October 18, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Jatuh dari Ketinggian 12 Meter, Seorang PMI Asal Jember Meninggal Dunia

2 min read

SURABAYA – Kabar duka kembali menimpa para pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jember. Kali ini bukan karena menjadi korban tindak pidana penjualan orang (TPPO), penyekapan, dan sebagainya, melainkan ditemukan meninggal ketika sedang bekerja di luar negeri. Tepatnya di Brunei Darussalam. Rencananya, jenazah akan dipulangkan kemarin (18/09/2023).

Berdasarkan informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Jember, PMI itu bernama Misbahul Munir, 44, warga Desa Plalangan, Kecamatan Kalisat, Jember. Dia dikabarkan meninggal dunia pada 15 September 2023 lalu di daerah Lebuhraya Muara, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Munir dikabarkan terjatuh dari tiang listrik dengan ketinggian 12 meter di tempatnya bekerja. Di Brunei Darussalam, dia bekerja sebagai buruh perbaikan lampu jalan raya.

Oleh Petugas KBRI dan pihak terkait lainnya, sempat dilakukan otopsi di rumah sakit terdekat. Hasilnya, penyebab kematian Munir karena terjatuh dari ketinggian dan mengalami cedera di seluruh tubuhnya.

Dari hasil penyelidikan dan otopsi aparat kepolisian Brunei Darussalam, tidak ditemukan adanya luka atau penyebab lain yang mengarah pada tindakan pembunuhan. KBRI juga sudah menghubungi keluarga korban untuk pemulangan jenazahnya. Rencananya akan dibawa menggunakan Pesawat Royal Brunei Airlines ke Surabaya. Kemudian, dilanjutkan menggunakan ambulans ke kampung halamannya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Migran Aid Indonesia Moh. Kholili mendesak pemerintah memastikan pemenuhan hak-hak untuk korban. Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jember juga dimintanya memastikan barang peninggalan, upah yang harus diterima selama dia bekerja, serta hak asuransi yang berlaku di negara penempatan. “Disnaker harus berupaya aktif untuk berkoordinasi dengan KBRI,” pintanya.

Menurut dia, asuransi ketenagakerjaan milik Munir juga harus dipastikan. Mulai dari mengecek kepesertaannya, proses klaim, hingga mengawal pencairannya. Hal ini dinilai dapat dilakukan melalui koordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Jika tidak diasuransikan, kata dia, maka perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar pelaksana penempatan dapat dijerat hukum, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. “Begitu juga seandainya yang menempatkan adalah perorangan, harus dijerat dengan hukum. Agar ada efek jera pada para sindikat pelaku dan bisa melindungi warga lainnya,” pungkas pria yang juga Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember itu. []

Advertisement
Advertisement