Jumlah Koran Meninggal Tembus 807 Jiwa, Upaya Penanganan Bencana Sumatera Dipercepat
3 min read
JAKARTA – Jumlah korban tewas akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa wilayah di Pulau Sumatera terus bertambah. Hingga Jumat petang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sedikitnya 807 orang meninggal dunia, sementara ratusan lainnya masih dinyatakan hilang. Kondisi ini menjadikan bencana tersebut sebagai salah satu yang paling mematikan dalam satu dekade terakhir.
Banjir dan longsor terjadi terutama di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Selain menimbulkan korban jiwa, bencana ini menyebabkan lebih dari satu juta warga terdampak dan ribuan lainnya mengungsi ke lokasi penampungan sementara. Infrastruktur seperti jembatan, jaringan jalan, sekolah, dan rumah warga juga mengalami kerusakan berat.
Sejumlah fasilitas publik, termasuk layanan kesehatan, juga melaporkan kekurangan tenaga medis, peralatan, dan pasokan obat-obatan.
BMKG melaporkan bahwa intensitas hujan dalam beberapa hari terakhir dipicu oleh fenomena meteorologi skala besar. Namun, pakar lingkungan menyebutkan bahwa faktor kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan hilangnya tutupan hutan di wilayah hulu diduga memperparah banjir bandang dan mempercepat aliran air ke organisasi masyarakat.
“Udara tidak lagi tertahan di kawasan hulu karena fungsi ekosistem sudah menurun. Akibatnya, limpasan hujan air menjadi lebih besar dan lebih cepat masuk ke kawasan organisasi,” ujar Harma Suryatmojo, ia adalah peneliti hidrologi hutan dan konservasi DAS di Universitas Gajah Mada (UGM).
Hatma mengingatkan bahwa meskipun curah hujan ekstrem memicu banjir, akar masalah bencana 2025 di Sumatera adalah “kerusakan ekosistem hulu” yaitu rusaknya hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya menjadi penyangga hidrologis alam.
Ia menyebut fungsi hutan seperti intersepsi tajuk, infiltrasi tanah, dan evapotranspirasi sebagai “spons raksasa” penyerap udara; Hilangnya fungsi ini membuat limpasan air hujan meningkat drastis dan memicu banjir bandang serta longsor di hilir.
Tim gabungan yang terdiri dari BNPB, BPBD, TNI, Polri, relawan, serta organisasi kemanusiaan telah diterjunkan untuk melakukan evakuasi korban dan pendistribusian bantuan logistik. Namun, akses menuju beberapa wilayah masih sulit karena jalan terputus dan longsor menutup jalur utama.
Bantuan masyarakat dan aksi solidaritas nasional juga mulai meningkat. Sejumlah organisasi, lembaga pemerintahan, dan komunitas menggalang donasi untuk membantu korban.
Selain korban jiwa, warga terdampak kini menghadapi tantangan lanjutan berupa:
1. Kehilangan tempat tinggal Keterbatasan akses makanan dan air bersih.
2. Risiko penyakit akibat buruknya sanitasi.
3. Terhentinya aktivitas sekolah dan pekerjaan.
4. Sektor ekonomi seperti pertanian, pasar daerah, dan transportasi logistik juga terganggu akibat banjir yang menutup jalur pasokan barang pokok.
Sektor ekonomi seperti pertanian, pasar daerah, dan transportasi logistik juga terganggu akibat banjir yang menutup jalur pasokan barang pokok.
Para ahli menilai bahwa mitigasi jangka panjang harus menjadi prioritas agar bencana serupa tidak terulang. Rekomendasi yang muncul meliputi:
1. Rehabilitasi hutan di wilayah hulu.
2. Penataan ulang pemukiman di zona rawan.
3. Standarisasi tata ruang berbasis risiko bencana.
4. Penguatan sistem peringatan dini.
Penanganan ini dipandang penting sebagai langkah korektif atas pengelolaan lingkungan yang dinilai tidak seimbang dalam beberapa tahun terakhir.
Banjir besar yang melanda Sumatera bukan hanya bencana akibat cuaca ekstrem, tetapi juga mencerminkan kerentanan ekosistem dan tata ruang wilayah. Dengan 807 korban meninggal, ratusan hilang, dan jutaan terdampak, pemerintah bersama masyarakat kini dihadapkan pada dua tugas besar: pemulihan jangka pendek bagi para penyintas dan kebijakan pembangunan mitigasi jangka panjang untuk mencegah tragedi serupa terulang. []
