I Nyoman Susrama Politisi PDIP Yang membunuh Wartawan Mendapat Remisi
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna H. Laoly, membenarkan kabar pemberian remisi kepada 115 narapidana penerima vonis seumur hidup. Remisi terhadap Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali, menjadi polemik tersendiri.
Remisi disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan Dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.
Kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/1/2019), Yasonna menegaskan bahwa remisi itu menggunakan skema perubahan, bukan pengurangan masa hukuman.
Dengan revisi perubahan, maka sisa hukuman para narapidana itu berubah dari seumur hidup menjadi 20 tahun.
“Jadi prosesnya begini, itu remisi perubahan, dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Berarti kalau dia sudah 10 tahun, hukumannya ditambah 20 tahun menjadi 30 tahun,” sebut Yasonna.
Adapun pertimbangan pemberian remisi adalah para narapidana ini sudah menjalani masa hukuman mereka hingga 10 tahun. Selain itu, selama di penjara para narapidana menunjukkan kelakuan yang baik.
“Selama melaksanakan masa hukumannya, mereka tidak pernah ada cacat, mengikuti program dengan baik,” sebut Yasonna.
Pemberian remisi itu, khususnya untuk I Nyoman Susrama, disesalkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar. Mereka mengkritik pemberian remisi sebagai bentuk ketidakpedulian Presiden Jokowi terhadap hak-hak wartawan.
Ketua AJI Denpasar Nandhang R Astika menyebut pemberian remisi sebagai langkah mundur dalam kebebasan pers. Pihaknya pun meminta remisi ini dianulir.
Pemberian remisi kepada Susrama penuh dengan celah. Dengan memberi remisi perubahan, bukan tidak mungkin narapidana nantinya mengajukan pembebasan bersyarat. Dengan begitu, masa hukumannya akan semakin habis.
Kasus pembunuhan terhadap Aa Gde Bagus Narendra Prabangsa pada 2009 silam, menjadi pelanggaran hukum pertama terhadap wartawan yang berhasil dibawa ke meja hijau. Menurut Nandhang, proses penegakan hukumnya juga panjang dan sulit.
“Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali,” sebut Nandhang dalam rilis resminya.
Adapun Yasonna memastikan bahwa pemberian remisi perubahan ini tidak terkait dengan tahun politik. Sebab, remisi seperti ini sudah pernah diberikan sebelumnya.
Selain itu, remisi tidak diberikan kepada narapidana dengan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
“Yang penting bahwa dia sudah (dipenjara) selama hampir sepuluh tahun,” tegasnya.
Sayangnya, dokumen Keppres Nomor 29 Tahun 2018 tak bisa ditemukan di situs resmi Sekretariat Kabinet. Pada bagian Sistem Informasi Perundang-undangan, daftar Keppres yang tersedia mulai dari nomor 28 loncat ke nomor 30, untuk tahun 2018.
Menurut Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/1), 115 narapidana yang mendapat remisi perubahan itu mendekam di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Ade tidak memerinci nama narapidana yang mendapat pengurangan hukuman tersebut. Dia hanya menjelaskan remisi perubahan ini diberikan kepada narapidana penerima vonis seumur hidup.
Untuk diketahui, presiden memiliki kewenangan untuk memberikan remisi baik perubahan atau pengurangan sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 174 Tahun 1999.
Aturannya kemudian dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.
Pasal 2 Kepmen tersebut menyatakan, “Pengajuan permohonan hanya dapat diajukan apabila narapidana telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun dan selalu berkelakuan baik dihitung sejak tanggal penahanan.”
Kepmen bernomor M-03.PS.01.04 Tahun 2000 tersebut menjelaskan prosedur pengajuan dalam Pasal 2 hingga Pasal 10. Presiden, dalam hal itu menerima permohonan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia disertai pertimbangannya (Pasal 9).
Kemudian, pada Pasal 10 ayat 1 menyebutkan, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden tentang Pemberian Remisi bagi Narapidana yang menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.
Yasonna menjelaskan, remisi awalnya diusulkan dari lembaga pemasyarakatan dengan mengacu pada kelakuan narapidana. Setelah itu, rekomendasi dikaji oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Oleh TPP, rekomendasi dibawa ke Kantor Wilayah Kemenkumham. Rekomendasi kembali dibahas bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham. Setelah itu baru diusulkan ke menteri hukum dan HAM sampai selanjutnya kepada presiden.
“Prosedurnya sangat panjang untuk bisa diusulkan ke saya. Melibatkan institusi yang lain,” sambungnya.[Rona]