April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menikah Dini Berpotensi Membuka Pintu Penderitaan

2 min read

JAKARTA – Pemerhati Anak, Retno Listyarti mengungkapkan, perkawinan usia anak hanya akan menjadi pintu penderitaan bagi perempuan.

Menurutnya, saat menikah di usia dini, anak perempuan jadi kehilangan semua haknya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan yang terbaik sebagai anak, hak bermain, hak bersosialisasi dan mengembangkan diri, dll.

“Mereka secara tidak langsung akan kehilangan hak-hak mereka karena mereka harus fokus mengurus anak-anak mereka,” ujar Retno dalam keterangan yang diterima, Senin (16/01/2023).

Tak hanya itu, ketika seorang remaja perempuan hamil, maka resiko si ibu meninggal saat melahirkan sangat besar. Bahkan, resiko anak terlahir stunting dan kurang gizi juga sangat tinggi, mengingat saat janin di kandungan, terjadi perebutan nutrisi antara bayi dan ibunya yang masih usia anak, yang menang si ibu sehingga nutrisi ke janin menjadi sangat minim.

Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk memperkuat pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak guna mencegah terjadinya pernikahan usia anak. Menurutnya, edukasi tersebut merupakan salah satu upaya memberikan pengetahuan pada anak untuk memahami kewajiban menjaga otoritas tubuhnya demi kepentingan terbaik bagi masa depannya.

“Pendidikan kesehatan reproduksi secara sinergi harus dilakukan pada anak-anak oleh guru di lingkungan sekolah dan orangtua di lingkungan keluarga, semua harus berkolaborasi mencegah karena mencegah lebih baik daripada mengobati,” ujar Retno.

Retno juga menyoroti meningkatnya angka perkawinan anak dengan alasan anak sudah hamil duluan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Di mana, Pengadilan Agama Ponorogo mencatat pada tahun 2021 ada 266 permohonan dispensasi nikah sebanyak dan pada tahun 2022 ada 191 permohonan dispensasi nikah. Bahkan, pada minggu pertama di 2023 ini sudah ada 7 kasus permohonan dispensasi nikah dan semuanya dikabulkan.

“Tentu hal ini sangat disayangkan, karena rata-rata adalah usia pelajar atau anak yang masih berusia SMP dan SMA, padahal syarat usia pernikahan untuk perempuan minimal 19 tahun,” ujar Retno.

Sementara itu, berdasarkan data BPS, meski secara nasional angka perkawinan anak turun (dari 11,21% pada 2018 menjadi 10,82% pada 2019 dan 10,35% pada 2020), namun terjadi kenaikan di 9 provinsi. Lebih lanjut lagi, data pada 2020 menunjukkan adanya 22 provinsi dengan angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari angka nasional.

Melihat berbagai kasus yang ada, pendidikan kesehatan reproduksi sangat penting, sebab pada masa puber, setiap anak akan mengalami perubahan fisik yang signifikan seperti kemampuan sistem reproduksi. Akan Tetapi sebagian besar remaja tidak paham dan pada kondisi kesehatan reproduksi, seperti siklus menstruasi dan proses terjadinya kehamilan.

Hal ini diyakini dapat menjadi salah satu solusi, agar para remaja lebih bijak dan berhati-hati dalam menanggapi perilaku seksual berisiko. Dengan demikian, mereka dapat terhindar dari berbagai penyakit menular seksual dan dapat menerapkan perilaku yang sehat.

“Tingginya perilaku asusila serta pergaulan bebas oleh remaja banyak diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena kurang pengetahuan tentang seks yang benar baik pada kalangan remaja,” ujar Retno. []

Advertisement
Advertisement