December 14, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Hukum Menikah Saat Hamil

5 min read

JAKARTA – Islam adalah agama yang mulia dan senantiasa mengajak umatnya untuk berbuat baik dan menjalankan perintah Allah SWT. Salah satu hal yang dianjurkan dalam islam adalah menikah karena seperti yang kita ketahui, menikah adalah cara yang paling benar untuk menyalurkan kebutuhan jasmani maupun rohani seseorang. Pernikahan juga merupakan komitmen atara pria dan wanita untuk membangun rumah tangga dalam islam dan jalan untuk mendapatkan keturunan yang akan melanjutkan generasi selanjutnya. Tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah dan sesuai dengan hadits Rasulullah SAW bahwa menikah adalah separuh agama,

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)

Meskipun demikian, maraknya budaya pergaulan bebas dalam hal ini pacaran (baca pacaran dalam islam) menyebabkan hilangnya norma dalam masyarakat dan pudarnya nilai islami terutama pernikahan. Pria dan wanita saat ini banyak menjalin hubungan sebelum menikah dan bahkan sampai melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama yaitu zina terutama setelah bertunangan (baca tunangan dalam islam) . Pergaulan bebas dan orang yang tidak malu melakukan perbuatan zina adalah salah satu ciri-ciri akhir zaman. Hukum zina dalam islam adalah haram dan pelaku zina wajib diberi hukuman sesuai syariat islam. Namun karena pudarnya nilai islami dan masyarakat dewasa ini lebih menggunakan hukum negara maka pelaku zina kebanyakan tidak mendapat hukuman.

 

Hukum Pernikahan Wanita Hamil

Pergaulan bebas dan perilaku zina (baca zina dalam islam) dapat menyebabkan seorang wanita hamil diluar nikah. Wanita yang hamil diluar nikah dianggap membawa aib bagi keluarganya dan ia biasanya kan segera dinikahkan untuk menutupi aib tersebut oleh keluarganya dan menghindari konflik dalam keluarga. Berdasarkan beberapa dasar hukum islam, hukum menikah saat hamil dianggap sah dan wanita yang melakukan zina baik dalam keadaan hamil maupun tidak, bisa menikah dengan pria yang menzinainya ataupun pria lain yang tidak menzinainya. Untuk lebih jelasnya perhatikan dasar pertimbangan wanita yang menikah disaat hamil

 

Al qur’an

Ayat tersebut menyatakan bahwa seorang wanita penzina bisa menikah dengan laki-laki yang menzinainya maupun yang tidak menzinainya

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka, sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (An Nisa ayat 24)

 

Hadits rasulullah SAW

Berdasarkan hadits rasul, wanita yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menzinahinya maupun yang tidak menzinahinya sebagaimana hadits berikut ini :

“Seorang laki-laki yang dihukum jilid (cambuk) tidak akan menikah kecuali dengan yang serupa (wanita pelaku zina)”. (HR Abu Dawud)

Hadist yang lain juga menyebutkan bahwa hukum wanita yang menikah saat hamil adalah sah karena perbuatan zina yang haram hukumnya tidak menghalangi perbuatan yang halal yakni menikah.

Perbuatan yang haram (zina) itu tidak menyebabkan haramnya perbuatan yang halal (HR Ibn Majah)

 

Menurut pendapat ulama

Selain disebutkan dalam Al qur’an dan hadits, hukum menikah di saat hamil juga diutarakan oleh beberpa ulama. Para ulama memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan mahzab yang dianut. Berikut ini adalah pendapat ulama mengenai hukum menikah di saat hamil:

 

  1. Ulama syafi’iah

Ulama Syafi’iah berpendapat, bahwa hukum wanita yang disaat hamil adalah sah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Imam syafiiah juga menjelaskan bahwa wanita yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun yang tidak menghamilinya. Pernikahan yang dilakukan wanita meskipun dalam keadaan hamil diperbolehkan menurut mahzab syafiiyah selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan adanya ijab kabul. Ulama syafiiah juga berpendapat bahwa wanita hamil tidak memiliki masa iddah.

 

  1. Ulama Hanabilah

Berbeda dengan ulama Syafiiah, ulama Hanabilah tidak sependapat. Ulama Hanabiyah menyebutkan bahwa tidaklah sah pernikahan wanita dalam keadaan hamil dan sang wanita baru boleh menikah setelah lewat masa iddahnya yakni setelah melahirkan bayi dalam kandungannya. Jika wanita tetap menikah dalam keadaan hamil maka pernikahan itu tidak sah menurut ulama Hanabilah.

 

  1. Ulama malikiyah

Ulama malikiyah juga sependapat dengan ulama hanabilah bahwa wanita yang hamil memiliki masa iddha atau masa tunggu yang dikenal dengan sebutan istibra. Masa istibra seorang wanita hamil adalah sampai melahirkan sementara wanita pezina yang tidak hamil masa istibranya hingga tiga kali masa haidnya lewat. Pernikahan wanita hamil dengan laki-laki yang menghamili ataupun bukan, tidaklah sah sampai wanita tersebut melahirkan.

 

  1. Ulama Hanafiyah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa pernikahan wanita saat hamil hukumnya sah apabila ia menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dan memenuhi syarat maupun akad nikah. Ulama Hanafiyah berpendapat demikian karena mengacu pada ayat Al qur’an bahwa wanita yang hamil bukanlah salah satu wanita yang haram untuk dinikahi. Hal ini disebutkan dalam Al qur’an surat An Nisa ayat 23

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yangperempuan; saudara-audaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmuperempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan darisaudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamuceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalamperkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang,”(Q.S An-Nisa 23 )

 

  1. Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)

Pernikahan wanita saat hamil juga disebutkan dalam kompilasi hukum islam dan hukumnya diperbolehkan dengan menimbang segala manfaat dan mudharatnya. Berikut adalah bunyi pasal 53 yang mengatur pernikahan wanita yang hamil akibat zina

 

  1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya
  2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya
  3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil,tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

 

Demikianlah hukum menikah saat hamil berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan dalam Alqur’an, hadits, pendapat ulama dan kompilasi hukum islam. Dapat disimpulkan bahwa hukum menikah saat hamil dibolehkan sebagaimana hukum menikahi wanita hamil demi menjaga kemaslahatan bersama dan melindungi kehormatan seseorang namun sebaiknya hindari nikah siri. Setelah melakukan kesalahan maka baik wanita maupun pria harus bertobat dan memohon ampun atas apa yang telah dilakukan. []

Sumber Islamic Base

Advertisement
Advertisement