Menakjubkan, Bandara New YIA (New Yogyakarta International Airport) Didesain Tahan Gempa Hingga 8.8 SR
JAKARTA – Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) di Kulon Progo, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo Jumat (28/8) kemarin, memiliki daya tahan terhadap gempa hingga magnitudo (M) 8,8. Konstruksinya bahkan bisa menahan gelombang tsunami dengan ketinggian 12 meter dari permukaan laut (dpl).
Selain itu, sistem peringatan dini tsunami juga telah siap beroperasi di BIY, yang mana dijalankan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY (BPBD – DIY) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo, serta pengelola Bandara Internasional Yogyakarta (PT. Angkasa Pura 1) dan PT. Airnav Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, sistem ini terintegrasi dengan jaringan pemantauan gempa bumi di Pusat Gempa Bumi Nasional dan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Kantor BMKG Pusat Jakarta. Hal ini merupakan sistem percontohan pertama di Indonesia serta ASEAN, untuk bandara di daerah rawan tsunami.
“Sistem peringatan dini tsunami ini diperkuat oleh Internet of Things (IoT) dan Artifial Intelligence (AI),” kata Dwikorita melalui keterangan resmi, Sabtu (29/08/2020).
Kemudian, Dwikorita menambahkan, desain bangunan BIY juga disiapkan sebagai tempat evakuasi bagi pengunjung bandara apabila terjadi gempa dan tsunami. Masyarakat sekitar juga dapat menggunakannya sebagai shelter evakuasi. Shelter evakuasi yang berada di sayap gedung Crisis Center ini memiliki daya tampung cukup besar untuk ribuan orang.
“Sebelum bangunan bandara ini ada, di sini merupakan lahan yang datar dan rendah, jauh dari topografi yang tinggi. Masyarakat harus berjalan sekitar 5 km lebih, untuk mencapai tempat yang lebih tinggi agar selamat dari gelombang tsunami,” terangnya.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa sistem peringatan dini tsunami di BIY terkoneksi dengan jaringan sensor gempa bumi. Ada 372 sensor yang terpasang di seluruh Indonesia.
BMKG melengkapi alat monitoring gempa bumi berupa Intensitymeter untuk mengetahui tingkat guncangan gempa; Accelerometer untuk mengukur percepatan gerakan tanah; Earthquake Early Warning System (EEWS) yang sedang disiapkan/diuji coba untuk mendeteksi dini gempa bumi; serta Warning Receiver System (WRS) New Generation untuk menyampaikan notifikasi informasi gempa dan tsunami secara realtime, sehingga pihak bandara dapat memperoleh informasi kejadian gempa bumi dalam waktu yang cepat.
Menurutnya, apabila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi, maka dalam kurun waktu 2 sampai kurang dari 5 menit dapat segera diketahui posisi pusat gempa, besarnya magnitudo dan potensi tsunaminya.
“Dengan memperkirakan waktu datang gelombang tsunami antara 20 sampai 30 menit, maka, ‘golden time’ untuk evakuasi masih tersedia dalam waktu 15 sampai dengan 28 menit, untuk segera menuju ke Terminal pada Lantai Mezanin dan lantai 2 (di lantai teratas untuk keberangkatan),” pungkasnya. []