Membangun Infrastruktur, Membangun Masa Depan
Indonesia bukan hanya Jawa. Ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku, serta Bali dan Nusa Tenggara. Sudah saatnya wilayah ini dibangun agar pembangunan tidak menumpuk di Jawa. Meski aktivitas bisnisnya tidak sebesar Jawa, pembangunan sudah harus dilakukan dan daya tariknya adalah infrastruktur.
Pembangunan di luar Jawa sangat penting untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsentrasi penduduk harus mulai digeser ke luar Jawa. Ekonomi di luar Jawa perlu segera dibangun dan itu semuanya harus dimulai dari infrastruktur.
Dengan perspektif inilah kita melihat pembangunan jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 km yang sedang dibangun pemerintah lewat BUMN Karya, yakni PT Hutama Karya (HK). Dengan status yang masih 100% milik negara, PT HK diandalkan untuk sepenuhnya melaksanakan penugasan dari pemerintah.
Pemerintah menargetkan, lima tahun akan datang, 2024, Tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 km sudah bisa dioperasikan. Saat ini, ruas tol yang sudah selesai dibangun mencapai 180 km, termasuk 140 km Bakauheni-Terbanggi Besar, Lampung yang diresmikan Presiden Jokowi, Jumat (8/3). Total investasi pembangunan Tol Trans Sumatera mencapai Rp 476 triliun.
Trans Sumatera bukan sebuah jalan tol yang lurus dari Banda Aceh ke Bandar Lampung. Seperti tulang ikan, setidaknya terdapat empat sirip, yakni Medan-Sibolga, Medan-Tebing Tinggi, Pekanbaru-Padang, dan Palembang-Bengkulu. Semua kota besar di Sumatera bisa diakses lewat tol guna memperlancar pergerakan manusia dan barang.
Banyak yang mempertanyakan manfaat Tol Trans Sumatera. Lalu lintas yang masih sepi akan menyulitkan pengembalian investasi. Pembangunan infrastruktur yang terlalu cepat akan membangkrutkan BUMN dan pemerintah. Mereka berpendapat, infrastruktur transportasi darat di Sumatera cukup seperti sekarang.
Yang diperlukan adalah perbaikan ruas jalan yang sudah ada. Pandangan seperti inilah yang membuat Indonesia tertinggal dibanding negara lain, termasuk Malaysia yang pada era 1980-an belajar membuat jalan tol dari Indonesia. Kini, tol mulus sudah membelah Malaysia. Semua kota besar di negeri jiran itu sudah terhubungkan tol. RRT sudah maju pesat berkat infrastruktur yang bagus. Setiap kota besar di Negeri Tirai Bambu itu sudah terhubung tol.
Apalagi dengan konsep One Belt, One Road yang diimplementasikan sejak 2013, tol Trans Tiongkok kini menjadi bagian dari jalur darat mulus yang melintasi 65 negara dengan jumlah penduduk 4,4 miliar.
Belajar dari negara lain, pembangunan ekonomi harus dimulai dari penyediaan infrastruktur atau business follow the infrastructure. Itulah yang terjadi dengan Eropa, AS, Jepang, Korsel, dan RRT. Pemerintah sudah tepat ketika memutuskan untuk membangun infrastruktur terlebih dahulu. Apalagi sejak memulai pembangunan Tol Trans Sumatera, pemerintah sudah merumuskan sebuah perencanaan komprehensif. Sejumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sudah ditetapkan. Di dalam KEK ada kawasan industri yang dekat denganpelabuhan dan bandara.
Ada enamtujuh KEK untuk menggerakkan perekonomian Sumatera. Dengan kekayaan alam yang besar, Sumatera adalah new engine of Indonesia. Setelah Jawa, Indonesia harus punya mesin pertumbuhan baru. Yang paling dekat adalah Sumatera. Selain penghasil berbagai komoditas, pulau ini cukup padat dibanding pulau lainnya. Sumatera adalah penghasil komoditas perkebunan dan mineral. Sumatera adalah penghasil sawit, kopi, kakao, kayu, besi, batu bara, urea, timah, dan migas.
Sebagai sentra energi, kegiatan ekonomi di pulau ini akan lebih efisien. Belajar dari Jawa, kawasan industri di Sumatera akan dibuat lebih integratif. Industri hulu hingga hilir harus berada di satu kawasan yang dekat dengan pelabuhan. Pabrik elektronik dan otomotif harus satu kawasan dengan pabrik baja dan industri barang modal. Pabrik tekstil satu kawasan dengan pesawat pabrik purified terephthalic acid (PTA).
Kawasan industri dan pelabuhan dihubungkan oleh rel kereta api (KA). Semua peti kemas diangkut lewat KA. Kepabeanan dan imigrasi berada dalam satu atap, sehingga produk Sumatera bisa diekspor dari setiap pelabuhan. Tol Trans Sumatera akan menarik minat wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan Nusantara (wisnus). Pariwisata Indonesia jangan lagi tergantung Bali. Dengan jalan darat yang mulus yang menghubungkan setiap kota besar, pergerakan manusia akan lebih cepat. Kehadiran Tol Trans Sumatera akan menempatkan Indonesia bagian dari Asian Highway Network, yakni jalur darat mulus sepanjang 141.000 km yang menghubungkan 34 negara di Asia dan Eropa.
Sukses Sumatera akan diikuti Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Empat pulau besar Indonesia patut dijadikan mesin pertumbuhan selain Jawa. Jalan darat yang berstandar internasional juga perlu dibangun di Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku. Untuk jalur yang layak secara finansial dan ekonomi, swasta perlu dilibatkan.
Sedangkan untuk jalur yang hanya layak secara ekonomi, namun tidak secara finansial, pemerintah lewat BUMN harus mengambil risiko. Itulah yang kini terjadi dengan Tol Trans Sumatera dan sejumlah proyek infrastruktur lainnya.
Langkah pemerintah sudah tepat. Pembangunan infrastruktur selama empat tahun terakhir sudah memberikan hasil yang signifikan: inflasi rendah, angka kemiskinan menurun, kesenjangan dan ketimpangan menyempit. Meski laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 5%, kualitas pertumbuhan cukup bagus.
Selama ini, pembangunan ekonomi tidak bisa ‘digas’ lebih kencang karena akan menimbulkan pemanasan mesin ekonomi. Pembangunan ekonomi kencang, inflasi membengkak. Tapi, dengan infrastruktur yang sudah lebih siap, pertumbuhan ekonomi pada masa mendatang bisa dipacu lebih kencang tanpa menimbulkan pemanasan. [ID]