Kenapa Tarif Paket Dari Indonesia Ke Hong Kong Antar Jasa Ekspedisi Berbeda-Beda ?
JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan sesuai Undang-undang Nomor 1 tentang Penerbangan, pihaknya tak mengatur mengenai besaran tarif kargo. Namun, Kemenhub tengah mengupayakan jalan keluar menanggapi keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif kargo.
“Sebagai regulator, kami tidak mengatur tarif kargo, tapi akan segera menanggapi keluhan masyarakat terkait kargo udara,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti di Jakarta, Kamis (7/2), dilansir dari Antara.
Menurut Polana, berdasarkan pasal 128 ayat (1) UU Penerbangan, tarif penumpang pelayanan non-ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Sementara, ayat (2) berbunyi tarif angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan.
Meski mekanisme pasar lebih menentukan besaran tarif, Ditjen Perhubungan Udara telah mengambil langkah awal terkait adanya keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif kargo. Salah satunya adalah mempertemukan pemangku kepentingan terkait, yakni Badan Usaha Angkutan Udara, Angkasa Pura I dan II, Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (Alfi) pada 23 Januari 2019 yang lalu.
Langkah lain yang telah diambil adalah melakukan observasi pelayanan kargo pada tanggal 31 Januari sampai 1 Februari 2019 di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
Polana menyebutkan, langkah tersebut akan ditindaklanjuti dengan pertemuan dengan para Badan Usaha Angkutan Udara, AP I dan AP II, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) dan Alfi untuk mencari solusi terkait masalah tarif kargo udara tersebut.
“Saya juga mengimbau kepada Badan Usaha Angkutan Udara untuk bersepakat dengan pengguna jasa kargo udara terkait tarif,” katanya.
Sebelumnya, sejalan dengan kenaikan harga tiket pesawat maupun kebijakan bagai berbayar akibat melonjaknya harga avtur, tarif surat muatan udara (SMU) ikut terkerek naik dengan rata-rata kenaikan sebesar 70% pada pertengahan Januari kemarin.
Presiden Direktur JNE, Mohamad Feriadi menyebutkan kenaikan tarif SMU yang tepatnya terjadi pada 14 Januari 2019 merupakan kenaikan tarif yang teranyar. Sebelumnya, beberapa maskapai disebut telah menaikkan tarif dalam jangka waktu singkat sepanjang periode Oktober 2018—Januari 2019.
Semisal Garuda Indonesia, Feriadi menuturkan maskapai flag carrier tersebut menaikkan tarif SMU sebanyak 5 kali pada periode Juni 2018 hingga pertengahan Januari 2019. Kenaikan pertama terjadi pada 1 Oktober 2018, selanjutnya 9 Oktober 2018, 8 November 2018, 1 Januari 2019 dan yang teranyar 14 Januari 2019.
Dia tidak menyebutkan secara rinci berapa besar kenaikan tarif SMU dalam setiap periode tersebut. Namun, akumulasi kenaikan tarif SMU ditaksir mulai dari yang terkecil di level 70% sampai dengan yang tertinggi 350%.
“Kita enggak tau nih apa pemicunya sehingga membuat Garuda harus menaikkan tarif, hingga berkali-kali, dalam waktu yang pendek, dengan pemberitahuan yang singkat. Itu yang jadi masalah,” ungkap Feriadi
Ia menambahkan kenaikan tarif SMU idealnya mesti diberitahukan oleh pihak maskapai minimal 1 bulan sebelumnya. Sebab, pihak penyedia jasa pengiriman juga perlu melakukan penyesuaian kontrak dengan para konsumen.
Pihak JNE sendiri melakukan penyesuaian tarif pengiriman dengan rata-rata sebesar 20%. Kenaikan ini berlaku untuk pengiriman paket dari wilayah Jabodetabek ke seluruh tujuan dalam negeri. [Fin/VN]