Jadi Jalur Trafficking, Dituding Ada Pejabat Terlibat
2 min readTARAKAN – Letak Kalimantan Utara (Kaltara) yang berbatasan dengan Tawau, Malaysia, membuat provinsi termuda di Tanah Air ini rentan dengan berbagai tindak kriminal lintas negara. Tidak hanya penyelundupan narkoba maupun makanan ilegal, tapi juga rawan perdagangan orang atau humas trafficking yang kebanyakan dialami oleh kaum perempuan.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kementerian Koordiantor Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Sujatmiko. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan yang akan mencari kerja alias Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Mereka ditawarkan pekerjaan dengan dijamin dokumen resmi yang mudah didapat.
“Kaltara ini adalah salah satu sentra manusia di-ricaicle, diputar, diperdagangkan,” ujarnya di sela memberikan arahan pada rapat koordinasi peningkatan efektifitas pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan di Swiss-Bellhotel Tarakan, Kamis (28/9).
Dia mengaku sudah beberapa kali ke Tawau dan sempat melakukan investigasi dengan menyamar sebagai penumpang untuk mencari tahu kegiatan perdagangan perempuan di kota itu. Ternyata, banyak tawaran berdatangan yang disodorkan jika melihat wanita Indonesia baru tiba.
“Kemarin ada staf saya perempuan ke Nunukan juga, saya bilang, kamu ke luar pelabuhan, saya ingin tes. Datanglah seorang bapak menanyakan, ibu mau menukarkan uang? Enggak pak. Ibu mau bekerja? Enggak pak, kami enggak punya dokumen. Oh, bisa dibantu bu, semua bisa beres. Berapa? Rp 3 sampai 5 Juta, selesai dua hari. Kalau tertarik, silakan masuk ke ruang itu,” ungkapnya meniru percakapan dengan orang yang berada di Tawau.
Jalur pedagangannya, lanjut Sujatmiko, wanita dari berbagai provinsi di Indonesia, terutama di bagian timur yang ingin mencari kerja ke Malaysia akan datang ke Tarakan dan Nunukan untuk menyeberang ke Tawau.
Ironisnya, Sujatmiko mengaku ada oknum yang bermain di balik perdagangan manusia ini. Baik agen TKI dan TKW hingga oknum pegawai instansi terkait. Mereka menjadi korban dari ekploitasi ekonomi orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Perdagangan manusia ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Karena, sampai di negara orang mereka terkadang sering diekploitasi. Menurut Sujatmiko, perdagangan orang ini sangat merugikan. Selain berpotensi terjadinya tindak kekerasan, posisi TKI dan TKW Indonesia juga lemah, karena dilakukan secara ilegal. Yakni, tidak memiliki dokumen resmi sehingga mudah dipulangkan. Mereka juga sulit mendapatkan gaji yang ideal karena dipekerjakan secara ilegal.
Tapi, kata dia, pemerintah pusat sudah mengantisipasi tindak pidana tersebut, dengan mengeluarkan Permenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
Dari Kementerian Koordianator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), juga sudah menginstruksikan kepada kementerian terkait lainnya, serta instansi terkait seperti Polri dan Imigrasi untuk memperketat pengiriman TKI dan TKW ke luar negeri.
Dari sisi hukum, pemerintah juga sudah cukup tegas memberikan sanksi pidana bagi oknum yang melakukan perdagangan orang dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pedagangan Orang (TPPO), dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
“Kami sedang berupaya melakukan upaya penindakan hukum. Undang-undang umurnya sudah 10 tahun sejak 2007, implementasinya masih lemah. Kami sedang menggerakkan supaya penindakan hukum dipertegas,” ujarnya. (mrs/fen)
Sumber Bulungan prokal