April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menilik Debut Kampanye Capres Cawapres

5 min read

ApakabarOnline.com – Merebut suara rakyat itu berat. Pertaruhannya bukan hanya soal duit, tapi juga fisik. Hal terakhir banyak lawannya, salah satunya cuaca. Niat hati berorasi di lapangan terbuka, hujan deras terkadang harus menggusur semua rencana.

Di lapangan bola Dukuh Salam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2019), Joko “Jokowi” Widodo menolak tergusur hujan. Calon presiden petahana itu membiarkan tubuhnya basah kuyup atas nama solidaritas bersama calon pemilihnya.

“Saya sudah lebih dari 35 tahun enggak pernah kehujanan kayak tadi,” kata Jokowi kepada wartawan, seraya menambal ucapannya dengan kalimat,” masa rakyat hujan-hujanan, kita pakai payung? Ya enggak lah.”

Militansi Jokowi berbeda dengan Ma’ruf Amin. Calon wakil presidennya ini tetap bermain aman dengan menghindar dari guyuran air ketika berada di Lapangan Cihuni, Cimanggaras, Garut, Jawa Barat, hari yang sama.

Pilihan Amin tak perlu diributkan. Fisik memang perlu dijaga. Tiga pekan sebelum 17 April 2019 adalah masa terberat, penuh pertaruhan, dan pertumpahan energi.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saja tiga kali tumbang. Agenda kampanye terbukanya di Aceh, Medan, dan Pangkalpinang harus dibatalkan demi memulihkan energi mantan perwira tinggi Kopassus itu.

Sementara Sandiaga Uno, kontestan paling muda, berupaya untuk tetap disiplin berolahraga selama 22 menit setiap paginya demi menjaga kebugaran tubuhnya.

Indonesia adalah negara besar. Mengutip kalimat yang kerap diucapkan Jokowi dalam orasi politiknya. Negara ini kaya dengan perbedaan karena terdiri dari 34 provinsi, 514 kabupaten/kota yang tersebar di 17.000 pulau dengan ribuan bahasa dan adat istiadat.

Dalam kehidupan berbangsa, menghargai perbedaan itu penting. Tapi dalam politik, perbedaan itu semaksimal mungkin harus ditekan, setidaknya bagi 51 persen dari 190.770.329 warga yang punya hak pilih.

Para perebut takhta Istana ini pun bersiasat. Masa kampanye terbuka yang dimulai 23 Maret 2019 hingga 13 April 2019 jadi laga pamungkas.

Untuk menjangkau seluruh wilayah Nusantara, mereka membagi tugas. Komisi Pemilihan Umum (KPU) turut menyokong dengan membagi 34 provinsi menjadi dua zona kampanye demi mengatur konsentrasi massa.

Kendati sudah dibagi, tak ada satu pun dari masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ternyata sanggup menyapa konstituen mereka di seluruh provinsi di Tanah Air.

Rangkuman perjalanan yang diolah Beritagar.id memperlihatkan, jadwal perjalanan keempat petarung politik selama masa kampanye terbuka hanya di 25 provinsi dan 82 kabupaten/kota.

Beberapa agenda kampanye terbuka, dalam catatan kami, telah terlaksana sampai 8 April 2019. Adapun jadwal 9 sampai 13 April masih bisa berubah, termasuk lokasi kunjungan.

Satu catatan, kendati terdapat 9 provinsi yang tak dikunjungi capres dan cawapres, agenda kampanye terbuka tetap berlangsung diwakili tim kampanye masing-masing pasangan calon.

Misalnya, di Kota Bandar Lampung, agenda yang dijadwalkan dihadiri Jokowi digantikan oleh Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Hasto Kristiyanto.

Adapun provinsi yang tidak dikunjungi dua pasangan calon adalah Kalimantan Utara, Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

 

Siasat petahana dalam arus total football

Memperkuat kantong suara jadi strategi utama Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin. Sewaktu berada di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (31/3/2019), Ketua TKN Erick Thohir mengakui bahwa tidak semua provinsi bakal didatangi Jokowi-Amin.

TKN, kata Erick, bakal memilih provinsi prioritas untuk dua petarungnya. Pilihan prioritas itu merujuk pada perolehan suara mayoritas bagi Jokowi dalam Pemiihan Presiden (Pilpres) 2014.

“Kita perkuat di situ. Kalau ada daerah yang capres sudah sering berkunjung, maka yang harus lebih diperkenalkan itu cawapresnya,” kata Erick.

Di kubu pasangan calon nomor urut 01, Jokowi menjadi sosok paling militan. Sampai Senin (8/4/2019), calon petahana ini sudah bertandang ke 36 titik yang tersebar di 19 provinsi. Sementara, Amin mendatangi 29 titik di 8 provinsi.

Pola perjalanan Jokowi dan rombongan umumnya dua provinsi dalam satu hari. Jika ditambah dengan durasi penerbangan, maka bisa menjadi tiga provinsi dalam satu hari. Seperti misalnya pada 31 Maret 2019, pagi berangkat dari Cengkareng, Banten, menuju Makassar, Sulawesi Selatan, jelang sore pindah ke Manado, Sulawesi Utara.

