Mengapa Rasulullah SAW Melarang Umatnya Meniup Makanan dan Minuman yang Masih Panas ?
JAKARTA – Makanan atau minuman tertentu memang akan terasa lebih nikmat ketika baru selesai dimasak. Tetapi dalam keadaan tersebut, jelas makanan itu masih dalam keadaan panas sehingga tidak baik untuk langsung dinikmati.
Melansir dari AKURAT.CO, jika merujuk dalam Islam, ketika makanan masih dalam keadaan panas, maka kita diajarkan untuk menunggu makanan tersebut agar berkurang kadar panasnya hingga menjadi hangat.
Secara medis, ternyata ajaran tersebut akan menjauhkan kita dari berbagai penyakit seperti mulut terluka akibat kepanasan dan lain sebagainya.
Sementara secara moral, hal itu mengajarkan kesabaran kepada kita dimana sifat penyabar harus selalu dilatih, salah satunya dengan menunggu makanan atau minuman siap untuk dinikmati.
Rasulullah SAW mencontohkan banyak hal soal adab menyantap makanan. Salah satunya melarang umatnya untuk meniup makanan dan minuman panas.
Sementara itu, dilansir dari detik.com, menyuapkan makanan atau minuman panas memiliki risiko besar, mulut dan tenggorokan bisa terluka karena suhu panas dari makanan dan minuman. Biasanya untuk mengurangi suhu panas ini, orang akan meniupnya.
Meniup makanan atau minuman panas memang efektif menurunkan suhunya tetapi bagi umat Muslim hal ini dilarang.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk menunggu makanan atau minuman hingga tidak panas dan melarang meniup atau menghembuskan nafas di depan makanan.
Diriwayatkan dalam hadits Ibnu Abbas yang menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dari Asma binti Abu Bakr, sesungguhnya jika beliau membuat roti tsarid wadahnya beliau ditutupi sampai panasnya hilang kemudian beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya makanan yang sudah tidak panas itu lebih besar berkahnya”.
Dalam hadis lain disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang bernafas dalam sebuah wadah, atau meniup makanan dalam wadah tersebut. (H.R at-Tirmidzi).
Kalimat larangan dalam beberapa hadis tersebut bukanlah bermakna keharaman, melainkan hanya makruh, yaitu lebih baik dihindari.
Jika ada yang tetap makan atau minum dengan meniup makanan atau minumannya, maka makanan atau minuman itu tidak lantas jadi haram.
Ternyata meniup makanan dan minuman panas memiliki dampak buruk untuk kesehatan. Beberapa penelitian membuktikan kalau uap panas yang dihembuskan dari mulut mengundang bakteri dan reaksi kimia yang berdampak negatif untuk tubuh.
Sebuah penelitian menemukan bukti bahwa pada makanan yang ditiup terdapat jamur spesies Candida sp. dan Saccharomyces sp.
Selain itu, kandungan karbondioksida dari hembusan napas juga turut memperburuk kondisi makanan dan minuman panas.
Menurut reaksi kimia, apabila uap air dari panas makanan bereaksi dengan karbondioksida dari uap mulut maka akan membentuk senyawa asam karbonat yang bersifat asam.
Asam karbonat ini mengganggu pH dalam darah sehingga membuat tubuh mudah terpapar radikal bebas.
Selain dilihat dari sisi kesehatan, meniup makanan atau minuman panas juga erat kaitannya dengan adab dan akhlak seseorang.
Meniup makanan agar cepat dingin seolah menandakan bahwa orang tersebut adalah orang yang rakus dan tidak sabar.
Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk makan secara perlahan, makan secara bersama-sama serta mendoakan makanan dan orang yang menyajikan makanan agar memperoleh keberkahan.
Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” []