Kinerja BP2MI Dalam Melakukan Perlindungan dan Penempatan Dievaluasi
JAKARTA – Kedeputian Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika (Kedeputian ASAF) BP2MI selenggarakan Evaluasi Kinerja Pelayanan dan Penempatan Pekerja Migran Indonesia di Amanuba Hotel dan Resort Rancamaya Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/6/2024).
Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan ASAF, Drs. Lasro Simbolon, membuka kegiatan evaluasi dengan menyatakan, bahwa evaluasi ini akan bersifat informal dan diskusi terbuka antar 4 unit kerja Kedeputian ASAF, yakni Sistem dan Strategi Penempatan dan Pelindungan (SSPP), Penempatan Pemerintah (PP), Penempatan Non Pemerintah (PNP), serta Pelindungan dan Pemberdayaan (PLPB).
“Masing-masing dari unit kerja, mohon memperkenalkan anggota unit kerjanya, apa yang dikerjakan sampai saat ini, serta apa kendala di internal maupun lapangan yang dihadapi. Atau jika ada, isu-isu apa saja yang belum ada penyelesaiannya. Kalau mau curhat juga boleh,” ucapnya.
Lasro merasa bahwa evaluasi ini penting sebagai refleksi, mempererat hubungan, koreksi kinerja dan kontemplasi diri ke dalam sebagai lembaga negara secara keseluruhan.
“Pada sesi evaluasi hari ini, kita mengundang Ombudsman-RI untuk memberikan perspektif manajerialnya kepada kita. Saya setuju jika evaluasi kerja ini dilaksanakan paling tidak 1 atau 2 kali dalam setahun ke depannya,” pungkasnya.
Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Pelindungan (SSPP) ASAF, Sukarman, maju pertama untuk mengenalkan unit kerjanya, dan menyampaikan kendala di lapangan yang terjadi saat ini.
“Isu yang dihadapi dalam dunia Pekerja Migran Indonesia dari zaman dahulu, yaitu tidak ada perwakilan resmi Indonesia di luar negeri yang dapat bergerak bebas memantau kecenderungan tren. Hal itu menyebabkan kita buta terhadap supply-demand tenaga industri yang dibutuhkan. Otomatis, kita tidak terinfo dengan jelas, pelatihan dan sertifikat apa yang dibutuhkan dan dipersiapkan,” ungkapnya.
Direktur Penempatan Pemerintah (PP) ASAF, Seriulina Tarigan, mengapresiasi terselenggaranya evaluasi kinerja ini. Menurutnya, sudah 2 tahun Kedeputian ASAF tidak menyelenggarakan evaluasi internal. Sedangkan dalam kurun waktu 2 tahun, menurutnya, banyak dinamika dan perubahan di negara Asia-Afrika yang butuh atensi.
“Tren penempatan Pekerja Migran Indonesia menuju Korea Selatan melonjak drastis. Dari sekitar 39 ribu lebih di tahun sebelumnya, menjadi 62 ribu lebih di tahun ini. Puluhan ribu Pekerja Migran dari seluruh Indonesia tersebut tidak dapat dilayani secara optimal hanya dengan total 25 staf di PP ASAF. Kita sampai dibantu dengan 10 staf perbantuan tambahan dari unit lain. Itu pun tidak masih belum memadai jumlah SDM nya,” ucap Seriulina.
Direktur Penempatan Non Pemerintah (PNP) ASAF, Mocharom Ashadi kemudian lanjut berbicara di depan forum, dengan menyatakan pada tahun ini, 255 ribu lebih Pekerja Migran Indonesia ditempatkan melalui Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), atau yang dulu disebut PJTKI.
Lonjakan penempatan Pekerja Migran Indonesia tersebut, menurut Mocharom disebabkan karena pada tahun 2023 lalu Indonesia dan seluruh dunia memasuki masa endemi, atau pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19.
“Namun, jumlah lonjakan Pekerja Migran Indonesia yang signifikan, tidak berbanding lurus dengan struktur anggaran, jumlah SDM, dan kekuatan wewenang di BP2MI. Belum lagi regulasi Pekerja Migran Indonesia Anak Buah Kapal (ABK) yang harus diterapkan di lapangan meskipun aturannya belum selesai dan ditelaah secara rampung,” ujarnya.
Yang terakhir adalah Plt. Direktur Pelindungan dan Pemberdayaan (PLPB) ASAF, Firman Mokoginta, menambahkan bahwa, lonjakan penempatan juga berimbas dengan lonjakan pelindungan dan pendampingan Pekerja Migran Indonesia yang terkendala.
“Lonjakan pendampingan kasus, tidak didampingi dengan jumlah SDM yang memadai. Sebagian staf dari PLPB diperbantukan di unit kerja lain. Hal ini menyebabkan staf kita mengerjakan pekerjaan di 2 direktorat yang berbeda. Untuk penyelesaian hukum bagi para Pekerja Migran Indonesia sendiri, masih banyak yang belum terselesaikan, dikarenakan payung hukumnya belum ada untuk keunikan di tiap kasusnya,”
Firman juga menyatakan bahwa PLPB ASAF juga turut mengelola Kawan-PMI dan Perwira-PMI. Sebuah organisasi masyarakat di tingkat pelosok yang membantu kendala Pekerja Migran Indonesia, dan menyambung komunikasi dengan lembaga swadaya masyarakat di tingkat daerah.
“Kehadiran organisasi masyarakat tersebut cukup membantu kita dalam tema program pemberdayaan tahun ini, yaitu sosial-ekonomi, berbeda dengan tahun lalu yang bertema wirausaha,” pungkasnya.
Keasistenan Utama Manajemen Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI, Andi, memberikan perspektifnya sebagai narasumber bahwa, kunci dari pencegahan maladministrasi dan alur proses pelayanan publik, ada di komunikasi.
Namun menurutnya, perkembangan teknologi informasi dalam komunikasi yang pesat, menyebabkan alur birokrasi yang ada di lembaga pemerintah, kalah cepat dengan gaya komunikasi netizen.
“Penyampaian informasi atau aduan masyarakat sekarang lebih cepat melalui medsos, sedangkan sistem medsos tidak mengakomodasi tata kelola pengarsipan. Hal ini yang harus dipertemukan dan dikaji. Berikutnya, penilaian standar pelayanan publik, mau tidak mau harus mengadopsi perkembangan zaman digital sekarang,” tutupnya. []