Mengenal Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD), Gairah Seks yang Tetiba Hilang
JAKARTA – Hubungan seksual menjadi aktivitas yang menyenangkan untuk dilakukan setiap pasangan. Hubungan badan terjadi karena ada hasrat biologis manusia yang perlu dipenuhi.
Hasrat untuk berhubungan seks nyatanya tak dirasakan setiap orang untuk waktu yang lama. Beberapa dari mereka ada yang kehilangan gejolak untuk bercinta dengan pasangannya.
Dilansir dari Metro.suara.com, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr Putri Deva Karimah, Sp.OG mengatakan, berkurang hingga hilangnya hasrat seseorang berhubungan intim dan fantasi dengan pasangan dalam waktu lama bisa jadi karena hypoactive sexual desire disorder (HSDD).
Putri yang tergabung dalam Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) itu melalui keterangannya mengatakan, HSDD dapat disebabkan masalah psikis dan non-psikis atau adanya gangguan medis seperti permasalahan hormon dan kelainan fungsi organ.
“Umumnya, kondisi ini lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria, yakni 8,9 persen pada wanita usia 18 – 44 tahun dan 12,3 persen pada wanita usia 45-54 tahun,” kata dia.
Putri yang berpraktik di RS Pondok Indah itu menuturkan, beberapa penelitian lainnya menyebutkan satu dari 10 wanita mengalami HSDD, dan sebanyak 32 persen wanita dan 15 persen pria berkemungkinan mengalami kehilangan hasrat yang dapat berlangsung hingga beberapa bulan.
Salah satu penyebab wanita lebih sering mengalami HSDD yakni adanya faktor perubahan hormon ketika menjelang dan memasuki usia menopause. Kondisi ini menurut Putri, dapat menjadi masalah besar dan penting untuk diperhatikan apabila sudah mengganggu kualitas hidup serta terdapat kondisi medis yang mendasarinya.
“Kondisi ini tidak jarang mempengaruhi mental penderitanya, seperti stres, atau rusaknya hubungan dengan pasangan,” kata Putri.
Dikutip dari Tempo.co, umumnya, wanita dengan HSDD tidak memiliki keinginan untuk memikirkan segala hal mengenai seks hingga berhubungan intim atau ketika berhubungan intim tidak didapatkan rasa nyaman atau kenikmatan.
Hal ini akan berpengaruh pada proses siklus respons seksual wanita. Tahapan siklus respons seksual manusia, yakni desire atau keinginan, dorongan, dan motivasi untuk berhubungan seksual.
Dorongan ini biasanya timbul dengan adanya kerja dari otak (psikoneuroendokrin). Selanjutnya, arousal atau gairah saat berhubungan. Pada fase ini tahap lubrikasi pada vagina, kerja jantung, dan pernapasan semakin cepat.
Berikutnya, orgasme. Hubungan intim atau hubungan seksual yang sehat akan melewati fase ini hingga mencapai puncak kepuasan. Pernapasan dan kerja jantung semakin meningkat, tekanan darah naik, terjadinya kontraksi otot yang menghasilkan ejakulasi pada pria, dan kontraksi rahim serta vagina pada wanita.
Tahapan terakhir yakni resolusi. Fase ini terjadi setelah tercapainya orgasme. Tubuh akan menjadi rileks dan nyaman, pernapasan dan kerja jantung kembali normal. Namun, apabila tidak terjadi orgasme, justru ketidaknyamanan yang akan dirasakan.
Apabila salah satu fase atau siklus ini tidak dilalui, maka rasa nyaman, kenikmatan, hingga orgasme tidak dapat dicapai. Alih-alih malah rasa nyeri dan terganggu yang dirasakan.
“Contohnya, wanita dengan gangguan pada arousal akan membuat daerah vagina menjadi kering karena kurangnya produksi lubrikan/pelumas untuk membasahi daerah vagina,” kata Putri. []