Hukum Melalaikan Amanah
JAKARTA – Selain sebagai salah satu sifat wajib yang dimiliki dengan disebut rasul, kata amanah sangat familiar di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Kata kepercayaan juga sering disebut dalam kehidupan organisasi dan pekerjaan.
Namun, apa sebenarnya arti kepercayaan atau amanah? Mengapa kata amanah begitu erat kaitannya dengan kepemimpinan? Arti kata amanah adalah dapat dipercaya.
Kata tersebut berasal dari bahasa Arab, amuna-ya’munu-amānatan. KBBI juga telah merilis terjemahan resmi arti kata “trust” dalam bahasa Indonesia. Kepercayaan adalah sesuatu yang didelegasikan atau didelegasikan kepada orang lain.
Sebuah kasus di bumi dimana Islam menetapkan hukum berdasarkan 4 sumber. Empat sumber itu adalah Al-Qur’an, Hadits, ijma, dan qiyas.
Setidaknya ada 2 hadis yang membahas tentang keharusan seseorang memiliki sifat amanah, sebagai berikut:
Hadis Riwayat Ahmad
(Laa iimaana liman laa amaanata lahu walaa diina liman laa ‘ahdahu)
Artinya:
“Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji” (Hadis Riwayat Ahmad).
Dalam hadis tersebut, kita dapat melihat bahwa sifat amanah dijadikan sebagai indikator kesempurnaan iman seseorang. Padahal, tentu masih banyak lagi sifat terpuji selain amanah. Oleh karena itu, sifat amanah wajib dimiliki karena dapat menjadi gambaran tingkat keimanan seseorang.
Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
(Haddatsnaa abdulloh ibnu maslamata an maalikin an abdillah ibni diinarin an abdillah ibni ‘umaro anna rasuul allahi SAW qoola: alaa kullukum rooin wa kullukum masuulun an roiyyatihi. Fal amiirul ladzii alan naasi roo’in alaihim wa huwa masuulun ‘anhum)
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA dari Nabi SAW sesunggguhnya bersabda; “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Seperti yang telah kita lihat, hadits ini memberi tahu kita bahwa seorang pemimpin bukan hanya seseorang yang memiliki lingkup kekuasaan atau yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya.
Ada dua amalan yang akan tetap berdiri tegak di kedua sisi sirath, bukan amalan-amalan ibadah lainnya. Apa amalan yang dapat berdiri dengan tegak tersebut? Kedua amalan tersebut adalah amanah dan silaturahim.
Mengapa dari sekian banyak amalan ibadah yang dapat berdiri tegak di antara kedua sisi sirath justru dia amalan tersebut? Karena bagi Allah kedua amalan tersebut sangat agung dan bagi manusia yang dapat mendirikan kedua amalan tersebut dengan benar akan dipermudah jalannya saat melintasi sirath.
Jadi ketika ada yang melalaikan amanah akan ada balasan yang setimpal dari Allah di hari melewati jembatan sirath. Karena Allah membenci orang yang tidak amanah.
Dalam riwayat Hufaidzah r.a Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Lalu, mereka mendatangi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, lantas ia pun berdiri. Maka diizinkanlah untuknya, dan diutuslah amanah serta silaturahim, lalu keduanya berdiri di kedua tepi shirath, kanan dan kiri. Maka yang pertama di antara kalian melewatinya seperti kilat.”
Dalam riwayat Al-Jubair bin Muth’im r.a. ditegaskan lagi. Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahim.”
Al-Mulla Ali Qari r.a. berkata, “At-Turabasyti r.a. berkata, “Yang beliau maksudkan kedua tepi sirath ialah kedua sisi shirath yang kanan dan kiri.”
Saking mulia dan agungnya kedua amalan tersebut, Allah mengharuskan hamba-hambaNya agar selalu memperhatikan hak amanah serta silaturahim yang mana hak tersebut harus dipenuhi dan dilakukan. Karena nantinya akan diperlihatkan mana orang yang benar-benar amanah atau yang khianat serta orang yang menyambung silaturrahim atau orang yang memutuskannya.
Diriwayatkan secara mauquf (jalur yang periwayatnya hanya sampai sahabat) bahwa Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Berperang di jalan Allah dapat menghapus seluruh dosa, kecuali amanah.” Ia berkata lagi, “Didatangkanlah lagi seorang hamba pada hari kiamat, meskipun ia telah berperang di jalan Allah, lantas dikatakan (kepadanya), ‘Tunaikanlah amanahmu!’ Hamba itu berkata, ‘Ya Rabbku, bagaimana saya dapat menunaikannya, sementara dunia telah berlalu?’
Maka dikatakan, ‘Bawalah ia ke neraka Hawiyah.’ Lalu, hamba itu dibawa pergi ke neraka Hawiyah. Lantas amanah itu tampil di hadapannya sebagaimana bentuknya pada saat amanah itu diserahkan kepadanya. Kemudian hamba itu melihatnya dan mengenalinya, lalu ia mengejar dan mencari amanah itu hingga ia pun mendapatinya.
Kemudian ia memikul amanah itu di atas kedua pundaknya sampai ia yakin akan keluar (dari neraka), tetapi tergelincirlah amanah itu dari pundaknya sehingga ia terus mencari amanah itu selama-lamanya.”
Selanjutnya Ibnu Mas’ud r.a. berkata:
“Shalat adalah amanah, wudhu adalah amanah, timbangan adalah amanah, takaran adalah amanah, dan banyak lagi. Sedang amanah yang paling berat dari semua itu adalah barang-barang titipan.”
Zadzan berkata, “Lalu, aku mendatangi Barra’ bin Azib dan kukatakan, ‘Tidakkah engkau perhatikan apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud? Apakah memang seperti itu?’ Barra’ berkata, ‘Ya benar. Tidakkah engkau mendengar Allah berfirman:
“Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya, Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya, Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58 ).
Dan saat ini banyak kita temui orang yang tidak dapat menjaga amanah dan melalaikan nya. Terutama dalam hal ibadah ataupun mengurus anak-anak serta keluarga. Selain hal tersebut dalam pekerjaan pun tidak menjaga komitmen dan meninggalkan kejujuran. []