Jendreal Bintang Tiga Diperiksa Dugaan Keterlibatan Kasus Novel Baswedan
JAKARTA – Beberapa perwira tinggi aktif bintang tiga atau komisaris jenderal, diperiksa Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan. TGPF
Hal itu diungkapkan anggota TGPF Prof. Hermawan Sulistyo, saat menyerahkan laporan hasil ivestigasi TGPF kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di Mabes Polri (09/07/2019). Menurut dia, timnya telah melakukan konfirmasi kepada para jenderal tersebut atas informasi dugaan keterlibatan mereka dalam teror penyiraman air keras terhadap penyidik KPK itu.
Dugaan keterlibatan jenderal pernah diungkap Novel Baswedan dalam sebuah wawancara kepada media asing. Hal yang sama juga muncul dalam penyelidikan yang dilakukan Kepolisian Daerah (Polda), Ombudsman Republik Indonesia, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Sayangnya, Hermawan, Profesor asal Madiun ini tidak mau menyebutkan nama-nama jenderal yang diperiksa tersebut.
Sebelumnya diberitakan, sudah dua tahun lebih kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, terjadi. Namun kejelasan kasus ini belum juga terang, setidaknya hingga pekan depan.
Hal itu diketahui setelah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyelesaikan masa kerjanya selama enam bulan per Minggu (07/07/2019). Hendardi, Ketua Setara Institute yang menjadi anggota TGPF, mengatakan hasil temuan timnya akan disampaikan ke publik paling lambat pekan depan.
“Kami akan menyampaikan temuan motif-motif dan rekomendasi setelah ada izin dari Kapolri (Jenderal Pol Tito Karnavian) kepada publik, paling lambat minggu depan,” ujar Hendardi dalam jumpa pers di Markas Polri, Jakarta, Selasa (09/07/2019).
Lebih lanjut Hendardi menjelaskan bahwa TGPF yang berisi total 65 orang dari berbagai latar belakang dan lembaga berangkat dengan data penyelidikan awal. Data-data itu adalah hasil investigasi Polri, Polda Metro Jaya, Komnas HAM, dan Ombudsman RI.
Kemudian TGPF menguji ulang semua faktanya, mereka ulang tempat kejadian perkara (TKP), lalu menjelajahi lagi para saksi dan alibi yang ada. Mereka melakukan pengembangan para saksi.
“Kenapa kami ke Ambon, Malang, Kebumen, dan sebagainya. Itu jelas bukan berpelesir, kami ke sana untuk pengembangan saksi-saksi apakah orang-orang yang diduga terlibat punya alibi,” katanya.
Dari serangkaian investigasi itu, TGPF menyebut kasus Novel Baswedan ini bukan perkara biasa. Hendardi mengatakan perkara ini punya latar belakang politik.
TGPF sudah mengantongi temuan baru dan berbagai motifnya. Seluruhnya sudah ada dalam laporan TGPF setebal sekitar 170 halaman dan jumlah lampiran mencapai 1.500 halaman yang diserahkan kepada Kapolri.
“Bapak Kapolri akan mempelajari laporan dan rekomendasi kami secara singkat dan kami akan memperbaiki laporan itu dalam waktu kurang dari satu minggu,” ujar Ketua TGPF Nurcholis dalam kesempatan yang sama.
TGPF menolak untuk membeberkan segala temuan mereka. Hermawan Sulistyo, anggota lain TGPF, menyebut tidak etis untuk membagikan temuan baru kepada publik saat ini sementara Kapolri belum selesai membaca laporan secara lengkap.
Yang jelas, Hermawan menyebut dalam investigasi TGPF juga memeriksa sejumlah jenderal bintang tiga yang masih aktif. Namun, Hermawan enggan menyebutkan siapa orangnya dan dari institusi Polri atau TNI.
“Sejumlah jenderal bintang tiga turut diperiksa. Pemeriksaan berdasarkan data penyelidikan awal oleh Polda, Polri, Komnas HAM, dan Ombudsman RI,” tutur Hermawan yang pernah menjadi Ketua TGPF Kerusuhan Mei 1998 ini.
Bola di tangan Kapolri
Di tempat terpisah, Selasa (09/07/2019), Ketua Komnas HAM Choirul Anam menilai kini bola ada di tangan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Menurut Choirul yang sudah mendapat petunjuk dari TGPF pada dua atau tiga bulan silam.
“Ada sesuatu yang berjejak dan signifikan. Tinggal apakah Kapolri mau menindaklanjuti temuan tersebut,” katanya.
Choirul lebih lanjut menilai tidak sulit untuk menemukan aktor intelektual di balik kasus ini karena lembaganya pun memungkinkan hal itu. Adapun temuan berjejak dan signifikan yang disebut Choirul adalah keberadaan empat orang yang mencurigakan di sekitar kediaman Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebelum penyerangan terjadi.
“Keberadaan sejumlah orang di TKP itu aneh karena tidak lumrah mereka hadir sekian hari pada jam-jam tertentu di sana,” lanjut Choirul.
Kasus penyerangan terhadap Novel terjadi pada Selasa, 11 April 2017, sekitar pukul 05.10 WIB setelah dirinya kembali menunaikan salat subuh di mesjid sekitar rumah. Di tengah jalan dua orang laki-laki yang berboncengan sepeda motor menyiramkan air keras ke arah wajah Novel.
Air keras itu belakangan, seperti keterangan Tito pada saat setahun kasus ini, adalah jenis H2SO4. Karena air keras dan bahan kimia, mata sebelah kiri Novel rusak dan buta.
Novel pernah mengaku ikhlas bila kasusnya tak terungkap. Namun Novel mengingatkan apabila kasusnya dibiarkan berarti negara seperti memberi jalan agar kasus yang sama terulang.
Novel juga menyebut bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai pemimpin negara turut bertanggung jawab. Jokowi pun sudah memerintahkan Tito agar menuntaskan kasus ini. []