November 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Karena Kesepian, 68 Ribu Orang di Jepang Meninggal Dunia

3 min read

JAKARTA – Fenomena ‘mati kesepian’ atau kodokushi di Jepang dinilai sudah masuk ke tahap yang memprihatinkan. Sebanyak 68 ribu warga Jepang diperkirakan meninggal dalam kesendirian sampai akhir tahun ini, semakin menunjukkan meluasnya krisis kesepian yang melanda negeri Sakura.

Menurut laporan polisi nasional Jepang, dalam tiga bulan awal tahun ini, sudah ada hampir 22.000 orang di Jepang meninggal di rumah sendirian. Sekitar 80 persen di antaranya berusia 65 tahun ke atas.

Angkanya terus melonjak hingga diprediksi mencapai sekitar 68 ribu orang pada akhir tahun ini. Jumlah ini merupakan peningkatan tajam dibandingkan dengan sekitar 27.000 kasus kodokushi yang terjadi tahun 2011.

Fenomena ini terus meningkat lantaran bahwa perubahan cepat dalam masyarakat Jepang, terutama dalam struktur keluarga yang semakin berkembang, tidak diimbangi dengan upaya dukungan bagi para lansia yang harus tinggal seorang diri.

Masataka Nakagawa, peneliti senior di Lembaga Nasional untuk Penelitian Populasi dan Jaminan Sosial yang dikelola pemerintah Jepang, menyebutkan ada tiga alasan utama tingginya angka kodokushi di Jepang.

“Ada perubahan besar dalam pola tinggal keluarga di Jepang,” kata Nakagawa kepada This Week in Asia.

“Dulu, beberapa generasi dalam satu keluarga tinggal bersama, tetapi itu tidak lagi terjadi karena anak-anak cenderung pindah dari orang tua mereka untuk alasan pekerjaan.”

“Selain itu, tingkat pernikahan telah menurun selama beberapa tahun terakhir, yang berarti ada banyak orang yang hidup sendiri, termasuk di kalangan lansia,” ungkapnya, dikutip dari South China Morning Post.

Faktor ketiga adalah harapan hidup yang semakin panjang, yang menyebabkan salah satu pasangan lanjut usia – biasanya perempuan – hidup sendirian setelah pasangannya meninggal, jelas Nakagawa.

Seiring dengan populasi di Jepang yang semakin menua, semakin banyak lansia yang menghabiskan tahun-tahun terakhir hidup mereka dalam kesendirian.

Menurut Lembaga Nasional untuk Penelitian Populasi dan Jaminan Sosial Jepang, jumlah lansia berusia di atas 65 tahun yang hidup sendiri mencapai 7,38 juta pada tahun 2020.

Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 11 juta lansia pada tahun 2050.

Data sensus pada 2020 menunjukkan bahwa jumlah keluarga beranggotakan satu orang mencapai hampir 38 persen dari total jumlah keluarga di Jepang. Jumlah itu naik sekitar 13,3 persen dari survei yang dilakukan lima tahun sebelumnya.

Di kawasan Tokiwadaira, kompleks perumahan dekat Tokyo, sekitar 54 persen penghuninya diperkirakan berusia di atas 64 tahun, dan 1.000 dari 7.000 penghuni hidup sendiri, menurut laporan The Guardian.

Fenomena kodokushi akhirnya mendorong penduduk setempat untuk bertindak. Warga mendirikan hotline agar dapat melaporkan kepada pihak berwenang jika menduga ada lansia yang telah wafat sendirian di dalam apartemen mereka.

Sejak tahun 2004, kawasan ini sudah mengkampanyekan “nol kodokushi” dan menjadi percontohan bagi kawasan perumahan lain yang sebagian besar dihuni oleh para lansia.

Tahun ini, kompleks tersebut memperkenalkan kampanye “ikatan sosial” (kizuna), menggunakan perangkat pemantau yang dilengkapi sensor untuk memastikan penghuni di dalam apartemen masih bergerak.

Ada pula semacam patroli yang dilakukan oleh para sukarelawan, yang akan mengecek rumah-rumah, memperhatikan jika ada tanda-tanda sang penghuni kemungkinan telah meninggal sendirian.

Tanda-tanda tersebut misalnya saja: tumpukan cucian kotor yang dibiarkan di balkon berhari-hari setelah kering, tirai yang selalu tertutup meskipun di siang hari, surat dan koran yang tidak diambil, serta lampu yang menyala sepanjang hari.

Kampanye semacam ini belum dapat menangkal fenomena kodokushi sepenuhnya, akan tetapi dinilai efektif agar jenazah tidak terbujur kaku selama berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan, di dalam rumah tanpa ada seorang tetangga pun yang menyadarinya.

Selain itu, seniman setempat juga melukis ruang-ruang publik yang mengkampanyekan agar warga keluar rumah dan berinteraksi dengan tetangga mereka.

Selain itu, sesederhana berjalan kaki secara rutin di sekitar rumah dapat mengurangi kemungkinan isolasi sosial dan meninggal dalam kesendirian.  []

Advertisement
Advertisement