Lebih dari 5 Ribu Anak Alami Keracunan Program Makan Gratis

JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan sejak awal tahun 2025 oleh pemerintah Indonesia sebagai langkah mengatasi masalah gizi anak di sekolah kini menghadapi ujian serius akibat maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah.
Beberapa bulan terakhir, kasus keracunan massal kembali terjadi di sejumlah daerah, menimpa ratusan siswa dan memicu kekhawatiran publik terhadap keamanan pangan dalam program ini. Alih-alih menyehatkan, MBG justru dianggap mengancam keselamatan peserta didik apabila tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat.
Jumlah Korban Keracunan BMG dan Gejala yang Dialami
Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat hingga September 2025, lebih dari 5.360 anak di berbagai wilayah di Indonesia dilaporkan mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.
Kasus keracunan ini muncul di berbagai wilayah, mulai dari Sulawesi Tengah, Jawa Barat, hingga Nusa Tenggara Timur. Salah satu insiden terbesar terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, di mana 314 siswa dari tingkat SD hingga SMA diduga mengalami keracunan massal setelah menyantap menu makan bergizi yang disajikan pada Rabu, 17 September 2025.
Sebagian besar korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Trikora Salakan untuk mendapatkan perawatan medis. Dugaan sementara di daerah ini, makanan yang menjadi biang kerok mengandung ikan tuna goreng yang sudah tidak layak konsumsi.
Insiden serupa juga terjadi di Garut, Jawa Barat, yang melaporkan 569 siswa mengalami gejala keracunan, kebanyakan mengeluhkan sakit perut yang cukup parah. Dinas Kesehatan setempat mengonfirmasi bahwa gejala yang dialami oleh para pelajar menunjukkan tanda-tanda keracunan makanan.
Repons Pemerintah
Pihak pemerintah pusat melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan permohonan maaf atas insiden keracunan massal ini dan menegaskan bahwa seluruh pihak terkait sudah melakukan koordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menangani korban serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG.
“Kami atas nama pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah,” ujar Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Lebih jauh, pemerintah menargetkan agar kejadian serupa tidak terjadi kembali dan menekankan perlunya perbaikan sistem pengawasan dalam proses penyediaan makanan bergizi tersebut. Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa program dengan anggaran ratusan triliun rupiah ini akan segera diperketat pengelolaannya.
Presiden RI Prabowo Subianto, pendukung utama program MBG sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, sebelumnya sudah menginstruksikan BGN agar berkomitmen pada target nol insiden keracunan.
Namun, hingga kini peningkatan kasus keracunan justru terus terjadi dan menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Menurut JPPI, angka ini kemungkinan besar masih belum mencerminkan kondisi sebenarnya karena beberapa sekolah dan pemerintahan daerah cenderung menutup-nutupi laporan demi menghindari sorotan publik.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai bahwa kegagalan tata kelola program MBG yang mengakibatkan ribuan anak keracunan bukan hanya sekadar kesalahan teknis, melainkan masalah sistemik yang membutuhkan evaluasi total.
Gejala yang dialami para korban keracunan MBG beragam, mulai dari diare, muntah, nyeri perut, pusing, demam, hingga sesak napas. Sebagian besar korban berasal dari kalangan sekolah dasar hingga menengah atas. Para orang tua korban mulai mengungkapkan kekhawatiran dan trauma terkait keamanan makanan yang diberikan melalui program pemerintah tersebut.
Ribuan anak yang terganggu kesehatannya akibat keracunan makan bergizi ini mengancam terusannya program untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan anak Indonesia, yang sebenarnya menjadi tujuan utama dari kebijakan publik tersebut. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengadaan, penyimpanan, dan distribusi makanan menjadi hal mendesak agar keselamatan anak-anak dapat dijamin.
Spekulasi Faktor Penyebab Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis
Beberapa ahli gizi mengingatkan bahwa insiden keracunan tersebut diduga berasal dari minimnya pengawasan dan higienitas dalam proses pembuatan makanan. Studi laboratorium menemukan kontaminasi bakteri dari jenis Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, hingga beberapa bakteri jamur seperti Candida tropicalis dalam sampel makanan yang disalurkan melalui MBG di beberapa lokasi. Oleh sebab itu, evaluasi dan perbaikan standar keamanan pangan dalam program MBG sangat krusial.
Di tengah gelombang kritik dan tekanan publik, Badan Gizi Nasional berjanji akan memperbaiki manajemen dapur MBG dan memperketat sistem audit dapur serta distribusi makanan bergizi. Namun, anggota DPR Edy Wuryanto mengingatkan agar BGN tidak sembarangan memberikan izin dapur MBG kepada penyedia, demi menghindari kasus keracunan berulang.
Kini, walaupun pemerintah telah mengambil langkah cepat untuk mengatasi dampak keracunan dan mencegah kejadian di masa depan, kepercayaan masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis sedang berada di titik terendah. Banyak orang tua merasa ragu mengizinkan anak mereka menerima makanan tersebut karena takut mengalami hal yang sama.
Program MBG dirancang untuk membantu menuntaskan masalah gizi buruk di kalangan pelajar, yang sangat berpotensi meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Namun, tanpa keberhasilan pengelolaan dan pengawasan yang baik, program ini justru membawa risiko besar terhadap kesehatan anak-anak penerima manfaatnya. []
Sumber Good Stats