Hentikan Sebar Foto Aib di Sosial Media, Sebab Begini Konsekwensinya
JAKARTA – Dalam beberapa waktu terakhir, semakin banyak akun di media sosial yang dengan sengaja menyebarkan atau mengunggah foto aib seseorang secara publik tanpa izin.
Instagram, WhatsApp, dan Twitter menjadi tempat yang digunakan untuk melakukan tindakan tersebut. Sayangnya, banyak dari pelaku tersebut merupakan anak muda yang seharusnya menjadi teladan dalam menjunjung moral dan menghormati privasi orang lain.
Masitoh Indriani SH LLM, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat melanggar hukum. Jika seseorang ingin memfoto orang lain dengan tujuan tertentu, penting bagi mereka untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan.
“Ketika seseorang atau media ingin mempublikasikan konten atau merekam, secara prinsipnya, jika terdapat persetujuan atau konfirmasi, maka itu tidak dianggap sebagai pelanggaran privasi. Namun, jika dilakukan tanpa izin, tentu saja itu merupakan pelanggaran,” jelas Masitoh pada Minggu (09/07/2023).
Masyarakat perlu memahami batasan privasi setiap individu ketika ingin mengambil foto atau merekam sesuatu. Secara hukum, privasi merupakan hak setiap individu untuk menentukan apakah informasi tentang dirinya dapat disebarluaskan untuk kepentingan publik atau tidak. Masyarakat juga diharapkan untuk mematuhi Pasal 28G ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak privasi seseorang.
“Selanjutnya, berdasarkan berbagai kajian norma, hak privasi ini termasuk hak yang dapat dikurangi dalam keadaan tertentu (derogable rights). Pengurangan hak ini tentunya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Pelanggaran Hak Privasi
Masitoh menjelaskan bahwa Indonesia memiliki beberapa peraturan yang mengatur tentang hak privasi seseorang. Salah satunya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU tersebut, yang telah mengalami revisi pada tahun 2016, mengatur penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik, termasuk hak privasi atau pribadi seseorang.
“UU ITE mengatur dengan jelas konsekuensi pelanggaran sesuai dengan Pasal 26, termasuk mekanisme hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik data yang merasa dirugikan,” jelas Masitoh, yang juga merupakan dosen di Fakultas Hukum UNAIR.
Selain UU ITE, terdapat juga Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan pada tahun 2022. UU ini secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi seseorang. Terdapat banyak sanksi hukum yang terkait dengan pelanggaran hak privasi seseorang dalam UU PDP.
“Undang-undang ini dengan jelas mengatur sanksi bagi individu maupun Penyelenggara Sistem Elektronik, baik yang bersifat pribadi maupun publik. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administratif maupun pidana,” ungkapnya.
Masitoh menekankan bahwa penegakan hukum dan pemahaman masyarakat terhadap privasi menjadi tantangan bersama dalam penerapan kedua peraturan tersebut.
“Tentunya, tugas kita bersama adalah untuk tetap menjaga makna dan pentingnya privasi, menghormatinya, serta menerapkannya dalam penegakan hukum. Media juga memiliki peran yang besar dalam hal ini,” harapnya.
Selain itu, Masitoh juga menyebutkan pedoman penghormatan privasi yang diterapkan di Uni Eropa, yaitu Guidelines on Safeguarding Privacy in the Media. Pedoman yang dikeluarkan oleh Council of Europe tersebut memberikan panduan dalam melindungi privasi tokoh publik dan individu pribadi di media.
“Di Indonesia, Dewan Pers telah memiliki standar etik dalam pemberitaan berupa Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” tambah Masitoh. []