December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Jangan Dilarang, Biarkan Anakmu Menggambar di Dinding

3 min read

Jika si kecil sering kedapatan menggambar di dinding, sekalipun hanya corat-coret dan terkesan mengotori rumah, sebaiknya hindari melarang apalagi memarahi mereka. Mari memahami berbagai alasan dan sejumlah langkah yang bisa Anda lakukan.

Menurut para ahli, anak-anak terutama di usia dua sampai empat tahun cenderung suka menggambar di dinding dibanding media lain seperti kertas. Bukan semata-mata karena mereka belum paham, melainkan karena dinding menjadikan proses menggambar jauh lebih bermakna dan menyenangkan bagi sang anak.

Psikolog Tubagus Amin Fa menjelaskan dinding tampak menarik bagi anak karena bidangnya luas. Ini memungkinkan mereka merasa lebih bebas menyampaikan aspirasi sekaligus merasa lebih terlibat dengan sesuatu yang digambarnya.

“Saat menggambar di dinding, mereka (merasa) ikut terlibat di dalam kisah yang mereka gambarkan. Melalui bidang yang lebih luas, mereka lebih bebas menggambar dan masuk ke dalamnya,” paparnya kepada Kompas.com.

Becky Bailey, Ph.D., penulis buku There Gotta Be a Better Way menambahkan, dinding digemari anak-anak usia tiga sampai empat tahun karena memudahkan mereka menggambar. Dinding bisa memberi posisi lebih nyaman, memungkinkan mereka mengontrol tangan dan mata dengan lebih baik.

“Pada tahap ini dalam perkembangan fisiknya, alangkah lebih mudah bagi anak untuk menggambar dengan merentangkan tangan di depan ketimbang di bawah tubuhnya,” jelas Bailey dikutip laman Parenting.com.

Sementara bagi anak-anak usia batita (bawah tiga tahun), lanjut Bailey, dinding yang besar dan kosong dianggap menarik karena mereka mulai menunjukkan minat mewarnai apa saja.

Tak hanya mewarnai, sambung Misty Adoniou, seorang profesor bahasa dan sastra di University of Canberra, anak-anak di usia sedini dua tahun juga akan lebih gemar menggambar karena mereka sedang mengeksplorasi berbagai kemampuan barunya yang ditemukan sendiri. Salah satunya untuk membuat tanda dan simbol tertentu.

Benar saja. Menukil The Bump, munculnya minat anak yang lebih kecil untuk menggambar di dinding itu ada hubungannya dengan jejak evolusi.

Layaknya manusia primitif 40 ribu tahun lalu yang menorehkan karyanya di dinding gua, anak-anak yang belum belajar aturan masyarakat beradab dan materi lainnya juga akan terdorong secara alami menyampaikan berbagai pesan dan perasaannya dalam bentuk simbol atau tanda—yang mungkin kita lihat sebagai gambar corat-coret.

Menyoal gambar anak yang serupa corat-coret ini, para ahli berpendapat bahwa salah besar jika orang tua menganggapnya sebatas hal yang mengotori rumah semata.

Bahkan, Dr Rosalind Arden, psikolog dari Institute of Psychiatry di King’s College London, mengatakan Anda semestinya senang jika anak gemar menggambar di dinding. Makin banyak, boleh jadi makin baik.

Dalam studinya, ia menemukan adanya kaitan antara gemar menggambar dengan kecerdasan yang lebih baik di usia remaja. “Tidak ada bukti bahwa menggambar membuat Anda lebih pintar. Tapi saya pikir menggambar akan membuat anak lebih jeli dan mampu memperhatikan apa yang ada di sekitar mereka,” ujarnya.

Senada dengan Arden, Ellen Winner, seorang profesor psikologi di Boston College, menuturkan bahwa gambar anak yang paling abstrak atau dibuat dengan terburu-buru sekalipun, pada akhirnya bertujuan menciptakan sesuatu yang masuk akal dan nyata.

“Mereka mencoba menggambar suatu persamaan visual, sesuatu yang dapat dibaca, sesuatu yang orang lain akan mengerti,” ungkap Winner.

Lebih dari itu, para ahli sepakat bahwa gemar menggambar, terlepas dari apapun medianya, menunjukkan sisi kreativitas dan perkembangan kognitif sang anak. Ini juga menjadi dasar baginya untuk lebih gemar menulis, lebih berempati dan lebih komunikatif dalam menyampaikan sesuatu.

Oleh sebab alasan-alasan tersebut, Adoniou menyarankan orang tua sebaiknya memperlihatkan antusiasme, merespons secara positif, dan mendukung anak ketika ia mulai terlihat gemar menggambar.

Alih-alih memarahi dan melarang anak menggambar di dinding sehingga kepercayaan dirinya berkurang. Bailey menganjurkan meminta anak secara baik-baik untuk membantu membersihkan usai mereka berbuat kekacauan.

Psikolog anak Samanta Ananta, M. Psi, juga menyarankan orang tua melakukan sejumlah pencegahan. Misalnya, menggunakan cat tembok yang mudah dibersihkan dari noda atau menggunakan cat khusus yang membuat dinding nantinya akan seperti papan tulis.

Selain pakai cat, bisa juga dengan menyediakan kertas lebar yang ditempel di dinding sebagai media menggambar. Atau, biarkan anak menggambar sambil berbaring di lantai, jika ia merasa kurang nyaman menggambar di meja.

Cara lain, bisa dengan menyediakan ruang khusus menggambar di dinding seperti di kamar anak, atau bahkan membingkai gambar per gambar dengan pigura. Menjadi semacam galeri seni.

Samanta menjelaskan, interaksi orang tua akan membuat anak merasa langkahnya diapresiasi. “Bahwa orang tua mereka menyediakan dan ingin anak mengembangkan potensinya,” tuturnya.

Namun, ia juga menekankan pentingnya mengajarkan anak tidak menggambar di dinding sejak awal agar mereka lebih bertanggung jawab. Cara paling ideal, kata dia, adalah dengan memperkenalkan media menggambar seperti buku gambar, kanvas dan sebagainya.

“Boleh (menggambar) tapi di media yang disediakan itu. Supaya anak tahu aturan,” pungkas Samanta.[]

Advertisement
Advertisement