October 21, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Kremasi Jenazah PMI Tanpa Ijin, Langgar HAM dan Hak Beragama Beragama

2 min read

JAKARTA – Lembaga advokasi pekerja migran, Migrant Watch, menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa tragis yang menimpa almarhum Gilang, pekerja migran asal Pemalang, Indonesia, yang meninggal dunia di Korea Selatan dan jenazahnya dikremasi tanpa seizin pihak keluarga.

Peristiwa ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas kebebasan beragama dan penghormatan terhadap martabat manusia.

“Kasus ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menyangkut ranah hak asasi manusia.

Kremasi tanpa izin keluarga berarti mengabaikan keyakinan agama dan martabat seseorang, bahkan setelah ia meninggal dunia,” ujar Aznil Tan, Direktur Eksekutif Migrant Watch, dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Migrant Watch menilai bahwa tindakan tersebut menunjukkan kelalaian otoritas dalam menghormati hak dasar pekerja migran sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Pasal 1 dan 18) tentang martabat dan kebebasan beragama, serta prinsip dalam Konvensi Internasional Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (1990).

Lembaga ini menegaskan, penghormatan terhadap pekerja migran tidak berhenti pada saat mereka meninggal dunia.

Baik negara pengirim maupun penerima tenaga kerja memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan martabat manusia tetap dijaga tanpa diskriminasi berdasarkan agama, ras, maupun asal negara.

 

Desakan kepada Pemerintah Korea Selatan dan Indonesia

Migrant Watch mendesak Pemerintah Korea Selatan untuk:

Menyampaikan permintaan maaf resmi kepada keluarga korban dan rakyat Indonesia.

Melakukan evaluasi serta revisi prosedur standar (SOP) identifikasi jenazah asing agar lebih sensitif terhadap latar belakang agama dan budaya.

“Migrant Watch mendesak Presiden Korea Selatan untuk menyampaikan permintaan maaf resmi kepada keluarga korban dan rakyat Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab moral negara. Selain itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem identifikasi jenazah asing agar menghormati nilai-nilai agama dan budaya,” tegas Aznil Tan, aktivis 1998 sekaligus Direktur Eksekutif Migrant Watch.

 

Kronologi Kasus

Berdasarkan laporan media Korea Selatan, JTBC, Gilang merupakan satu dari lima pekerja migran Indonesia yang hilang akibat kebakaran kapal di perairan Buan, Jeolla Utara, pada Februari 2025.

Tiga bulan kemudian, jasadnya ditemukan di laut dekat Boryeong, namun akibat keterlambatan proses identifikasi DNA, jenazah sempat dikategorikan sebagai “tidak beridentitas” dan dikremasi oleh otoritas setempat sebelum hasil identifikasi resmi diumumkan.

Keluarga korban di Pemalang, Jawa Tengah, menolak menerima abu jenazah karena agama Islam melarang praktik kremasi.

Mereka kini telah menunjuk pengacara di Korea Selatan untuk menempuh jalur hukum dan menuntut pertanggungjawaban pihak berwenang.

 

Seruan untuk Perlindungan Pekerja Migran

Migrant Watch menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mekanisme perlindungan hukum dan diplomasi kemanusiaan bagi warganya di luar negeri.

“Setiap pekerja migran adalah duta bangsa. Mereka berhak atas perlakuan yang bermartabat, baik saat hidup maupun setelah meninggal dunia,” tutup Aznil Tan.[]

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply