

”Tapi kadang kalau uang saku tidak cukup, kita minta kiriman ke orang tua,” pungkas Dewi. [Tugu Malang]

Advertisement
Advertisement