Mayoritas PMI Non Prosedural Mendapatkan Job Melalui Orang Dalam
JAKARTA – Legalitas Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih menjadi tantangan serius. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2023, hanya 65,6% PMI yang masuk ke negara tujuan secara reguler menggunakan visa kerja.
Artinya, sekitar 34,4% pekerja migran lainnya terlibat dalam jalur non prosedural, baik dengan menggunakan jenis visa lain selain visa kerja maupun tanpa melalui jalur masuk resmi. Kelompok ini disebut sebagai PMI tidak terdokumentasi.
Masalah ini menjadi penting karena menyangkut keselamatan dan perlindungan hak asasi manusia bagi para pekerja migran, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PMI).
PMI yang tidak terdokumentasi rentan menjadi korban perdagangan manusia, kekerasan, eksploitasi kerja, hingga tidak mendapatkan gaji yang layak. Selain itu, mereka tidak memiliki akses terhadap jaminan sosial maupun asuransi yang disediakan pemerintah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa PMI non prosedural menggunakan beberapa cara untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri. Mayoritas, sebesar 57,4%, mendapatkan pekerjaan melalui jaringan teman atau keluarga.
Selanjutnya, 26,8% PMI non prosedural direkrut langsung oleh pemberi kerja atau perekrut perorangan, sementara 9,8% menggunakan jasa agen swasta. Hanya 3,5% yang memperoleh pekerjaan melalui agen pemerintah, dan sisanya sebesar 2,5% melalui jalur lain.
Banyaknya PMI yang menggunakan jaringan teman atau keluarga dilatar belakangi beberapa alasan. Salah satunya biaya rekrutmen yang lebih rendah. BPS menyebut, PMI yang mendapatkan pekerjaan melalui agen perekrutan, baik pemerintah maupun swasta, cenderung harus membayar biaya yang lebih tinggi, berkisar antara Rp9 juta hingga Rp10,9 juta. Sedangkan PMI yang mendapatkan pekerjaan melalui jaringan keluarga atau teman hanya perlu mengeluarkan biaya sekitar Rp4 juta.[]