November 21, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

“Jangkrik” Tenan, Keuntungan 20-an Juta Dikantongi Budiyono Setiap Bulan

3 min read

BOJONEGORO – Di jaman yang serba canggih, seringkali hal-hal sepele yang ternyata memiliki potensi keuntungan ekonomi besar luput dari perhatian generasi milenial. Budidaya jangkrik misalnya.

Binatang yang besarnya hanya sebiji kurma ini merupakan jenis serangga yang memiliki sayap dan dapat mengeluarkan suara yang khas (ngerik). Serangga ini juga akan aktif untuk berkelangsungan hidup pada saat malam hari. Jangkrik berasal dari bahasa latin (Gryllidae) yang saat ini telah ramai di budidayakan keberadaanya oleh masyarakat di Negara Kita. Alasan utama ternak Jangkrik adalah untuk mendapatkan penghasilan karena hasil panen Jangkrik akan di jual dan di gunakan sebagai sumber pakan binatang peliharaan seperti; burung, ikan hias, musang, garangan, ular, aneka reptil, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.

Bahkan, di beberapa wilayah di Jawa Barat, Jangkrik juga menjadi bahan baku kuliner istimewa berkelas hotel bintang lima.

Wahyu Budiyono, combatan pekerja migran di Korea Selatan ini dengan penuh keyakinan, menangkap sinyal keuntungan yang bisa dia dapatkan dari budidaya jangkrik. Tak pelak, setelah pernah mengalami dua kali gagal dalam menjalankan wirausaha sepulang dia dari Korea Selatan 9 tahun silam, Kini passion Budiyono dengan jangkrik membuat bapak satu anak ini bisa bergurau dengan ungkapan “Jangkrik tenan” ternyata menguntungkan.

Akhir tahun 2008, di Korea Selatan Wahyu Budiyono bernasib kurang beruntung. Ditempatnya bekerja, Budiyono mengalami kecelakaan kerja hingga membuatnya harus diamputasi kedua kakinya karena terlindas kendaraan angkut barang material pabrik tempatnya mendulang Won.

Budiyono pun harus dipulangkan dengan uang pesangon dan santunan yang saat itu totalnya senilai 600 juta rupiah.

uang tersebut dia jadikan modal untuk berternak ayam pedaging. 400-an juta rupiah Budiyono curahkan. Namun, keberuntungan belum berpihak padanya. Usaha peternakan ayam potong yang dia rintis, justrui terpuruk pada dalamnya jurang kerugian. Asetnya menyusut hingga menyisakan sekitar 70-an juta rupiah saja saat dia mengakhiri usaha tersebut.

Tak mau menyerah, dari atas kursi roda, Budiyono tertarik untuk menjalankan usaha jual beli kayu bahan bangunan. Praktis, seluruh sisa uang yang dia miliki, dia gelontorkan seluruhnya untuk mewujudkan niatnya, berjualan kayu bahan bangunan.

“Dari kayu, saya malah bertambah buntung mas. Ludesnya ditipu orang” kenang Budiyono.

Penderitaan Budiyono seolah tiada akhir, saat dalam kondisi terpuruk, tiba-tiba istrinya yang setahun sebelumnya berpamitan bekerja ke Hong Kong, kecantol pria lain hingga membuat Budiyono dan anak sematawayangnya dicampakkan. Istri Budiyono mengetahui kalau kondisi Budiyono tidak berfungsi “setrum”nya usai kecelakaan.

“Saat itu yang paling berat, sudah habis-habisan uang, istri saya digondol orang, tiba-tiba datang surat cerai dari pengadilan” kenangnya.

Ditengah carutmarut hidupnya saat itu, inspirasi datang dari melihat aktifitas anak-anak kampung tempat tinggalnya, Desa kalangan Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro.

“Saya tanya ke anak-anak yang nyari jangkrik itu untuk apa kok nyarinya banyak banget, mereka bilang dijual, harganya lumayan” kenang Budiyono.

Aktifitas tersebut membuat Budiyono penasaran. Diapun diam-diam mengumpulkan informasi untuk apa sebenarnya jangkrik dimanfaatkan pembeli, berapa harga jualnya dan seberapa besar peluang pasarnya. Budiyono mendapat jawaban saat dirinya bermain ke pasar Margomulyo, yang letaknya berada di perbatasan Ngawi Bojonegoro. Sepulang dari tempat tersebut, Budiyono tiba-tiba merasa mantab, ingin memulai usaha ternak jangkrik di rumahnya.

“Saya jual beberapa peralatan kandang ayam yang tersisa, lalu saya manfaatkan beberapa peralatan yang ada, dan waktu itu dengan modal 5 juta rupiah saja, tahun 2016, saya mengawali memelihara jangkrik ini” tutur Budiyono.

Cobaan hidup Budiyono yang sebelumnya diuji dengan berbagai keterpurukan ternyata berubah membuahkan hasil membahagiakan, beberapa bulan berselang, Budiyono mulai merasakan nikmatnya keuntungan berternak Jangkrik yang dia lakukan di bagian dari rumah tempat tinggalnya.

“Saya sampai bilang ‘Jangkrik tenan” waktu itu sebab ternyata Allah memberi rejeki dari jalan yang tidak pernah saya duga” ungkap Budiyono.

Tahun pertama berternak Jangkrik, rata-rata Budiyono hanya bisa menghasilkan sekitar 50 kg saja jangkrik hasil panenan siap jual. Sedikit demi sedikit, sebagian keuntungan dia gunakan untuk memperkuat modal sehingga penambahan aset produksi dari waktu ke waktu bertambah besar.

Saat ini, dari hasil berternak jangkrik yang dia lakoni di rumahnya, Budiyono mampu mengantongi keuntungan bersih rata-rata antara 20-25 juta rupiah setiap bulan dari hasil penjualan jangkrik hasil panenan rata-rata sebanyak 5 kwintal.

Nama Wahyu Budiyonopun saat ini sudah berganti gelar, jika dulu sering dilecehkan oleh lingkungan dengan guyonan Duda plorotan Korea bernasib sial, Kini Wahyu Budiyono dikenal masyarakat dengan sebutan Budi Jangkrik.

“Saya tidak punya keinginan untuk menikah lagi mas. Biar saya menduda saja, toh saya punya anak yang selama ini menjadi fokus dan semangat saya bekerja. “ pungkas Budiyono menjawab pertanyaan tentang keinginan dia untuk merajut ulang rumah tangganya. [AA Syifa’i SA]

Advertisement
Advertisement