July 27, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia Tidak Mencapai Target

3 min read

Indeks pembangunan manusia (IPM) 2018 naik 0,58 poin menjadi 71,39. Pun demikian, meleset dari target pemerintah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah mematok target IPM 2018 sebesar 71,50.

Meski meningkat dari IPM 2017 sebesar 70,81, capaian 71,39 artinya tak sesuai target. “Tapi kalau melihat capaiannya bagus apalagi tipis dari target,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

IPM adalah indikator penting yang mengukur kinerja pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup rakyat. Angka IPM memperlihatkan bagaimana penduduk mengakses hasil pembangunan. Memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living).

“Sejak 2010 capaian IPM memang terlihat bagus,” tambah Suhariyanto. IPM tercatat terus meningkat sejak tahun 2010. Bahkan mencapai status tinggi sejak tahun 2016.

Dalam capaian IPM 2018, angka harapan hidup bayi yang lahir pada 2018 mencapai 71,20 tahun. Lebih lama 0,14 tahun jika dibandingkan angka 71,06 pada 2017.

Angka harapan lama sekolah juga naik menjadi 12,91 tahun. Pada 2017, hanya 12,85 tahun.

Anak-anak yang pada 2018 berusia tujuh tahun punya harapan mengenyam pendidikan selama 12,91 tahun. Setidaknya sampai jenjang Diploma I.

Rata-rata lama sekolah juga naik dari 8,10 tahun menjadi 8,17 tahun. Artinya, rata-rata penduduk berusia 25 tahun ke atas sudah mengenyam pendidikan selama 8,17 tahun atau hingga kelas IX.

BPS juga mencatat peningkatan pada dimensi daya beli. Sepanjang 2018, rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup per kapita sebesar Rp11,06 juta per tahun. Naik Rp395 ribu dibandingkan 2017.

“Ke depan kalau memang mengarah untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas kuncinya adalah sosial inklusif, kita beri kesempatan masyarakat kecil mengecap pendidikan dan kesehatan,” terang Suhariyanto.

Ukuran indeks dikatakan rendah jika kurang dari 60, sedang pada angka 60 hingga 70, tinggi jika nilainya 70-80 dan sangat tinggi di atas 80.

Menilik IPM per provinsi, DKI Jakarta memiliki angka tertinggi 80,47. Rata-rata tingkat pendidikan dan kesehatan di ibu kota lebih baik dari provinsi lain.

Meski wilayah Papua memiliki IPM terendah pada angka 60,06, statusnya sudah naik dari rendah menjadi sedang. “Artinya gap antara provinsi semakin lama semakin menyempit,” tambah Suhariyanto.

Status membaik juga terlihat di delapan provinsi. Mulai dari Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.

Menurut Suhariyanto, pada 2018 hanya satu provinsi yang IPM-nya sangat tinggi, yakni DKI Jakarta, Sebanyak 21 provinsi masuk kategori tinggi, dan 12 provinsi kategori sedang. Namun, pekerjaan rumah yang tersisa bagi pemerintah masih cukup banyak terkait disparitas antar kabupaten.

Apalagi, dalam RPJMN pemerintah pasang target IPM 71,98 pada 2019. Suhariyanto mengatakan, pemerintah perlu mewaspadai dua indikator demi terus menumbuhkan IPM.

Kesehatan dan daya beli masyarakat adalah dua indikator krusial. Karena itu, tingginya tingkat perkawinan dini perlu disikapi lebih serius.

Sebab ini bisa memengaruhi berbagai aspek. Mulai dari kesehatan, pendidikan anak, kemudian juga bisa memengaruhi tingkat daya beli mereka saat dewasa, yang pada akhirnya berdampak pada konsumsi dan gizi generasi berikutnya.

Merujuk data Profil Kesehatan Ibu dan Anak dari BPS, persentase perkawinan anak berusia 17 tahun ke bawah paling tinggi ditemukan di Kalimantan Selatan, sebanyak 27,82 persen. Pertumbuhan ini menurun 6,83 persen dari tahun sebelumnya (yoy).

Sementara presentase terendah ada di Kepulauan Riau, sebanyak 6,74 persen. Angka pertumbuhan perkawinan anak di provinsi ini juga menurun sebanyak 24,35 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Data perkawinan diambil dari perkawinan pertama bagi perempuan berusia 15-49 tahun ke atas, tidak melihat status perkawinan mereka apakah bercerai, talak, maupun masih menikah. [Anin]

Advertisement
Advertisement