December 10, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Ihtiyar dan Tawakkal, Bekal Suparti Hantarkan Putrinya ke Australia

4 min read

 LAMONGAN – “Andai saya dimanjakan Ibu, rasanya mustahil saya bisa seperti sekarang ini. Keras dan ketatnya arahan Ibu, yang meskipun kami terpisah jauh, namun alhamdulilah telah membuat saya bisa selalu berbenah dengan setiap kegagalan dan keberhasilan yang telah dicapai. “ tutur Nurul Fatihah saat mengawali percakapan dengan ApakabarOnline.com.

Nurul Fatihah merupakan putri sematawayang Suparti, warga Brondong Lamongan yang sejak tahun 2002 tercatat sebagai salah seorang PMI di Hong Kong.

Kepada Apakabar, Ita sapaan akrab Nurul Fatihah menuturkan, keberadaan ibunya di Hong kong bukan tanpa sebab. Perginya almarhum Zaenuri tahun 1998 saat melaut di perairan Jawa untuk selama-lamanya menjadi pemantik sekaligus sebab bagi Suparti membulatkan tekad merantau ke Hong Kong untuk meneruskan amanah yang ditinggalkan mendiang suaminya.

“Bapak meninggal di laut, bapak kan nelayan. Empat tahun setelah bapak pergi menghadap Allah, ekonomi kami semakin compang camping. Lebih – lebih, ibu menjanda di usianya yang sangat belia, 18 tahun. Ibu menikah usia 16 tahun dan melahirkan saya usia 17 tahun.” kenang Ita.

“Saya ditinggal ibu saat saya baru saja masuk TK. Ibu yang mendaftarkan, sekaligus Ibu yang mengantarkan kesekolah, termasuk mendampingi diawal-awal masuk sekolah. Kira-kira sebulan saja setelah itu, Ibu pergi ke kerja. Pamitnya ke saya kerja tidak pulang setiap hari. Nanti kalau lebaran pulang. “ lanjut Ita.

Ita kecil kemudian tumbuh dan berkembang dibawah asuhan kakek dan neneknya.

“’Kamu anak tunggal, kamu harus lebih kuat sebab kamu tidak punya adik atau kakak yang bisa kamu mintai bantuan. Kamu tidak boleh manja, kamu harus kuat’ begitu motivasi dari ibu yang selalu saya ingat dan saya pegang kuat sampai sekarang” tutur Ita.

Motivasi yang ditanamkan oleh Suparti rupanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ita kecil yang menyadari dan memahami keadaan sesuai dengan usianya, bangkit dan tersemangati untuk belajar dan belajar. Terlebih lagi, dukungan dari almarhum kakek dan neneknya yang dengan telaten membimbing Ita mengatasi setiap kesulitan, menuntun langkah Ita menemukan kemandirian dan keberanian.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, Ita melanjutkan pendidikannya di sebuah pesantren berbasis Muhammadiyah di Lamongan.

“Di pesantren saya mulai berubah dan dirubah, berbenah dan dibenahi. Bukan hanya soal pendidikan dan kehidupan beragama, tapi lebih mendasarlagi, budaya pesantren telah menanamkan dalam diri saya dasar berpikir serta budaya yang positif sehingga apapun adanya, optimisme kita selalu diimbangi dengan tawakkal. “ jelasnya.

Enam tahun menjalani pendidikan di Pesantren, mengantarkan Ita melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan Tinggi Negeri dengan relatif tanpa kesulitan. Selepas Pesantren, Ita diterima kuliah di jurusan Psikologi Dakwah UIN Malang.

Di kampus, Ita tak mau berpangku tangan hanya dengan menghabiskan waktu di kampus dan kos-kosan. Ita tumbuh menjadi aktifis sekaligus mahasiswa yang giat melakukan penelitian. Namun demikian, aktifitasnya justru membuat prestasi akademik Ita berada di posisi memuaskan.

Saat lulus dari UIN Malang, Ita langsung mendapatkan beasiswa S2 ke Jurusan Psikologi Sosial di University of  New South Wales Australia.

“Alhamdulilah lancar. Saya berhasil menyelesaikan pascasarjana disini tepat waktu, dan sekarang sedang menyiapkan diri untuk menjalani study lanjutan di program doktoral jurusan yang sama. Mohon doa restunya ya mas” pinta Ita.

Disisi lain, keberhasilan Ita tentu ada campur tangan Suparti yang meskipun posisinya terpisah jauh dengan anaknya, dengan telaten dan sabar, Suparti melakukan kontrol dan memberikan arahan selama proses Ita meretas jalan.

Kepada Apakabar, Suparti mengaku selalu mengedepankan beribadah, sebab dalam pandangan Suparti, jika kita ingin dikabulkan keinginannya, memenuhi kewajiban dari yang kita mintai sudah pasti harus dipenuhi terlebih dahulu.

“Perjuangan panjang mas, Sholat tahajud, puasa Senin Kamis selalu saya ingatkan. Meskipun Ita sudah dipesantren, setiap ada kesempatan komunikasi, hal pertama yang saya tanyakan bukan pelajaran atau nilai pelajaran, tapi ibadahnya dulu bagaimana.” Jelas Suparti.

“Mungkin orang menganggap saya kuno, kolot dan ketinggalan jaman. Tapi tidak semua hal yang dianggap ketinggalan jaman itu jelek. Jika merasa tidak ketinggalan jaman karena melakukan hal-hal yang menjauhi perintah dan larangan Allah, itu namanya manusia yang kehilangan petunjuk” lanjut Suparti.

Suparti mengaku tidak pernah mematok target pada Ita putri sematawayangnya terkait dengan harus menjadi apa dan mendapat nilai berapa. Sebab, bagi Suparti, setiap anak punya pilihan, sebagai orang tua berkewajiban untuk memastikan bahwa pilihan anaknya tidak menyelesihi perintah dan larangan Allah.

“Pokoknya baik, saya dukung, mau jadi apa saja, selama itu baik. Yang tidak saya dukung itu kalau Ita melupakan sholat meskipun dia mendapat rangking satu. Sekali merupakan sholat, itu bencana. Atau melanggar larangan Allah, seperti berzina misalnya, alasan apapun, kalau sampai berzina, ya sudah bukan hanya mendapat dosan besar, tapi juga menjadi hina dimata Allah dan dimata manusia.” Tegas Suparti.

Diakhir percakapan, saat dimintai memberikan rekomendasi, tips maupun saran dalam mendidik anak jarak jauh khususnya untuk sesama pekerja migran, Suparti menyatakan dengan tegas, “Tuntunlah anakmu untuk selalu berada di jalan Allah”. [AA Syifa’i SA]

Advertisement
Advertisement