Komnas HAM Perkuat Kapasitas HAM Petugas Perlindungan Migran

JAKARTA – Kepala Sekretariat Komnas HAM Aceh Sepriady Utama, menegaskan pentingnya pengetahuan instrumen hukum dan hak asasi manusia bagi petugas garis depan yang bertugas melindungi Migran yang rentan. Hal ini bertujuan memberikan perspektif yang berbeda dalam melindungi migran dan pengungsi rentan. “Pengetahuan hukum dan HAM itu penting bagi para petugas di garis depan dalam melindungi para migran yang rentan.
Pengetahuan ini akan memberikan perspektif petugas dalam memberikan perlindungan kepada para migran yang rentan,” tegas Sepriady. Pernyataan tersebut diungkapkannya, saat menjadi pemateri dalam Pelatihan Manajemen Perbatasan dan Penyaringan Migran yang mungkin berada dalam Situasi Rentan (Training Workshop on Border Management and Screening and Referral of Vulnerable Migrants Who May Be in Vulnerable Situation) pada 19-22 Agustus 2025 di Jakarta.
Selain itu, dalam paparannya Sepriady juga menjelaskan perbedaan antara perdagangan manusia yang bersifat eksploitatif dan penyeludupan manusia yang lebih berfokus pada perjalanan ilegal. “Perdagangan manusia itu ekploitatif korban, sementara penyelundupan migran terjadi karena adanya permintaan perjalanan ilegal dengan imbalan uang” jelas Sepriady.
Pemerintah Indonesia sendiri telah membentuk Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan aparat penegak hukum, organisasi masyarakat, akademisi. “Komnas HAM juga memperkuat langkah ini dengan melakukan monitoring efektifitas pencegahan, sekaligus mendorong adanya pelatihan gabungan bagi aparat di perbatasan” ucapnya.
Selanjutnya Sepriady juga menjelaskan Undang-Undang No. 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Pekerja Migran dan Keluarganya, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-undang tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Undang-Undang No. 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak Melengkapi Konvensi PBB tentang Tindak Pidana Internasional yang terorganisir, Undang-Undang No. 12 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, Undang-Undang No. 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, Undang-Undang No. 15 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi.
Migrasi maritim tidak teratur di Asia Tenggara telah menjadi semakin kompleks dan berbahaya. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa tahun 2024 mencatat jumlah kematian migran tertinggi di Asia sebanyak 2.514 jiwa, termasuk 647 orang yang tenggelam di laut saat mencoba bermigrasi, meningkat enam kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (Proyek Migran Hilang IOM).
Pelatihan yang digelar oleh Regional Support Office of the Bali Process (RSO) ini bertujuan membekali petugas garis depan dari Indonesia dan Malaysia dengan keterampilan mendeteksi dan merespons tindak pidana perdagangan orang serta penyelundupan migran, termasuk dalam mengenali tanda-tanda, memahami hukum, melakukan proses penyaringan, merujuk individu yang rentan, serta meningkatkan kerja sama antar-lembaga.
Kegiatan ini diikuti oleh berbagai instansi utama di Indonesia dan Malaysia, diantaranya, Direktorat Intelijen Imigrasi, Direktorat Kerjasama Imigrasi dan Bina Perwakilan, Kantor Imigrasi di Tanjung Priok, Medan, Dumai, Pekan Baru, Banda Aceh dan Sabang, Bareskrim, Divisi Hubungan Internasional Polri, Bakamla RI, Basarnas, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan, Subdit Pengawasan Kepatuhan Internal, Patroli dan Penegakan Hukum Ditjend Perhubungan Laut, Polisi Perairan, Stasiun Bakamla di Tanjung Balai Karimun dan di Banda Aceh, Pangkalan Pengawasan Laut dan Pelayaran di Tanjung Uban dan Bitung. Sementara dari Malaysia diikuti oleh tiga Officer dari Immigration Departemen of Malaysia (Ministry of Home Affair Malaysia).
Melalui pelatihan ini diharapkan terbangun kerjasama regional yang lebih kuat dalam melindungi migran rentan serta mencegah tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan migran di Kawasan. Selain Sepriady, pemateri lainnya adalah Eun Jung Yi, Programme Manager, Border and Migration Management, RSO, Indah Alia ASEAN‒Australia Counter Trafficking, Yesper Widell, Protection Officer UNHCR dan Sebastien Reclaru, Programme Manager Immigration and Border Governance, IOM. []