Memberi dan Menerima Suap Dalam Pandangan Islam
JAKARTA – Praktik suap atau penyuapan, penyogokan, atau rasywah adalah tindakan memberikan uang, ataupun barang.
Dikutip dari Proxsisgroup.com, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980, tindakan suap yang menyangkut kepentingan umum dikategorikan sebagai tindak pidana, hal ini karena perbuatan suap dalam pelbagai bentuk dan sifatnya pada hakikatnya juga bertentangan dengan kesusilaan dan moral Pancasila yang membahayakan kehidupan masyarakat.
Praktik penyuapan sendiri dalam agama Islam, hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak, baik untuk memperoleh manfaat maupun menolak mudharat, baik untuk memperoleh yang hak maupun yang batil, baik untuk menghilangkan kezaliman maupun untuk melakukan kezaliman seperti dilansir dari Lubuk.basung.go.id.
Semua jenis suap haram hukumnya, berdasarkan keumuman hadits-hadits yang mengharamkan suap. Dari Abdullah bin ‘Amr RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah atas setiap orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Melansir Pta-banten.go.id, di sisi lain masyarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Bahkan ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.
Haram mencari suap, menyuap dan menerima suap. Hal itu juga berlaku juga bagi mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa.
Macam-Macam Risywah :
Ibn Abidin, dengan menguti kitab al-Fath, mengemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu:
Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.
Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu.
Macam-Macam Risywah :
Ibn Abidin, dengan menguti kitab al-Fath, mengemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu :
- Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.
- Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu.
- Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudaratan dan mengambil manfaat. Risywah ini haram bagi yang mengambilnya saja. Sebagai alasan risywah ini dapat dianggap upah bagi orang yang berurusan dengan pemerintah. Pemberian tersebut digunakan untuk urusan seseorang, lalu dibagi-bagikan. Hal ini halal dari dua sisi seperti hadiah untuk menyenangkan orang. Akan tetapi dari satu sisi haram, karena substansinya adalah kazaliman. []