Ketika Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung
Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, tetapi menu sarapan sudah siap di atas meja. Sesaat setelah menyiapkan sarapan, Lastri (48) bergegas membangunkan kedua anak perempuannya.
Seperti tak kenal lelah, ia pun menuju lemari. Mengambil sepasang seragam merah-putih untuk anak-anaknya itu. Memastikan anak-anaknya siap menerima pelajaran di sekolah merupakan hal utama yang harus dilakukannya sebelum bergegas mencari nafkah.
Dengan menaiki kendaraan umum, ia pun mengantar sang anak ke sekolah. Setelah itu ia bergegas menuju salah satu pabrik konveksi yang ada di Jalan Simongan, Semarang Barat.
Begitulah aktivitas pagi Lastri yang tak pernah usai. Mengurus anak-anak dan juga bekerja. “Setiap pagi, saya selalu memastikan anak-anak saya tidak terlambat sekolah. Mereka harus ke sekolah dengan perut kenyang terisi. Sampai sekarang, anak-anak saya sudah besar,” ujar Lastri saat ditemui suaramerdeka.com di kediamannya Jalan Kuwasenrejo, Pongangan, Gunungpati, kemarin.
Mengenakan atasan biru muda dan celana biru gelap, setiap hari Lastri harus berhadapan dengan kain dan mesin jahit. Ya, dia bekerja di sebuah perusahaan yang memproduksi pakaian. Dia bersyukur, satu-satunya keahlian yang dimilikinya bisa menjadi ujung tombak perekonomian keluarga.
“Saya hanya lulusan SD, mau jadi apa? Sudah bersyukur bisa bekerja di pabrik bahkan sejak anak kedua saya masih bayi, sekitar tahun 1994. Untungnya lagi, rumah orang tua saya tidak jauh, jadi masih bisa menitipkan anak sampai saya pulang kerja,” ujarnya, melanjutkan bercerita.
Hal yang sama juga dilakukan Minah (50). Perempuan paruh baya yang bekerja di tempat yang sama itu mengaku kesejahteraan anak merupakan hal utama yang harus dipenuhi. Meski pun setiap pagi ia dituntut datang ke tempat kerja tepat pukul tujuh, sebisa mungkin keperluan anak harus terpenuhi.
“Saya bekerja untuk perekonomian keluarga yang lebih baik. Berarti anak saya juga harus mendapatkan yang terbaik. Suami saya sudah tidak bekerja sejak 2010, mau tidak mau, suka tidak suka, saya yang harus menutup kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Meski ia banting tulang untuk perekonomian keluarga, kewajibannya sebagai istri tak ditinggalkan. Memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjadi tanggung jawab mutlak yang harus dikerjakannya.
Dia mengatakan, keadaan keluarganya seringkali memunculkan permasalahan ekonomi. Namun, semua itu bisa diselesaikannya dengan baik karena ada pengertian antara suami dan istri. “Walau pun secara fisik lingkungan memandang saya sebagai tulang punggung keluarga, sebenarnya kepemimpinan tetap ada pada suami. Meski suami di rumah, sebisa mungkin dia juga mencari cara agar bisa mendapat pemasukan. Ya, namanya rumah tangga, istri harus menghormati suami sebagai imam rumah tangga,” kata dia.
Sementara itu, Suami Lastri, Mamet (50) mengaku, tidak bekerja di luar rumah karena tidak nyaman dengan aturan dan jam kerja yang ada di pabrik pada umumnya. “Pada dasarnya, bekerja dengan jam kerja yang ditentukan membosankan. Berangkat pukul delapan pagi hingga empat sore membuat hari-hari terasa monoton,” ujar Mamet.
Dia mengatakan, meski pun tidak berpenghasilan tetap, sebagai kepala keluarga dia tetap berusaha mendapatkan penghasilan di rumah. Sementara itu suami Minah, Rus (50) mengaku, berjualan tanaman hias dan pot untuk mendapatkan pemasukan.
“Kita tidak bisa memaksakan keadaan. Cari kerja juga tidak gampang, bahkan yang muda pun banyak yang masih nganggur. Kita harus selalu mensyukuri kehidupan ini meskipun kekurangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua MUI Jawa Tengah, KH Ahmad Daroji mengatakan, pertukaran peran dalam keluarga sah-sah saja, selama masih dalam batas wajar. Ketika istri bekerja untuk membantu perekonomian keluarga masih bisa dibenarkan selama pekerjaan yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab istri juga dilakukan.
“Pertukaran peran dalam keluarga ini kan hanya sebuah fenomena. Boleh-boleh saja, yang terpenting istri masih melakukan kewajibannya. Suami pun demikian, kepemimpinan keluarga masih harus menjadi tanggung jawabnya, Meski pun hanya istri yang bekerja di luar rumah, suami juga tetap harus mendapatkan penghasilan meski di rumah,” jelasnya. [Resla/SM]