April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Melihat Kondisi Keuangan Indonesia dari Hasil Susenas 2020

3 min read

JAKARTA – Dikutip dari situs Bank Indonesia, keuangan inklusif mulai mengemuka pascakrisis ekonomi 2008. Tercatat, negara yang relatif terdampak adalah negara yang masyarakatnya belum banyak memanfaatkan produk layanan jasa keuangan. Hal inilah yang kemudian menginisiasi sebagian negara untuk mendorong masyarakatnya memanfaatkan produk layanan jasa keuangan, salah satunya Indonesia.

Layanan jasa keuangan tersebut dapat berupa tabungan dan kredit, termasuk di dalamnya asuransi dan dana pensiun. Seberapa banyak masyarakat akan memanfaatkan layanan jasa keuangan formal itulah yang dikenal dengan istilah keuangan inklusif.

Indonesia, melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), menargetkan pencapaian untuk inklusi keuangan sebesar 75% pada 2019. Singkat cerita, OJK dalam salah satu siaran persnya pada akhir 2019 menyatakan bahwa secara kumulatif keuangan inklusif Indonesia sebesar 76,19%. Sayangnya, dalam siaran pers tersebut tidak dijelaskan produk keuangan mana saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

Sementara itu, melalui data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasionel) 2020, yang merupakan hasil survei yang dilakukan pada tahun 2019, kita dapat mengira-ngira seberapa besar keuangan inklusif kita, termasuk seberapa banyak masyarakat yang memanfaatkan jasa keuangan formal berupa tabungan, pinjaman kredit, asuransi ataupun dana pensiun. Namun demikian, data Susenas 2020 juga memiliki kekurangan, yakni beberapa data berada dalam level keluarga, bukan individu. Tercatat, dalam Susenas 2020 terdapat 315.672 sampel keluarga di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi.

Pertanyaan tentang akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal berupa tabungan dapat kita temukan pada blok VIII tentang keterangan teknologi informasi, komunikasi, dan kepemilikan tabungan (untuk anggota rumah tangga berumur lima tahun keatas). Data pada pertanyaan tersebut menyebutkan bahwa pada 2019, hanya 31,2% masyarakat Indonesia yang mengakses tabungan.

Namun demikian, jika dilihat dari sudut keluarga, angkanya dapat berbeda, yaitu terdapat 42,18% kepala keluarga sudah memiliki akses layanan tabungan. Dalam hal ini, dari 315.672 keluarga sampel Susenas 2020, hanya 133.168 kepala keluarga yang mempunyai rekening tabungan.

Sementara itu, pertanyaan tentang akses masyarakat berupa pinjaman pada layanan keuangan formal dapat kita temukan pada blok XIX tentang akses terhadap layanan keuangan. Sumber akses pinjaman tersebut dapat berupa kredit KUR, kredit bank selain KUR, dan BPR. Data pada pertanyaan tersebut menyebutkan bahwa pada 2019, hanya terdapat 13,4% dari rumah tangga di Indonesia yang mengakses pinjaman kredit ke bank.

Lebih lanjut, keuangan inklusif pada dasarnya tidak terbatas pada tabungan dan pinjaman saja, tetapi juga akses dari asuransi dan dana pensiun.

Untuk akses terhadap asuransi, dapat berupa asuransi BPJS selaku Penerima Bantuan Iuran, Asuransi BPJS Non-PBI, asuransi swasta, dan Jamkesda. Dari Susenas 2020, kita mendapatkan data bahwa 71,7% masyarakat Indonesia sudah mendapatkan akses terhadap asuransi. Angka tersebut besar karena pemerintah menanggung premi asuransi BPJS bagi para Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Sementara itu, untuk akses terhadap Program Jaminan Pensiun, dapat berupa jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Dalam hal ini, data Susenas 2020 menunjukkan bahwa hanya 9,1% masyarakat Indonesia yang mempunyai dan memanfaatkan akses terhadap Program Jaminan Pensiun.

 

Keuangan Inklusif Indonesia dan Tantangan ke Depan

Hasil survei mengenai akses terhadap layanan keuangan formal atau keuangan inklusif yang dilakukan oleh OJK berbeda dengan Susenas 2020. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan jumlah sampel yang digunakan.

Survei yang dilakukan OJK melibatkan 12.773 responden individu yang berada di 34 provinsi. Sementara itu, survei Susenas 2020 melibatkan 315.672 dalam level keluarga yang berada di 34 provinsi.

Angka dari survei OJK menunjukkan tingkat keuangan inklusif di Indonesia sebesar 76,19%. Apabila keuangan inklusif diartikan sebagai sejauh mana masyarakat memanfaatkan layanan keuangan formal—minimal salah satu di antara tabungan, pinjaman kredit, asuransi, atau dana pensiun—berdasarkan Susenas 2020 keuangan inklusif di Indonesia sebesar 82,3%.

Namun demikian, sejatinya hanya terdapat 2,13% keluarga di Indonesia yang mengakses tabungan, pinjaman, asuransi, ataupun dana pensiun secara bersamaan.

Pada masa depan, keuangan inklusif bukan tanpa tantangan. Kalau kita lihat lagi angka-angka di atas, kontribusi keuangan inklusif relatif terbantu dari sisi asuransi. Dalam hal ini, kepesertaan asuransi menduduki peringkat pertama karena terbantu keikutsertaan masyarakat sebagai peserta BPJS, terutama kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran yang ditanggung oleh pemerintah.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo dalam kepemimpinan periode kedua ini bercita-cita untuk meningkatkan level keuangan inklusif sebesar 90% pada 2024. Namun demikian, jika melihat data di atas, saat ini baru 2,13% masyarakat ataupun keluarga Indonesia yang mengakses tabungan, pinjaman, asuransi, ataupun dana pensiun secara bersamaan. Bisakah kita meningkatkan angka tersebut? []

Penulis Tri Achya Ngasuko, Peneliti Muda Badan Kebijakan Fiskal

Advertisement
Advertisement