October 12, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Lebih Dari 2.500 PMI Pulang Dalam Kondisi Menjadi Jenazah

3 min read

JAKARTA –  Ditengah upaya pemerintah mengkampanyekan keamanan dan peluang kerja di luar negeri, nyatanya hal ini juga belum menjamin rasa aman bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Sebab, masih banyaj juga masyarakat yang menjadi korban human traffiking (perdagangan manusia), dengan embel-embel kerja bagus dan upah layak. Bahkan sejak 2020 lalu hingga Januari 2024 ini, tercatat ada 2.597 PMI yang pulang dalam wujud jenazah.

Selain itu, ada 110.641 PMI yang dideportasi dari negara lain karena tertangkap masuk secara ilegal. Ini menjadi bukti bahwa bekerja di luar negeri bukanlah jaminan untuk keselamatan. Akibat masih lemahnya sistem pengawasan dan proteksi terhadap oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani, mengatakan, ada empat langkah yang mereka lakukan untuk memerangi jaringan perdagangan manusia ataupun PMI ilegal. Mulai dari sosialisasi yang masif, diseminasi informasi aktif, pencegahan progresif, dan penegakan hukum.

“Negara sudah membagi habis tugas, setiap WNI yang ada di luar negeri mulai pelajar hingga pekerja dijaminkan. Jika ada masalah, maka tanggung jawabnya ada di perwakilan RI, termasuk dalam hal pemulangan bagi yang sakit, deportasi, hingga jenazah. Biayanya ditanggung negara semua,” ujarnya di Hotel The Rinra Makassar, Jumat, 26 Januari 2024.

Bahkan dia pun mengakui, banyak PMI yang mendapat perlakuan tidak adil. Mulai diskriminasi, berbagai bentuk kekerasan, PHK, hingga diperdagangkan. Kata dia, itu karena mereka semua tidak taat dengan aturan negara, karena tidak memiliki dokumen resmi. []

“Banyak kasus bagi yang berangkat tidak resmi. Kekerasan fisik dan seksual, di-PHK sepihak, bahkan diperjualbelikan. Kalau di-PHK, mereka malu pulang karena keluarga taunya mereka bekerja, bahkan gajinya rendah karena tidak ada perjanjian kerja. Mereka berisiko dieksploitasi bahkan 20 jam kerja, padahal pekerjaan resmi cukup 10 jam,” ungkapnya.

Selanjutnya bagi PMI yang bekerja secara non prosedural, kondisinya tidak pernah dicek, tidak pernah menjalani medical check up, tidak ada asuransi. Sehingga ketika mereka ingin berobat, tidak ada asuransi yang dimiliki.

“Kalau yang resmi, sebelum berangkat mereka dijamin sehat, karena TBC saja tidak boleh. Terus kalau di sana sakit, mereka dibiayai pengobatannya karena tercover asuransi, baik dari BPJS tenaga kerja maupun perusahaan tempatnya bekerja,”bebernya.

Benny juga menjelaskan, selain dari PMI yang wafat dan dideportasi, ada juga seitar 3.400-an yang dipulangkan karena sakit. Kondisi ini saja sebenarnya sudah menunjukkan bahwa kemampuan negara dalam menciptakan lapangan kerja di dalam negeri masih lemah.

“Empat tahun sejak saya dilantik menjadi Kepala BP2MI, terhitung dari tahun 2020 dan sekarang awal tahun 2024, sudah 110.641 PMI dideportasi. Kemudian ada 2.597 PMI yang kembali ke tanah air dalam keadaan meninggal. Itu ada dua atau tiga peti jenazah yang masuk melalui bandara,” bebernya.

Melihat kondisi ini, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Ardiles Saggaf menegaskan, pihaknya senantiasa menjalin kolaborasi dengan pihak terkait, untuk memastikan PMI asal Sulsel dalam kondisi baik-baik saja.

“Kolaborasi kami dengan BP2MI sangat intens. Masalah penempatan, kami di Pemprov Sulsel sudah membentuk layanan terpadu satu atap, sinergi dan kolaborasi dengan kabupaten/kota, khususnya menyangkut kelengkapan administrasi PMI,” kata dia.

Terlebih lagi, saat ini semua PMI yang berangkat ke luar negeri harus menggunakan sertifikat kompetensi. Itu sebabnya, Ardiles mengaku menjalin sinergi dengan seluruh pihak, agar kelengkapan para PMI bisa lengkap dan tuntas.

“Soal pengawasan, kami bersama Polda, Imigrasi, Pelindo, Angkasa Pura, BP3MI, bersatu melakukan pengawasan di pintu keluar, termasuk Pelabuhan Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Garongkong. Di Parepare sudah ketat, makanya ada jalur lain di Barru. Kami sudah koordinasi dengan Polda untuk mengawasi PMI yang melewati jalur seperti itu,” sebutnya.

Berkaitan dengan kondisi PMI ilegal dari Sulsel, Ardiles mengakui masih ada delapan daerah yang menjadi kontributor terbesar. Seperti Bulukumba, Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Bone, dan Pinrang.

“Kami di Sulsel mengakui ada delapan daerah yang masuk kantong-kantong PMI non prosedural. Bulukumba paling banyak, mereka tidak punya visa pekerjaan. Menyikapi itu kami koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Nunukan mengenai hal apa saja yang menjadi penyebab PMI kita berangkat lewat sana,” tuturnya.

Untuk saat ini, kata Ardiles, PMI ilegal asal Sulsel yang berhasil diselamatkan ada sekitar 500 orang. Namun belum diketahui secara pasti berapa angka PMI non prosedural yang ada di luar negeri.

“PMI ilegal yang berhasil diselamatkan sekitar 500 orang. Kalau yang prosedural itu ada 326 orang. Negara tujuan paling diminati itu Malaysia, karena akses itu paling gampang lewat Nunukan,” kata dia. []

Advertisement
Advertisement