Hikmah Memanfaatkan Masa Muda Untuk Berbuat Kebaikan Sebanyak-Banyaknya
ApakabarOnline.com – Hidup itu sebenarnya adil dalam hal waktu. Bahwa setiap orang memiliki waktu yang sama setiap harinya dan tergantung pada pilihan setiap orang mau menggunakan waktunya untuk apa.
Makanya, ada pepatah yang mengatakan bahwa orang yang menyia-nyiakan waktu justru sebenarnya merugi.
Kehidupan manusia ada dalam lingkup waktu. Begitu pentingnya waktu, Allah SWT sampai bersumpah “demi waktu” dalam beberapa surah dalam Al-Qur’an. Di antaranya, Allah bersumpah dalam QS. Al-Fajr ayat 1, demi waktu fajar.
Dalam surah itu Allah memberikan waktu kepada manusia untuk digunakan sebanyak-banyaknya untuk berpikir, merenung, dan merencanakan apa yang akan dilakukan.
Mengutip dari Muhammadiyyah.or.id, “apakah lebih banyak dipakai taat atau maksiat?” tanya Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad dalam sebuah khutbah Jumat.
Waktu fajar diibaratkan sebagai masa muda. Masa ketika manusia berada dalam puncak fisik yang kuat dan kokoh. Dadang menyayangkan bila masa muda dihabiskan untuk hidup foya-foya tanpa amal saleh. Padahal, di usia yang prima seharusnya dimanfaatkan untuk beramal saleh, giat menuntut ilmu, agar kelak saat dewasa bisa produktif berkarya.
“Masa muda Anda yang penuh dengan , kakinya, sendinya, dan fisik lainnya masih kuat, tapi dipakai untuk apa? Apakah maksiat atau taat beriman kepada Allah? Semoga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya,” harap Dadang.
Selanjutnya, kata Dadang, Allah SWT bersumpah demi waktu dhuha dalam QS. Ad-Duha, yang isinya perintah dari Allah SWT agar manusia berkarya dan berbagi dengan sesama menjadi manusia yang produktif.
Kemudian Allah bersumpah dalam QS. Al-Ashr, demi waktu asar. Dalam surah itu Allah menegaskan, seluruh manusia merugi bila mereka menyia-nyiakan masa muda. Selain itu, Allah bersumpah pada Surah Al Lail, demi waktu malam.
Apa yang hendak disampaikan Dadang ini memiliki filosofi bahwa ketika manusia di waktu fajar atau masa muda, maka harus giat belajar dan beramal saleh. Di waktu dhuha atau usia produktif, manusia bisa bekerja dan berbagi, di waktu asar atau usia senja menjadi masa di mana ia tidak akan merugi. Terakhir, di waktu malam atau sesudah meninggal, manusia itu akan dapat “tidur” dengan nyenyak atau tenang.
“Sinar saya sebentar lagi terbenam, sekarang di usia senja. Saya tidak mengharapkan terlalu panjang karena kata Rasul, umur manusia itu di antara 60 atau 70 tahun, sangat jarang yang melewati usia 100 tahun. Kita rugi kalau tidak punya prestasi di mata Allah,” tutur Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunungjati ini.
Mengutip dari republika.co.id, seorang mahasiswa misalnya, menghabiskan waktunya bukan untuk membaca buku atau diskusi ilmiah, tapi dengan duduk-duduk sambil ngobrol tanpa arah. Tentulah di sela-sela obrolan itu ada gibah. Sungguh, yang demikian itu suatu kerugian yang nyata. Waktunya terbuang, sementara pengetahuannya tidak bertambah.
Bagi yang paham pentingnya memanfaatkan waktu, ia akan menyadari makna kehidupan sebenarnya. Waktunya digunakan dan dihabiskan sebagai persiapan untuk menjalani perjalanan abadi.
Memperbanyak bekal untuk kehidupan setelah mati, hingga memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Adapun yang lalai, ia hanya membawa bekal sekadarnya, atau bahkan menjalani perjalanan abadi tanpa bekal sama sekali.
Seorang yang beriman, tidak akan menyia- nyiakan waktu sedetik pun. Ia senantiasa menghabiskan waktunya semata-mata untuk lebih dekat dengan Allah SWT dan selalu menyajikan yang terbaik dalam kata dan perbuatan.
Niatnya selalu tegak untuk melakukan segala kebaikan. Motivasinya jelas, mengharap ridha Allah semata. Ia senantiasa berhati-hati dalam berbuat. Perkataannya selalu dijaga agar tidak melukai orang lain.
Tindakannya penuh perhitungan supaya tidak merugikan orang lain. Ia menyadari bahwa waktu tak akan bisa terulang kembali. Maka sudah sepatutnya dihabiskan dalam kebajikan.
Sungguh, waktu kita di dunia ini amatlah terbatas. Kematian akan memutus waktu dan kesempatan berbekal sebanyak mungkin untuk kehidupan akhirat. Seseorang yang sadar bahwa kematian akan memotong seluruh usaha dan amal, ia akan senantiasa beramal dan bekerja di masa hidupnya untuk memperoleh pahala dan ganjaran yang abadi.
Jika memiliki harta di dunia, ia akan berusaha untuk mewakafkannya. Menanam tanaman yang bisa dinikmati generasi penerus. Berusaha membangun keluarga yang bisa mendoakan ketika dirinya telah menghadap Allah SWT dan segala amalan yang pahalanya bisa dipetik tanpa henti.
Ia juga akan menulis buku yang bisa dibaca setiap orang setelahnya. Sebab ia tak menginginkan kerugian.
Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an, betapa rugi manusia yang tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Kecuali bagi orang yang beriman, beramal kebajikan, dan yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran (Al-Asr [103]: 1-3). Mereka itulah yang akan mendapatkan keuntungan.
Maka dari itu gunakanlah setiap detik umur kita sebaik mungkin. Bersegeralah sebelum kesempatan itu lenyap. Berlombalah dengan waktu, lawanlah nafsu, taklukkan malas, dan carilah bekal sebanyak-banyaknya. Karena, saat semuanya telah terlambat, takkan berguna lagi penyesalan di kemudian.
Jadi, kita sebagai seorang Muslim, pergunakanlah waktu sebaik mungkin atau manfaatkan waktu yang ada, waktu yang masih diberikan oleh Allah SWT untuk melakukan kebaikan. []