Dari tiap-tiap provinsi yang dikunjungi, TKN biasanya mengagendakan orasi politik di dua titik lokasi.

Rombongan yang mengiringi Jokowi sebenarnya lebih rumit. Sebab tak jarang dari beberapa kunjungannya ke satu provinsi, terselip agenda kepresidenan, seperti halnya di Sentani, Papua, ketika Jokowi mengunjungi korban bencana banjir.

Tak ayal, sederet protokol Istana Kepresidenan, berikut pasukan pengaman presiden (paspampers), dan pesawat kepresidenan turut sibuk berlalu-lalang.

Sedang tim Amin memberlakukan pola sebaliknya. Amin bermain lebih tenang dengan satu hari satu provinsi. Bahkan pada awal masa kampanye terbuka, Amin bisa berada di satu provinsi dalam dua hari, meski titik yang dikunjungi berbeda-beda.

Misal pada 30 dan 31 Maret 2019, Amin tetap memilih bertahan di Jakarta Selatan.

Soal militansi, saingan Jokowi adalah Sandiaga Uno. Calon wakil presiden nomor urut 02 ini tercatat sudah mendatangi 37 titik yang tersebar di 12 provinsi.

Pola perjalanannya lebih ringan, satu provinsi satu hari, walau sesekali dua provinsi dalam satu hari. Sandi memang berupaya untuk maksimal. Sebab, dari satu provinsi itu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini bisa punya lima agenda pertemuan dengan pendukungnya.

Prabowo lebih minim. Dari periode yang sama, calon presiden nomor urut 02 ini tercatat hanya hadir di 17 titik pada 12 provinsi. Sebenarnya Prabowo dijadwalkan hadir di 20 titik, tapi tiga titik lainnya batal lantaran kondisi kesehatan yang tak mumpuni.

Dari rekap perjalanannya, Prabowo terlihat lebih berani “menyerang”. Sebab, seluruh provinsi yang disambanginya adalah kandang suara bagi Jokowi saat pemilihan serupa, lima tahun silam.

Direktorat Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Imelda Sari, beralasan strategi yang dipasang timnya untuk memobilisasi dukungan tak mengandalkan sosok capres dan cawapresnya saja.

Seluruh elemen pemenangan bergerak, kata Imelda kepada Beritagar.id. Dengan kata lain, meski safari politik Prabowo tak masif, namun pergerakan juru kampanyenya agresif. Imelda menyebut taktik ini dengan sebutan total football.

“Misalnya hari ini capres kami di Sulawesi, cawapres kami di Jawa Tengah, juru kampanye nasional lainnya ada yang di Aceh dan wilayah lainnya,” kata Imelda.

 

Kembali lagi ke modal

Sejumlah pengamat sepakat, kampanye terbuka pada dasarnya bukan kunci utama dalam menaikkan suara.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menyebut model kampanye ini hanya bermanfaat untuk mengkonsolidasi masyarakat yang memang sudah mantap memilih Jokowi atau Prabowo.

Sementara, kalangan swing voters (calon pemilih tidak loyal) atau undecided voters yang jumlahnya masih besar–mencapai 11 hingga lebih dari 20 persen menurut berbagai survei–tetap tidak akan tersentuh.

Kendati begitu, pengamat politik Populi Center Rafif Pamenang Imawan menekankan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan kampanye adalah sosialisasi visi dan misi. Agar masyarakat kenal siapa calon yang bertarung hingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan yang bijak saat memilih.

Maka dari itu, dirinya mengkritik minimnya tatap muka Prabowo dengan calon pemilihnya. Menurutnya, bagaimana pun juga rakyat mencari calon presidennya, bukan calon wakil presiden yang kerap menjadi bumper dalam menjawab narasi-narasi politik dari kubu petahana.

“Alasan sakit adalah alasan manusiawi, tidak ada yang salah. Hanya saja patut dicatat bahwa isu mengenai Prabowo jarang kampanye telah muncul sejak bulan Oktober maupun November tahun lalu,” kata Rafif.

Di luar kendala fisik, faktor modal memang memengaruhi kemampuan gerak capres dan cawapres. Pergi melancong dari satu titik ke titik lain butuh biaya. Capres atau cawapres tak mungkin berangkat sendiri, melainkan harus bersama rombongan yang mendampingi.

Jokowi punya keunggulan, selain mendapat sokongan dana besar, sejumlah agenda kepresidenan yang terselip dalam kunjungan kampanye membuat dirinya bisa memanfaatkan fasilitas negara seperti pesawat dan akomodasi pendukung lainnya.

Sementara tim Prabowo-Sandi, dengan dana kampanye yang terkumpul hanya seperlima dari Jokowi-Amin, harus lebih bijak mengatur keuangan agar tidak merana di tengah jalan. [Ronna Nirmala]

Advertisement
Advertisement