Jumlah Warganya yang Menjadi PMI Semakin Tinggi, Pemerintah Kabupaten Grobogan Waspada Perdagangan Orang
SEMARANG – Kabupaten Grobogan menjadi salah satu wilayah penyumbang terbesar angka pekerja migran Indonesia (PMI). Dinas pun diminta untuk memperhatikan adanya potensi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi para imigran.
Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) kabupaten Grobogan pada 2022 saja, terdapat 2.325 warga yang mendaftar menjadi PMI.
Jumlah tersebut bisa lebih, lantaran beberapa memilih jalur illegal, hingga mandiri. Sehingga tidak terdata di dinas.
Di satu sisi hal tersebut bermakna positif. Lantaran adanya peningkatan taraf kehidupan bagi mereka yang bekerja di negeri orang. Sekaligus menambah devisa negara.
Tetapi di sisi yang lain, hal tersebut juga menyumbang persoalan baru.
Seperti tingginya potensi warga asal Grobogan yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Jawa Pos Radar Kudus coba menelusuri data tersebut ke Disnakertrans. Meminta data para pekerja migran asal Grobogan yang menjadi korban TPPO.
Tetapi pihak dinas menyebut tidak memiliki data tersebut. Lantaran dalam proses pemberangkatan pekerja migran, dinas hanya merekomendasikan dan memverifikasi.
Sementara proses lain diurus PT selaku yang menyalurkan pekerja migran. Yang sekarang disebut Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN).
“Kalau di Grobogan ada 10 BLKLN yang resmi. Yang lain masih berproses mengurus izin. Yang ilegal kami tidak tahu. Yang mendaftar ke kami yang legal,” jelas Ahmad Zamroni Kabid Penempatan dan Transmigrasi.
Menurutnya terkait data TPPO dan penyalur illegal adalah ranah kepolisian. Sementara Disnaker tak ikut campur.
Mereka hanya memfasilitasi pemberangkatan. Itupun kewenangan terbatas.
Lantaran alur pendaftaran, pemilihan BLKLN semua langsung terkoneksi ke data pusat. Di bawah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Dengan berbasis online. Bernama SISKOP2MI.
“Termasuk data yang berangkat ke luar negeri berapa, kami juga tidak tahu. Datanya di BP2MI. Tahunya kami hanya bisa mengecek yang mendaftar saja,” imbuhnya.
Menurutnya dalam setahun setidaknya sekitar 2000-an warga Grobogan yang secara resmi mendaftar menjadi PMI.
Pada 2022 misalnya, ada 2.325 warga yang mendaftar menjadi PMI. Terdiri dari yang mendaftar secara formal dan informal.
“Secara formal maksudnya yang bekerja di luar negeri nanti ditempatkan di pabrik. Kalau Informal yang bekerja bukan di pabrik. Seperti PRT, mengasuh lansia, dan lain-lain,” imbuhnya.
Menurutnya ada berapa negara yang menjadi favorit tujuan PMI Grobogan.
Di antaranya seperti Taiwan, Hongkong, hingga Singapura. Sebab di sana tersedia lapangan kerja lengkap.
Baik Formal maupun Informal. Berbeda dengan negara lain. Untuk Jepang misalnya, didominasi yang bersifat Formal. Sementara Malaysia sebaliknya. Banyak yang informal.
Ia pun mengimbau masyarakat Grobogan agar jeli saat ingin bekerja ke luar negeri. Di antaranya memilih BLKLN yang resmi. Jangan memilih jalur pintas dan praktis lewat perorangan.
“Kalau lewat BLKLN resmi pasti ada pelatihan, dokumen lengkap. Kalau ada yang mengatasnamakan PT tetapi dokumen meragukan, dan tidak melibatkan kami, biasanya yang bermain planco atau oknum,” tambahnya.
Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Yogyakarta, Eva Rahmi Kasim yang pada Jumat (14/07/2023) mengantarkan sembilan warga Grobogan korban perdagangan orang yang semula ditampung di Yogyakarta menyebut banyaknya PMI dari Grobogan harus diperhatikan.
Lantaran potensi mereka untuk menjadi pekerja illegal hingga korban perdagangan juga besar.
“Daerah Grobogan potensi pekerja migran tinggi. Untuk itu harapannya lebih diperhatikan. Jangan sampai terulang lagi,” tuturnya. []
Sumber Radar Kudus